Pemain Bisnis Ponzi “Berkawan” dengan Aset Kripto

Seorang pria di Florida, Amerika Serikat, membayar dua potong pizza dengan 10.000 koin virtual Bitcoin pada 2010 silam. Kini, nilai aset digital itu berkisar Rp 600 juta-Rp 700 juta per koin. Bitcoin pun membuka jalan bagi geliat investasi dan jual-beli di dunia aset kripto.

Lonjakan harga itu membuat makin banyak yang menjadikan Bitcoin atau aset kripto bernama lain sebagai instrumen investasi. Aset kripto berdampingan dengan—atau malah menggeser—instrumen konvensional macam emas, deposito, reksadana, atau saham dalam portofolio investasi.

Indonesia tak ketinggalan tertular demam kripto. Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan menunjukkan, jumlah pelanggan aset kripto di Tanah Air per November 2021 sudah menembus dua digit, yakni 10,5 juta pelanggan. Padahal, hingga Februari 2021, jumlah pelanggan terdaftar baru 3,7 juta pelanggan. Bandingkan dengan jumlah investor saham yang hanya naik menjadi 7,49 juta di 2021 dari angka 3,8 juta investor tahun 2020 (Kompas, 4/1/2022).

Sayangnya, lonjakan ekstrem jumlah peminat aset kripto berkorelasi positif dengan pertumbuhan risiko penipuan dan kecurangan di sektor tersebut. Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) sepanjang 2017-2021 sudah menetapkan total 70 entitas aset kripto sebagai entitas ilegal.

Dalam wawancara dengan Kompas, Ketua SWI Tongam L Tobing menyebutkan, pihaknya menggunakan tiga parameter dalam penetapan entitas kripto ilegal. Pertama, tidak punya izin sebagai pasar fisik (exchange), menawarkan, atau melakukan perdagangan aset kripto. Kedua, menawarkan imbal hasil tetap. Ketiga, menerapkan pola anggota rekrut anggota (member get member), pemasaran berjenjang (MLM), yang mengarah ke skema piramida.

“Apabila ada penawaran aset kripto yang memberikan bonus kepada anggotanya, berdasarkan jumlah rekrutmen anggota, skema piramida, kita juga indikasikan sebagai ilegal,” tutur Tongam.

Tim Investigasi Kompas menelusuri informasi dan lokasi-lokasi berkaitan empat entitas ilegal versi SWI, plus satu entitas yang belum masuk daftar tersebut tetapi dilaporkan menipu konsumen. Semuanya menggunakan iming-iming keuntungan besar dan tetap serta menerapkan skema anggota rekrut anggota atau pemasaran berjenjang (MLM) untuk memperbesar jumlah nasabah secara cepat. Berikut hasil penelusuran kami:

Tips Menekan Risiko pada Aset Kripto

Bagi orang yang baru belajar menyetir, agak kurang pas jika memakai mobil balap sebagai pilihan kendaraan. Mobil jenis city car atau SUV menjadi pilihan yang lebih masuk akal karena relatif lebih mudah dikendalikan. Dalam dunia investasi, mobil balap tersebut bisa diibaratkan sebagai aset kripto. Sementara mobil city car dan SUV diibaratkan sebagai tabungan deposito atau saham.