S ecara kodrati, sejak awal sejarah otomotif, mobil-mobil yang dilabeli sebagai ”premium” atau ”mewah” memang dirancang untuk memberi serba lebih bagi pembeli dan penggunanya. Lebih besar, lebih lega, lebih nyaman, lebih aman, lebih canggih, lebih cantik desainnya, lebih lengkap fiturnya, dan tentu saja konsekuensinya: lebih mahal.
Segala yang lebih-lebih itu memberikan segala privilese bagi penggunanya. Bagian protokoler semua negara dan kerajaan di dunia ini kemudian memilihkan kendaraan-kendaraan terbaik seperti itu bagi para pemimpin, pejabat, dan tamu kehormatannya untuk alasan keamanan, kenyamanan, sekaligus simbol prestise, gengsi, kehormatan, martabat, sekaligus kemakmuran negara yang bersangkutan.
Tak terkecuali di Indonesia. Bahkan sejak negara ini merdeka pada 1945, presiden pertama kita, Ir Soekarno, sudah mendapat privilese menggunakan mobil-mobil berkelas premium ini. Simak saja salah satu foto dokumentasi saat iring-iringan Presiden Soekarno menggunakan sedan limosin Buick 8 menuju Pegangsaan Timur, Jakarta, suatu hari pada 1945.
Kompas edisi Jumat, 31 Agustus 1979, memuat berita saat mobil limosin buatan Amerika Serikat itu diserahkan untuk koleksi museum di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat. Dikisahkan, mobil buatan tahun 1939 tersebut semula adalah milik Kepala Departemen Perhubungan Jepang di Jakarta. Mobil kemudian disita oleh Sudiro, salah satu pemuda pergerakan kemerdekaan, yang kemudian melarikan mobil itu ke Pegangsaan Timur 56, Jakarta, untuk digunakan sebagai mobil dinas Bung Karno.