Peran Kiai dalam Perjuangan Kartini

Pahlawan nasional RA Kartini dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita. Semangat feminisme RA Kartini ternyata tumbuh subur dari salah satu sumber utama, yakni Kiai Sholeh Darat, sang guru ngaji yang juga ulama otoritatif di Jawa pada akhir abad ke-19.

Mochamad Ichwan, Sekretaris Komunitas Pecinta Sholeh Darat (Kopisoda), yang ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Jumat  (5/8/2022), mengatakan, berdasarkan kajian mendalam, diyakini istilah yang digunakan Kartini, yakni ”habis gelap terbitlah terang”, berasal dari salah satu ayat dalam kitab suci Al-Quran.

”Judul buku Habis Gelap Terbitlah Terang itu kami yakini asalnya dari Surat Al-Baqarah ayat 257. RA Kartini belajar mengaji secara serius ke Kiai Sholeh Darat karena tidak puas karena sudah dapat membaca Al-Quran, tetapi belum memahami artinya. Sesudah mempelajari Al-Fatihah, Kartini kemudian belajar Surat Al-Baqarah dan seterusnya hingga menuntaskan belajar Al-Quran. Kartini belajar kitab tafsir Faidur Rohman. Dalam surat kepada sahabatnya, Stella Zihandelaar, tanggal 6 November 1899, Kartini menceritakan kegalauannya dalam mempelajari agama Islam yang dikritisinya. Para pemangku hanya mengajarkan membaca ayat–ayat Al-Quran tanpa menyampaikan artinya,” kata Ichwan yang berasal dari Rembang, Jawa Tengah.

Dalam terjemahan Al-Quran terbitan Kementerian Agama disebutkan, bagian pertama dari ayat 257 Surat Al-Baqarah  berbunyi: ”Allah pelindung orang yang beriman. Dia (Allah SWT) mengeluarkan mereka dari kegelapan (maksudnya kekafiran) kepada cahaya (iman)…”.

Ayat tersebut diyakini menjadi inspirasi karya RA Kartini Dari Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis Tot Licht…), yang lebih lanjut diterjemahkan RA Kartini dengan pencerahan dan kesetaraan bagi kaum perempuan di Jawa akhir 1890 dan awal 1900-an.

Daya kritis Kartini, lanjut Mochammad Ichwan, disampaikan kepada sahabatnya, Nyoya Abendanon, dalam surat tanggal 15 Agustus 1902 yang menuliskan, ”Jangan–jangan guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja”.

Dok Museum Pusat Jakarta
Arsip foto tak bertanggal memperlihatkan Kartini sedang membatik dengan adik-adiknya Rukmini (tengah) dan Kardinah (kiri).

Surat-surat RA Kartini yang dijadikan buku tersebut dikumpulkan oleh JH Abendanon, sahabatnya (seorang Yahudi Belanda), dan diterbitkan pertama kali tahun 1911. Buku tersebut dicetak sebanyak lima kali. Selanjutnya, tahun 1922, buku tersebut diterbitkan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran yang diterbitkan Balai Pustaka.

Perjuangan Kartini diwujudkan dengan keberadaan sekolah bagi kaum perempuan. Langkah itu kemudian dilanjutkan menjadi Sekolah-sekolah Kartini di Jawa yang lahir dari gagasan pencerahan dan kegigihan RA Kartini dalam mendalami ajaran agama Islam.