Pasukan elite dunia yang dikenal sebagai pasukan komando (Inggris: commando) pada Perang Dunia II sejarahnya justru diawali dalam konflik di Afrika. Semasa Perang Boer di Afrika Selatan antara pasukan Inggris melawan gerilyawan keturunan Belanda (bangsa Boer), kaum Boer membentuk satuan-satuan kecil yang diberi nama: Commando.

Ketika itu pada tahun 1899-1902, para gerilyawan Boer bergerilya dengan jumlah kecil, menunggang kuda, dan bersenjatakan senapan bergerilya di pegunungan pedalaman Oranje Vrij Staat dan Republik Afrika Selatan di sekitar Transvaal, Mafeking, Kimberly, dan Ladysmith melawan pasukan Inggris yang bersenjata lengkap.

Pada tahun pertama konflik, 1899-1900, pertempuran berlangsung konvensional. Pasukan Inggris menghadapi milisi Boer. Bahkan, pasukan Boer juga mengepung beberapa kedudukan Inggris. Bahkan, menjelang pergantian abad, pihak Boer mengalahkan pasukan Inggris dalam rangkaian yang dalam laporan majalah Time ketika itu disebut sebagai Black Week tanggal 10-17 Desember 1899. Ketika itu, Inggris kehilangan lebih dari 2.700 prajurit tewas, terluka, dan hilang dalam pertempuran di sekitar Mafeking, Kimberly, dan Ladysmith.

Karena keberhasilan pihak Boer dalam pertempuran Black Week, Inggris menambah pasukan berlipat ganda dari Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, jauh melampaui kekuatan Boer. Bahkan, Mohandas Karamchan Gandhi (kelak dikenal sebagai Mahatma Gandhi, Bapak Bangsa India) ketika itu menjadi prajurit medis Inggris dan terlibat pertempuran di Spion Kop. Walhasil pihak Boer yang kewalahan beralih ke perang gerilya. Perbandingan jumlah prajurit Inggris dan Kommando Boer adalah 10 berbanding 1.

Inggris menggerakkan pasukan dengan rangkaian kereta api bersenjata mengikuti jalur kereta api. Pada kurun waktu sama, Belanda juga memanfaatkan kereta api untuk operasi militer di Aceh dalam Perang Aceh (1873-1904).

GUTENBERG.ORG/REGINALD SHEPPARD
Pasukan Boer di Spion Kop, Afrika Selatan, dalam Perang Boer. (Buku With The Boer Forces)

Seperti taktik Belanda membangun Benteng Stelsel—yakni kubu pertahanan—yang tersebar ketika menghadapi Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830), Inggris juga membangun Block House, yaitu pos-pos pertahanan di wilayah Boer sepanjang jalur kereta api militer mereka.

Pasukan Kommando Boer menghindari pertempuran langsung dan berulang kali menghajar pasukan Inggris dalam serangan hit and run. Inggris yang kewalahan pun harus mendatangkan bala bantuan dalam jumlah besar.

Pasukan Komando berulang kali menghancurkan rel kereta api dan menyerang rangkaian kereta api yang terjebak karena jalur rel terputus. Winston Churchill kala itu mencatat, rangkaian gerbong kereta yang mengangkut pasukan Inggris itu memang efektif menjangkau daerah pedalaman yang dikuasai Boer. Akan tetapi, jika rel kereta api dihancurkan, rangkaian kereta api tersebut terjebak dan menyongsong maut di tengah padang belantara Afrika.