Tradisi muludan hidup dalam masyarakat Cirebon, Jawa Barat, selama ratusan tahun. Gelaran saban tahun itu mengajarkan indahnya kesenian, keberkahan, hingga keberagaman. Mari mengenal berbagai ritual yang nilainya masih relevan hingga kini dan nanti.
Bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriah jadi waktu tepat berkunjung ke Cirebon. Saat itu, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Meski penanggalan Masehi Maulid jatuh pada Sabtu (9/10/2022), masyarakat Cirebon merayakan momen tradisi muludan itu sebulan sebelumnya. Keraton Kanoman dan Keraton Kasepuhan, sekitar 2 kilometer dari Balai Kota Cirebon, menjadi lokasi yang paling semarak. Selain tempat asal mula tradisi muludan, keraton berusia sekira 500 tahun itu juga menjelma jadi pusat penyelenggaraan aneka ritual hingga kegiatan perekonomian.
Tahun 2022 ini, Keraton Kanoman menyuguhkan pasar muludan sebulan suntuk. Setelah melewati Pasar Kanoman yang macet dan becek saat hujan, pengunjung lalu masuk ke pasar muludan. Ratusan pedagang dengan lapak kayu berjejer. Tenda biru dan oranye menaungi mereka. Ada juga pedagang yang duduk beralaskan koran di atas rumput. Sejumlah pedagang kaki lima juga berkeliling dengan jalan kaki. Keraton jadi toko serba ada. Mulai dari mi bakso, nasi jamblang, peralatan dapur, pakaian, sepatu, hingga batu akik. Harganya pun relatif terjangkau.
Pasar ini menampilkan aneka atraksi. Mulai dari pembuat martabak yang beraksi dengan iringan musik dangdut, penjual obat dengan bahasa berbunga-bunga, hingga peramal yang menerawang masa depan. Bagi anak-anak, hiburan banyak tersedia. Mulai dari kapal kelotok tempo dulu, mainan pasir, odong-odong, hingga komidi putar yang ditarik oleh manusia dan wahana kapal kora-kora. Persis seperti pasar malam. Tangisan anak-anak yang merengek ingin main pun kerap terdengar di sana-sini.
Almarhum Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat pernah mengatakan, pasar muludan dapat menampung 700-1.000 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). ”Uang yang berputar sebulan bisa Rp 20 miliar,” ujarnya.
Tidak hanya pedagang, warga kampung pun bisa meraup untung. Bermodal peluit dan tali rafia, mereka menyulap halaman rumah jadi tempat parkir. Ada juga yang berjualan botol plastik dan jeriken untuk menampung air bekas pencucian benda pusaka. Air ini jadi rebutan. Keuntungan ekonomi ini, menurut Juru Bicara Kesultanan Kanoman Ratu Raja Arimbi, merupakan salah satu makna mencari berkah dalam tradisi muludan. Potensi ekonomi ini datang dari ribuan orang yang hilir mudik sebulan lebih. Dalam rentang waktu itu, ada aneka ritual.
Di Keraton Kanoman terdapat 38 kegiatan menyambut Maulid Nabi Muhammad yang dimulai pada 29 Agustus hingga 12 Oktober tahun ini. Selama itu, pintu keraton terbuka lebar. Warga dari sejumlah daerah di Cirebon dan sekitarnya berdatangan. Tidak sedikit juga yang ikut menginap.