Mobil Listrik, Masa Depan adalah Sekarang

Era baru pasar mobil di Indonesia telah tiba, setelah tiga agen pemegang merek (APM) secara bersamaan resmi memasarkan mobil-mobil listrik andalan mereka di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019. Mobil-mobil listrik ini diluncurkan ke pasaran di saat regulasi yang memberikan insentif bagi kendaraan ramah lingkungan itu tak kunjung dikeluarkan pemerintah.

Tiga APM tersebut adalah PT BMW Group Indonesia yang meluncurkan BMW i3s; PT Mercedes-Benz Distributions Indonesia (MBDI) yang memperkenalkan Mercedes-Benz E 300e EQ Power; dan PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) yang mulai memasarkan Mitsubishi Outlander PHEV.

BMW i3s adalah mobil elektrik murni yang digerakkan hanya oleh baterai, sementara Mercy E 300e dan Outlander PHEV adalah mobil berteknologi plug-in hybrid electric vehicle (PHEV). Artinya, baik E 300e maupun Outlander PHEV masih memiliki mesin pembakaran internal konvensional walaupun baterai yang menjadi sumber tenaga motor listriknya bisa dicas (charge) dengan sumber daya listrik dari luar mobil.

Kompas/ Dahono Fitrianto
BMW i3s, adalah mobil bertenaga listrik murni (battery electric vehicle/BEV) pertama yang dipasarkan BMW Group Indonesia di Indonesia. Mobil ini diluncurkan di Gaikindo Indonesia International Motor Show 2019, Kamis (18/7/2019).

Kita kupas lebih dalam tiga mobil berteknologi EV (electric vehicle) ini satu per satu. BMW i3s adalah varian sport dari BMW i3 yang diproduksi BMW Group di Jerman sejak 2018. BMW i3 sendiri sudah diproduksi massal oleh BMW sejak 2013. Salah satu fitur i3s adalah suspensi sport, yang membuat i3s lebih rendah 10 milimeter (mm) dan lebih lebar 40 mm dibandingkan versi standarnya.

Mobil listrik ini dibekali motor listrik performa tinggi dengan tenaga maksimum 184 HP (horse power) dan torsi puncak 270 Nm. Sistem penggerak yang sudah diperbarui, mencakup kontrol motor yang baru dan bearing khusus, membuat i3s hanya membutuhkan waktu 6,9 detik untuk berakselerasi dari 0-100 km per jam. Kecepatan maksimumnya bisa mencapai 160 km per jam, cukup luar biasa untuk sebuah mobil urban.

Mercedes-Benz E 300e, seperti disebutkan di atas, masih mengusung mesin konvensional 4 silinder, dengan kapasitas 2.0 liter dan ditopang peranti turbocharger. Mesin berbahan bakar bensin ini mengeluarkan tenaga 211 HP dan torsi 350 Nm. Sementara motor listriknya mengeluarkan tenaga 122 HP dan torsi 440 Nm sehingga menghasilkan torsi gabungan sebesar 700 Nm.

Kompas/ Dahono Fitrianto
Mercedes-Benz E 300e EQ Power, adalah mobil berteknologi PHEV (plug-in hybrid electric vehicle) pertama yang diluncurkan PT Mercedes-Benz Distributions Indonesia (MBDI) di pasar Indonesia. Mobil diluncurkan saat pembukaan Gaikindo Indonesia International Auto Show 2019 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (18/7/2019).

Mercy E 300e ini dibekali baterai berkapasitas 13 kWh yang bisa dicas dengan catu daya di luar mobil. Dengan fast charger berdaya 7,4 kilowatt (kW), baterai ini bisa dicas dari kapasitas 10 persen hingga 100 persen dalam waktu kurang dari dua jam. Sementara dengan pengecasan biasa menggunakan jaringan rumah tangga standar, dibutuhkan waktu 4-5 jam. Dalam kondisi baterai penuh, mobil premium ini bisa berjalan murni dengan tenaga baterai sejauh 54 km.

Serupa dengan Mercy E 300e, Mitsubishi Outlander PHEV juga masih mengusung mesin bensin empat silinder berteknologi MIVEC dengan kapasitas 2.4 liter. Selain itu, Outlander PHEV juga membawa baterai berkapasitas 13,8 kWh yang dalam kondisi terisi penuh bisa membawa mobil berjalan pada mode elektrik murni hingga jarak 55 km.

Selain mengusung sistem gerak empat roda, Outlander PHEV juga memiliki keunikan lain. Pada bagian bagasi mobil tersebut terdapat soket listrik konvensional, yang membuat tenaga baterai mobil bisa dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga, misalnya saat berkemah atau dalam keadaan darurat di rumah. Saat listrik di baterai tinggal tersisa 20 persen, mesin konvensional mobil otomatis menyala untuk mengecas baterai sehingga mobil pun bisa berfungsi sebagai peranti pembangkit listrik.

Kompas/ Dahono Fitrianto
Outlander PHEV di stand Mitsubishi pada pameran GIIAS 2019, ICE BSD, Tangerang, Kamis (18/7/2019).

Selain tiga merek tersebut, ada tiga merek lain yang pada GIIAS kali ini memamerkan mobil-mobil berteknologi EV. Mereka adalah pabrikan China DFSK yang memajang DFSK Glory E3; kemudian Nissan memajang Nissan Leaf terbaru; dan Toyota membawa seluruh lini produknya yang berteknologi EV, mulai dari Toyota Prius Hybrid dan Prius PHEV; Toyota C-HR Hybrid, Toyota Camry Hybrid, dan Toyota Alphard Hybrid.

BMW i3s, DFSK Glory E3, dan Nissan Leaf adalah mobil-mobil listrik murni atau lazim disebut sebagai battery electric vehicle (BEV). PT Nissan Motor Indonesia (NMI) berkomitmen menghadirkan Leaf ini di pasar Tanah Air pada tahun depan.

Dampak pada harga

Kehadiran mobil-mobil listrik ini di pasar cukup mengagetkan, mengingat masih minimnya informasi tentang produk-produk EV di kalangan konsumen mobil secara awam. Juga belum tersedianya infrastruktur pengecasan (charging infrastructure) secara luas.

Kompas/ Dahono Fitrianto
Tampilan mobil listrik DFSK Glory E3 di booth DFSK dalam ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (25/7/2019).

Dan yang paling penting, belum adanya regulasi pemerintah yang memberikan insentif kepada kendaraan-kendaraan beremisi karbon rendah ini seperti di sejumlah negara lain. Alhasil, dampak utamanya adalah pada harga mobil-mobil ini yang sedemikian fantastis.

BMW i3s yang berkonsep sebagai sebuah mobil kota (city car), misalnya, dibanderol Rp 1,299 miliar dalam kondisi off the road. Artinya, mobil mungil ini lebih mahal dibandingkan sedan eksekutif BMW 530i M Sport yang ”hanya” Rp 1,249 miliar off the road.

Atau simak harga Mercedes-Benz E 300e yang bentuknya sama dengan sedan eksekutif Mercedes-Benz E-Class versi konvensional. Mercy PHEV pertama di Indonesia ini ditawarkan dengan harga Rp 1,899 miliar (off the road).

Bandingkan dengan tipe tertinggi sedan E-Class konvensional, yakni Mercedes-Benz E 350 AMG Line yang dibanderol Rp 1,499 miliar (off the road).

Namun yang paling fenomenal adalah harga Mitsubishi Outlander PHEV yang mencapai Rp 1,289 miliar dalam kondisi on the road di Jakarta. Mobil berbentuk SUV besar dengan kapasitas lima tempat duduk ini sontak menjadi mobil termahal dalam lini produk Mitsubishi yang dipasarkan di Tanah Air dan berada jauh di atas harga rata-rata SUV yang seukuran dengannya.

Pihak MMKSI menjelaskan, harga mahal itu tak terhindarkan dengan struktur pajak dan bea masuk yang ada saat ini. Selain harga dasarnya yang sudah tinggi karena masih mahalnya harga teknologi EV, terutama baterainya, Outlander masih harus terkena bea masuk impor mobil utuh (completely built up/CBU) sebesar 10 bersen.

Setelah itu, mobil ini masih terkena lagi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar 40 persen karena berkapasitas mesin di atas 1.500 cc dan memiliki sistem penggerak empat roda (4 x 4). Setelah menghitung berbagai ongkos yang dikeluarkan penjual (overhead cost) dan margin keuntungan, mobil masih terkena bea balik nama (BBN) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebelum diterima oleh pembeli.

PR Department Head PT MBDI Dennis Kadaruskan mengakui, masih tingginya harga mobil-mobil berteknologi EQ Power dari Mercedes-Benz. Itu sebabnya, mobil EQ Power pertama yang didatangkan adalah dari seri E-Class, bukan seri yang lebih rendah, misalnya C-Class.

”Karena kami berpendapat, saat ini masyarakat yang sudah berkeinginan dan mampu membeli mobil berteknologi ini adalah dari kalangan mereka yang sudah mampu membeli sedan-sedan E-Class,” ungkapnya.

Mengenal pertama

Lalu apa yang membuat para pemegang merek ini memutuskan melepas mobil-mobil tersebut ke pasar saat ini?

Osamu Masuko, Pemimpin Umum Mitsubishi Motors Corporation, yang hadir saat peluncuran Outlander PHEV di GIIAS 2019, mengatakan, pihaknya ingin masyarakat Indonesia menjadi orang-orang pertama yang mengenal dan merasakan mobil tersebut di Asia Tenggara.

”Peluncuran Outlander PHEV di sini adalah yang pertama di Asia Tenggara. Kami ingin orang Indonesia tahu pertama soal Outlander PHEV dan kemudian menggunakannya di berbagai bidang,” tutur Masuko dalam jumpa media di Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Masuko ingin agar publik melek seutuhnya akan teknologi yang terkandung dalam mobil listrik seperti Outlander PHEV ini. Menurut dia, mobil tersebut tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, tetapi juga dapat difungsikan sebagai sumber pembangkit listrik bagi rumah tangga dalam keadaan darurat.

Kompas/ Dahono Fitrianto
Mesin dan generator motor listrik pada Mitsubishi Outlander PHEV dipajang di salah satu sudut booth Mitsubishi di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Senin (22/7/2019). Mitsubishi Outlander PHEV, menjadi mobil berteknologi PHEV (plug-in hybrid electric vehicle) pertama yang diluncurkan PT Mitsubishi Motors Kramayudha Sales Indonesia (MMKSI) di Indonesia. Mobil ini diluncurkan pada pembukaan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019, di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (18/7/2019).

”Ada cerita warga di Hokkaido yang bisa bertahan hidup 10 hari setelah gempa dengan hanya mengandalkan tenaga listrik dari mobil Outlander PHEV-nya,” papar Masuko.

Sebagai catatan, Mitsubishi Outlander PHEV pada 2018 menjadi mobil berteknologi PHEV terlaris di Eropa. Pada periode Oktober 2017 hingga Januari 2019, mobil ini terjual 126.617 unit di seluruh Eropa.

Sementara bagi BMW Group Indonesia, BMW i3s yang diluncurkan di GIIAS adalah mobil berteknologi EV kedua yang dipasarkan di Indonesia setelah BMW i8 diluncurkan pada 2016. Walau demikian, i3s merupakan mobil listrik murni pertama yang diluncurkan pabrikan Bavaria, Jerman, itu di Indonesia. Bahkan i3s adalah mobil listrik murni pertama yang diluncurkan ke pasar Indonesia.

”Sub-brand BMW i adalah jalan ke depan menuju era baru mobilitas. Dan kami sangat gembira bisa meluncurkan versi lebih sporty dari mobil elektrik penuh BMW i3s untuk Indonesia dan menjadi pemegang merek pertama yang secara resmi memasarkan mobil berteknologi BEV sesuai klasifikasi yang disyaratkan peraturan pemerintah di sini,” ungkap Presiden Direktur BMW Group Indonesia Ramesh Divyanathan.

Kompas/ Eddy Hasby
Nissan LEAF di ajang GIIAS 2019, ICE BSD, Tangerang, Kamis (18/7/2019).

Saat ditanya mengapa Mercedes meluncurkan mobil ini sebelum regulasi dan insentif dari pemerintah diberlakukan, Dennis menjawab tegas,”Mercedes tidak pernah menunggu. Dulu saat mobil pertama dibuat oleh Carl Benz dan Gottlieb Daimler, kami juga tidak menunggu-nunggu ada regulasi pemerintah dulu.”

Pelaku industri lain memilih menunggu sedikit lebih lama. Nissan, misalnya, berjanji akan memasukkan mobil listriknya, Nissan Leaf, ke Indonesia pada tahun 2020. Nissan memandang produk tersebut harus segera dimasukkan ke Indonesia walau infrastruktur dan insentif dari pemerintah belum ada secara nyata.

”Terkait pertanyaan, apakah sebuah pasar sudah siap menerima mobil listrik? Jawabannya adalah itu hanya akan siap saat para produsen memasarkan mobil-mobil listrik mereka. Kami akan memasukkan mobil listrik ke Indonesia dan saya yakin beberapa merek lain pun juga akan mendatangkan mobil listrik mereka,” ungkap Vincent Wijnen, Senior Vice President Nissan Asia & Oceania, kepada Kompas, Kamis (18/7/2019).

Kompas/ Priyombodo
Deretan mobil listrik Toyota Prius jenis hybrid dan Plug-in Hybrid yang akan diserahkan kepada enam perguruan tinggi negeri oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono di Kementerian Perindustrian Jakarta, Rabu (4/7/2018). Kementerian Perindustrian menggandeng Toyota Indonesia dan enam perguruan tinggi negeri untuk bersama melakukan riset dan studi secara komprehensif tentang pentahapan teknologi kendaraan listrik di dalam negeri.

Sementara Toyota, yang memelopori pemasaran mobil berteknologi EV dengan Toyota Prius Hybrid sejak 2007, masih percaya diri dengan memasarkan mobil-mobil berteknologi hibrida (hybrid electric vehicle/HEV).

Saat ini Toyota memasarkan empat model mobil hibrida, yakni Alphard Hybrid, Camry Hybrid, C-HR Hybrid, dan Prius Hybrid. ”Khusus Prius Hybrid kami pasarkan dengan metode spot order. Saat ada yang membeli, baru kami pesankan langsung dari Jepang,” ungkap PR Department Head PT Toyota Astra Motor (TAM) Rouli Sijabat.

”Sementara ini kami masih fokus di segmen HEV, melanjutkan apa yang sudah kami mulai lebih dari 10 tahun lalu, sambil bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan target 20 persen EV di tahun 2025, dan bisa jadi itu kami lakukan dengan memperkenalkan model PHEV nantinya,” papar General Manager Eksekutif PT TAM Franciscus Soerjopranoto, Senin (22/7/2019).

Soerjo menambahkan, dengan mempertimbangkan dilema antara ketersediaan kendaraan EV dan infrastrukturnya, pihaknya melihat mobil-mobil hibrida, baik HEV maupun PHEV, menjadi solusi jangka pendek terbaik saat ini.

Kompas/ Iqbal Basyari
Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Mochamad Ashari melakukan uji kendara mobil listrik Lowo Ireng Reborn di Rektorat ITS Surabaya, Kamis (19/7/2019). Mobil listrik ini mampu melaju dengan kecepatan hingga 160 kilometer per jam dan memiliki torsi 200 Newton meter. Riset mobil listrik di Tanah Air harus terus didorong.

”Kenapa? Karena kita bisa segera merealisasikan visi dan misi penurunan gas buang CO2 dan penggunaan BBM tanpa memperdebatkan adanya infrastruktur atau tidak. Sedangkan untuk jangka panjang, tentunya APM bersama pemerintah akan memikirkan solusi berikutnya untuk penurunan emisi gas buang CO2 dan penggunaan BBM melalui BEV atau FCEV (fuel cell electric vehicle),” papar Soerjo.

Terciptanya lingkungan yang lebih bersih menjadi pertimbangan utama penyusunan aturan tentang kendaraan listrik, selain isu keterbatasan bahan bakar fosil. Sayangnya, sejak disiapkan tahun 2017, draf peraturan presiden mengenai pemanfaatan tenaga listrik untuk transportasi hingga kini belum juga disahkan. Penyebabnya, draf perpres yang belum kunjung diterima Presiden Joko Widodo.

”Belum sampai di meja saya. Kalau sudah sampai di meja saya, saya tanda tangani pasti,” kata Presiden Joko Widodo (Kompas, 2/8/2019).

Aturan terkait mobil listrik diharapkan dapat menekan impor minyak dan elpiji serta mendorong pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan. Tahun 2017, presiden telah mengeluarkan instruksi tertulis mendukung pengembangan mobil listrik demi terciptanya lingkungan yang lebih bersih, seperti diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan (Kompas, 20/7/2017).

Selain Kementerian ESDM, instansi lain yang terlibat dalam penyusunan draf atau rancangan peraturan tersebut adalah Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian. Salah satu hal yang dibahas dengan Kementerian Keuangan adalah mengenai perpajakan. Dengan sistem perpajakan saat ini, impor mobil listrik menjadi sangat mahal harganya.

”Ide teknisnya, baterai mobil listrik, bila tenaganya habis, bisa ditukar dengan yang sudah terisi penuh. Sistemnya semacam penukaran tabung elpiji. Soal perakitan di mana dan impor segala macamnya itu di Kementerian Perindustrian,” ujar Jonan.

Kompas/ Priyombodo
Pengisian cepat pada unit mobil BMW di area khusus pengisian mobil listrik di SPBU Coco Kuningan, Jakarta, pada saat peluncuran pilot project Green Energy Station (GES) oleh PT Pertamina (Persero), Senin (10/12/2018). Di SPBU tersebut telah terpasang empat unit charging station sebagai sarana pengisian daya untuk kendaraan listrik.

Jonan menambahkan, jika rencana itu terealisasi, impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM), termasuk elpiji, oleh Indonesia akan turun drastis. Penggunaan tenaga listrik untuk transportasi juga sejalan dengan rencana bauran energi nasional, yakni 23 persen dari energi terbarukan pada 2025.

Mengenai rencana tersebut, Direktur Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, isu kecukupan pasokan daya listrik untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia bukanlah masalah utama. Pasokan listrik yang ada di Indonesia, terutama di kota-kota besar, sangat cukup untuk pemanfaatan mobil listrik. Isu yang krusial adalah kemudahan mengisi tenaga baterai di ruang publik.

”Selain itu, bagaimana sumber energi pembangkit listriknya? Apabila masih menggunakan batubara, tetap saja ada kontribusi emisi gas rumah kaca yang besar. Akan lebih bagus jika memanfaatkan sumber energi terbarukan,” ujar Fabby.

Kompas/bahana patria gupta
Mekanik menguji motor listrik GESITS di Teaching Industry Pusat Unggulan IPTEK-Sistem dan Kontrol Otomotif (PUI-SKO) Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang baru diresmikan oleh Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi Muhammad Nasir di Surabaya, Jumat (15/12/2019). Teaching Industry dibuat salah satunya untuk mendukung pengembangan tenaga kerja untuk sepeda motor listrik. Riset mobil dan motor listrik mendukung upaya menciptakan lingkungan yang lebih bersih.

Sumber energi terbarukan diusulkan menjadi prioritas dalam rencana pengembangan mobil listrik. Pemanfaatan sumber energi fosil untuk mobil listrik tak sejalan dengan kesepakatan pengurangan gas rumah kaca, seperti disampaikan anggota Dewan Energi Nasional Sonny Keraf (Kompas, 1/8/2017).

”Ide pengembangan mobil listrik, kan, untuk mengurangi efek gas rumah kaca. Jadi, idealnya memang harus memanfaatkan sumber energi terbarukan, bukan dari energi fosil. Kebijakan mobil listrik akan efisien dengan sumber energi terbarukan,” ujarnya.

Berbagai negara telah merespons kehadiran mobil listrik dengan menelurkan berbagai kebijakan. Di Amerika Serikat, konsumen menikmati potongan pajak 2.500 – 7.500 dolar AS per unit mobil listrik tergantung kapasitas baterai. Sementara, bagi yang mengonversi dari kendaraan konvensional ke listrik, memperoleh potongan pajak maksimum 4.000 dolar AS, seperti disebutkan situs ieahev.org.

Kompas/ Priyombodo
PT Blue Bird, Tbk meluncurkan mobil tenaga listrik sebagai armada terbarunya di Jakarta, Senin (22/4/2019). Pada tahap awal dioperasikan 25 unit mobil listrik BYD untuk layanan Bluebird dan 4 unit mobil listrik Tesla untuk layanan Silverbird. Peluncuran dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, Direktur PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono, serta Presiden Direktur Blue Bird Group Holding Noni Purnomo.

Norwegia tergolong paling progresif dalam hal ini. Negara ini sampai disebut sebagai ibu kota mobil listrik berkat kebijakan subsidi pembelian dan berbagai insentif yang diberikan. Dikutip dari Cleantechnica.com, pemilik mobil listrik di negara ini dibebaskan dari pajak kepemilikan dan tambahan pajak 25 persen.

Mereka juga diperlakukan istimewa, yakni bebas tarif tol dan naik feri serta gratis biaya parkir di beberapa kota. Dengan segala kemudahan ini, tahun 2017 terjadi peningkatan penjualan mobil listrik hingga 20 persen. Nissan Leaf menjadi pemimpin pasar, disusul VW e-Golf, BMW i3, Tesla Model X, dan Tesla Model S.

Negara-negara lain yang juga telah mengeluarkan peraturan terkait mobil listrik adalah Belanda, Inggris, Perancis, Spanyol, Denmark, Jerman, dan Swiss. Perancis menargetkan, pada akhir tahun 2020 sudah tersedia 100.000 stasiun pengisian baterai mobil listrik di seluruh penjuru negeri itu.

Di Denmark, dua tahun lalu, Perdana Menteri Lars Lokke Rasmussen menyatakan melarang penjualan mobil baru bertenaga diesel dan bensin selama 12 tahun ke depan. Dengan demikian, diharapkan 17 tahun ke depan semua mobil yang lalu lalang di Denmark adalah mobil listrik atau mobil lain yang beremisi nol.

Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia telah memasuki era baru pemasaran mobil listrik dengan makin banyaknya mobil berteknologi EV di pasaran saat ini.

Namun, jika hal ini tak segera diikuti oleh perubahan regulasi lama, tak seorang pun bisa memprediksi kapan mobil ramah lingkungan yang bisa memangkas konsumsi bahan bakar fosil ini akan bertahan di Indonesia.