Para Pemungut Sampah di Tengah Wabah

Pemulung adalah bagian dari mata rantai proses: kurangi, gunakan kembali, dan daur ulang sampah. Namun, sejak dulu sampai sekarang, peran para pemungut sampah ini selalu dinomorduakan.

Pandemi Covid-19 secara tidak langsung berdampak pada pemulung sampah. Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah wilayah berdampak pada berhentinya kegiatan perkantoran, komersial, serta sekolah.

Setelah pembatasan, semua kegiatan terpusat di rumah. Berhentinya kegiatan tersebut, salah satunya berdampak pada penurunan volume sampah. Sebagai gambaran terjadi di Jakarta yang telah melaksanakan sistem PSBB dari 10 April. Tonase sampah dari Jakarta menuju Bantargebang menurun dengan rata-rata 620 ton per hari.

Pada kondisi sekarang setelah PSBB berjalan hampir dua bulan, penurunan volume sampah per hari diproyeksi semakin besar. Berdasarkan catatan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta, hingga 6 Mei ada 3.964 perusahaan dengan 1.060.051 tenaga kerja yang harus bekerja dari rumah.

 

Volume sampah per hari yang dihasilkan oleh setiap karyawan kantor, menurut SNI Pengelolaan Sampah Permukiman, adalah 0,75 liter. Jadi dengan sekitar 1,06 juta karyawan yang bekerja di rumah, sampah perkantoran berkurang  795,04 ton.

Tidak hanya perkantoran yang libur, tetapi juga sekolah. Tercatat di BPS DKI Jakarta, ada 1,93 juta siswa TK-SMA serta 742.421 mahasiswa yang belajar di rumah. Timbulan sampah yang dihasilkan dari satu orang pelajar atau mahasiswa menurut SNI adalah 0,15 liter per hari. Dengan jumlah pelajar dan mahasiswa yang harus beraktivitas dari rumah, produksi sampah dari kawasan pendidikan berkurang paling tidak hingga 401 ton.

Secara keseluruhan, total volume sampah perkantoran dan sekolah diperkirakan menjadi 1.195,32 ton. Mengacu pada volume sampah sebelum PSBB adalah 9.341,16 ton, sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta berkurang menjadi 8.145,84 ton.