Mimpi di Tengah Keterbatasan Hidup

Kecintaan WNI eks-Timor Timur kepada Indonesia belum terbalaskan dengan kehidupan yang mapan. Mimpi merupakan hak dari setiap orang, tak terkecuali WNI eks-Timor Leste yang tetap berusaha mewujudkannya di tengah keterbatasan.

Nasib sebagian warga Timor Leste atau dahulu disebut Provinsi Timor Timur (Timtim) berubah setelah negeri mereka merdeka dari Indonesia, 21 tahun yang lalu. Kemerdekaan hasil referendum pada 30 Agustus 1999 saat itu telah memecah warga ke dalam dua pilihan politik. Mereka yang pro-kemerdekaan tetap bertahan di kampung halamannya sendiri. Sementara warga pendukung otonomi khusus harus mengungsi keluar Timtim.

Kala itu populasi penduduk di Timtim menurun drastis. Hampir sepertiga penduduk Timtim mengungsi ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan juga wilayah lainnya.

Menurut data Rencana Induk Penanggulangan Pengungsi Timtim di NTT, tahun 2001  tercatat ada 284,1 ribu jiwa atau 51,7 keluarga (KK) mengungsi ke 14 kabupaten/kota di Provinsi NTT. Sebaran tertinggi ada di Kabupaten Belu (61,4 %), disusul Kabupaten Kupang (19,2 %), dan Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU) (8,1 %).

Melonjaknya jumlah pengungsi di tiga kabupaten itu tidak lepas dari letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Timtim. Kabupaten Belu merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Belu yang tercatat sebagai kabupaten dengan garis batas terpanjang, yaitu 149,9 kilometer, menampung jumlah pengungsi terbanyak.

Selanjutnya adalah Kabupaten Kupang. Pengungsi yang berpindah ke sini, menurut Anato Moreira, Fasilitator Perkumpulan Relawan CIS Timor Atambua, berasal dari Distrik Baucau, Lospalos, dan Viqueque. Tiga distrik tersebut secara geografis cukup jauh dari Kabupaten Belu. Perpindahannya saat itu menggunakan pesawat terbang. Fasilitas bandara dan pelabuhan yang terdekat ada di Kabupaten Kupang.

Terakhir, menurut penjelasan Anato, pengungsi yang pindah ke Timor Tengah Utara berasal dari Distrik Oecusse yang secara geografis memang terpisah dari wilayah Timor Leste dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Timor Tengah Utara.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Plisiana Goncalves (80) berada di rumahnya yang merupakan bantuan bagi warga eks pengungsi Timor-Timur di Desa Kabuna, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Senin (17/2/2020). Rumah yang ditempatinya berdinding bambu, dengan kayu yang sudah lapuk serta berlantaikan tanah.

Upaya Pemerintah Indonesia