Siapkah Pasar Tradisional Terapkan Normal Baru?

Pasar tradisional atau pasar rakyat adalah rumah ekonomi masyarakat. Di pasar itulah banyak orang yang berbeda latar belakang bertemu. Ada yang berdagang, ada yang membeli, ada yang memasok, ada yang mengelola, dan ada yang mengangkut barang-barang.

Ratusan dan bahkan ribuan orang bisa tumplek blek di pasar. Mereka bisa berasal dari daerah mana pun. Dalam tulisan ”Pasar Tradisional: Rumah Budaya dan Rumah Ekonomi” karya Aris Saputra dan Wiharto dalam buku Rumah Ekonomi Rumah Budaya: Membaca Kebijakan Perdagangan Indonesia (2012) disebutkan, pasar bukan sekadar tempat berdagang. Pasar adalah rumah.

Lebih lanjut, menurut Aris dan Wiharto yang saat itu Ketua dan Sekretaris Pasamuhan Pedagang Pasar Tradisional Surakarta, di pasar terjalin persaudaraan antar-pedagang, kedekatan antara pedagang dan pembeli, serta tempat membaurnya orang dari berbagai latar belakang.

Namun, di tengah masifnya pandemi Covid-19, pasar sebagai medan perjumpaan banyak orang terlambat ditangani. Pasar kini telah menjadi kluster penularan Covid-19 yang disebabkan virus korona baru.

Data Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), per 29 Mei 2020, sudah ada 214 pedagang pasar yang positif terkena Covid-19 dan 19 orang meninggal akibat Covid-19. Paling banyak kasus muncul di Jawa Timur, seperti Surabaya, Malang, dan Mojokerto.

Padahal, pasar terhubung dengan pergerakan para pedagang yang berjualan sayur-mayur di kantong-kantong permukiman atau yang membuka usaha warung makan. Mereka berbelanja bahan dagangan di pasar.

Para pemasok bahan dagangan ke pasar juga berpotensi sebagai sumber penularan karena mereka akan kembali ke daerah masing-masing. Di sini, pasar menjadi titik mula persebaran virus korona ke banyak simpul mata rantai pasar hingga ke konsumen akhir.