Mimpi Buruk, Saat Langit Tak Lagi Biru

Sungguh tidak terbayang bagi masyarakat Jabodetabek untuk terus-menerus menghirup udara buruk selama empat bulan terakhir ini. Apalagi saat udara buruk yang dihirup itu berdampak pada kesehatan dan bakal berbekas pada kesehatannya di masa depan kelak.

Alwin (35) dan istrinya, Ribka (34), sungguh tidak mengira, acara makan malam di bagian luar restoran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Utara, Jumat (9/6/2023), itu menjadi mimpi buruk bagi keluarga mereka. Delapan peserta acara makan tersebut, termasuk tiga anak, malam itu bergejala demam, batuk-pilek secara bersamaan.

Hari pertama, batuk dan demam tidak mereda sehingga semuanya memutuskan untuk tes Covid-19 dan hasilnya negatif. Hari kedua, kondisi orang-orang dewasa membaik meski masih menyisakan batuk.

Namun, tidak bagi dua anak Alwin dan Ribka yang kondisinya semakin parah. Becca (7) dan Alvin (3), Minggu (11/6/2023) malam, itu dibawa oleh Alwin ke instalasi gawat darurat sebuah rumah sakit di Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, karena kondisinya memburuk. ”Saya akhirnya membawa Becca dan Alvin karena mereka mulai ’megap-megap’, kesulitan bernapas dan saturasi oksigennya terus menurun,” kata Alwin.

Kompas/M. Puteri Rosalina
Alwin (35) dan Becca (7) anaknya, warga Kelapa Dua, Kab. Tangerang. Becca dua kali menjalani perawatan di rumah sakit karena pneunomia yang disebabkan polusi udara.

Becca dan Alvin segera mendapat pertolongan masker oksigen dengan alat nebulizer dari rumah sakit. Alvin kembali bernapas normal setelah dua kali dibantu pernapasan dengan nebulizer dan diperbolehkan pulang. Adapun Becca harus diinfus dan dirawat di rumah sakit selama empat hari karena hasil tes darahnya menunjukkan ada peningkatan leukosit.

Hasil diagnosis dokter, Becca menderita pneumonia dan Alfin sakit asma karena polusi udara. Hal tersebut membuat Alwin dan Ribka cukup kaget. ”Masa hanya karena makan di mal bagian outdoor saja, anak saya terpapar polusi. Apalagi ini mal yang di pinggir laut,” kata Ribka.

Ribka pun menyesal, selama ini dia tidak menyadari polusi udara berdampak pada kesehatan.

”Setelah kejadian itu saya nyesel banget, kenapa baru aware sekarang, kenapa dari dulu enggak benar-benar ngikuti informasi ini. Kejadian ini benar- benar merugikan kami dalam banyak hal,” kata Ribka.

Kompas/M Puteri Rosalina
Alwin (35) dan Alvin (3) anaknya, warga Kelapa Dua, Kab. Tangerang. Alvin pernah dirawat di Instalasi Gawat Darurat Sebuah rumah Sakit di Kab. Tangerang karena asma yang disebabkan polusi udara

Ribka dan Alwin pun berencana pindah dari kawasan Jabodetabek ke kota yang udaranya masih bersih. Hanya saja, sambil menunggu rencana tersebut terealisasi, mereka rutin menjadwalkan waktu pergi ke luar kota untuk mencari udara segar.

”Kita agendakan sebulan sekali healing paru-paru untuk anak-anak kami biar mereka bisa menghirup udara segar dan bermain bebas di alam terbuka,” kata Ribka.

Selama tiga bulan ini, Alwin dan Ribka sudah mengajak anak-anaknya untuk mencari udara segar di Genting Highland, Malaysia; Bandung, Jawa Barat; dan Dieng, Jawa Tengah.

Hanya saja healing paru-paru saja ternyata belum cukup bagi Becca untuk kembali sehat. Akhir Agustus ini, Becca kembali dirawat di rumah sakit selama dua hari, sakit pneumonia.

Ibu hamil rentan

Sementara itu, Genia, ibu hamil 7 bulan, sempat dirawat di instalasi gawat darurat sebuah rumah sakit di Jakarta Barat setelah batuk dan sesak napas selama empat jam. Pertolongan pertama yang diberikan dokter adalah memberikan masker oksigen dengan alat nebulizer.

Setelah sesak napas Genia berkurang, dokter memperbolehkan rawat jalan. Itulah awal kisah Genia yang didiagnosis infeksi paru karena polusi udara.

Hari-hari berikutnya, penderitaan Genia belum berakhir. ”Aku masih batuk-batuk parah. Perut terasa kencang karena sering batuk, napasku berbunyi ngik-ngik dan aku gak bisa tidur nyenyak,” cerita Genia saat bertemu Kompas, 15 Agustus 2023.

Karena kondisi Genia makin parah, suaminya membawa Genia ke berobat ke rumah sakit. Hasil diagnosis dokter paru dari hasil rontgen paru mengejutkan Genia dan suaminya. ”Dokter bilang, infeksi paru kanan. Paru kanan terlihat ada bercak-bercak putih dan mengalami penurunan fungsi,” ujar Genia.

 

Kompas/Riza Fathoni
Ibu-ibu hamil mengikuti sesi senam hamil dan “hypnobirthing” di RSIA Tambak, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).

Penyebab infeksi paru yang menurut dokter dari virus, udara, dan musim pancaroba semakin mengejutkan Genia. ”Polusi udara dan cuaca ya, Dok? Emang seburuk apa? Terus saya harus gimana?” kata karyawan swasta tersebut.

Akhirnya Genia dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif selama enam hari. Biaya pengobatan yang mencapai Rp 32 juta membuat Genia terkejut. Beruntung pengobatan Genia ditanggung asuransi kesehatan sehingga tidak terlalu memberatkannya.

Terpajan polutan

Kondisi kualitas udara Jakarta selama empat bulan terakhir ini cukup tidak sehat. Merujuk dari data sensor kualitas udara milik Kedubes AS di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, selama enam bulan ini, warga Jabodetabek  sama sekali tidak bisa menghirup udara bersih versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) . Artinya, hari-hari di luar itu, kadar polutan PM 2,5 di Jabodetabek melebihi angka 15 µg/m3.

Selama enam bulan itu, rata-rata angka polutan di Jakarta pernah mencapai 145 yang masuk dalam kategori tidak sehat versi WHO.

Dari hasil analisis tim Jurnalisme Data Kompas, Becca, Alvin, dan Genia menjadi bagian dari 99,4 persen penduduk wilayah administrasi kota di Indonesia yang tidak bisa menghirup udara bersih versi WHO.

Jika kualitas udara di Kabupaten Tangerang, tempat tinggal Becca dan Alvin tidak diperbaiki, umur dua anak itu dari analisis Kompas, bakal bisa berkurang 4,25 tahun. Juga dengan Genia yang tinggal di Jakarta Barat, umurnya bisa berkurang 4,9 tahun.

 

Dampak polusi udara

Dampak polusi udara pada kesehatan cukup banyak. Tidak hanya penyakit pernapasan yang diderita Becca, Alvin, ataupun Genia saja.

Menurut anggota Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia (PDPI), dr Nuryunita Nainggolan, efek jangka pendek polusi udara adalah mata merah, hidung berair, bersih, sakit tenggorokan, batuk berdahak, iritasi kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, dan penyakit paru kronik.

Adapun jangka panjangnya bisa menimbulkan penurunan fungsi paru, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta penyakit kanker.

20230607-H08-GKT-Polusi-Udara-mumed.png

Secara terpisah, Kepala Divisi Respirologi Dep IKA-FKUI-RSCM dr Darmawan Setyanto menuturkan, ibu hamil menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling rentan pada pajanan polusi udara.

”Ibu hamil yang terpajan polutan bisa memengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya. Dampaknya bisa kelahiran prematur atau berat lahir yang rendah, kematian bayi, atau meningkatkan kesakitan selama kehamilan,” jelas Darmawan.

Darmawan menambahkan, beberapa penelitian menyebutkan polusi udara ini turut menyumbang terjadinya stunting pada anak-anak, yang selanjutnya akan mengurangi fungsi paru, dan meningkatkan risiko terjadinya asma.

Polutan tidak hanya merusak sistem pernapasan anak, menurut Darmawan, tetapi juga sistem saraf yang selanjutnya bisa menyebabkan gangguan mental dan perkembangan motorik hingga memengaruhi kecerdasan anak.

KOMPAS/AGUS SUSANTO
Dokter memeriksa dengan stetoskop pasien bergejala batuk di Poli Batuk dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (22/8/2023).

Menurut staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Feni Fitriani Taufik, anak menjadi rentan karena kondisi anatomi dari saluran napas dan sistem imunitasnya belum sempurna sehingga saat terkena pajanan polusi, anak-anak lebih mudah sakit.

Anak yang mengalami pajanan polutan akan menjadi lebih rentan di masa yang akan datang. ”Dengan berulangnya terkena ISPA, dia akan mudah mengalami gangguan perkembangan fungsi paru dan mengganggu daya tahan tubuhnya saat dewasa hingga masa tua nanti,” jelas Feni dalam konferensi pers Perhimpunan Dokter Spesialis Paru, 18 Agustus 2023.

Menghindari polutan

Kadar polutan di Jabodetabek belum kunjung menurun hingga saat ini. Alwin, Ribka, dan Genia memilih untuk membatasi perjalanan keluar rumah dan melarang anak-anaknya keluar ruangan selama berada di kawasan Jabodetabek.

Bahkan, Genia membeli penjernih udara untuk membersihkan polutan dalam ruangan. Setiap hari dia juga tidak pernah membuka jendela rumahnya untuk meminimalisasi zat polutan masuk dalam rumah.

Apa yang dilakukan Alwin, Ribka, ataupun Genia sudah tepat. Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr Erlang Samoedro, juga mengajak masyarakat lainnya mengurangi risiko terpajan polutan.

”Sebelum kita keluar rumah, kita harus kenali dulu kadar polutan di luar rumah. Jika tinggi, disarankan tidak keluar rumah. Jika harus keluar rumah harus menggunakan masker dengan tingkat infiltrasi tinggi seperti KN95,” jelas Erlang dalam konfrensi pers PDPI, 18 Agustus 2023.

Kompas/Albertus Krisna
Filter tambahan alat penjernih udara yang baru saja diganti salah satu warga di Desa Suradita, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang pada Sabtu (2/09/2023).

Selanjutnya, menurut Erlang, mengonsumsi makanan yang banyak mengandung antioksidan seperti sayur dan buah untuk menetralisir polutan yang masuk kedalam tubuh kita.

Pada akhirnya, masyarakat yang terdampak polusi udara seperti keluarga Alwin, serta Genia hanya bisa berharap pada pemerintah untuk serius menangani polusi udara yang berdampak nyata pada kesehatan masyarakat.

Mimpi Alwin sekarang ini hanya sederhana, ”Kapan kita bisa melihat warna biru di langit Jabodetabek lagi sehingga anak-anak saya bebas keluar bermain di luar tanpa khawatir sakit lagi,” kata Alwin menerawang.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ilustrasi langit biru di kawasan SCBD Jakarta, Kamis (2/4/2020).