Pertempuran Pasukan “Semut Merah” Vs Sekutu

Palagan Ambarawa adalah pertempuran infanteri terbesar dalam sejarah militer Indonesia. Para serdadu TKR menggunakan bambu runcing dan senapan Arisaka rampasan dari Jepang, berhadapan dengan serdadu Inggris-India dengan senapan Lee Enfield.

Belum sebulan setelah terjadi pertempuran Surabaya 10 November 1945, pada 15 Desember 1945, pecah pertempuran Palagan Ambarawa. Perang terjadi antara ribuan serdadu Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Indonesia dan ribuan serdadu Inggris. Peristiwa ini juga hanya berselang dua bulan dengan pertempuran lima hari di Semarang (15-19 Oktober 1945).

Para serdadu TKR menggunakan bambu runcing (takehari) dan senapan Arisaka rampasan dari Jepang. Mereka berhadapan dengan ribuan serdadu Inggris-India dan Gurkha yang terkenal dengan senapan infanteri Lee Enfield di mandala Ambarawa, Jawa Tengah, atau 50 kilometer selatan Kota Semarang.

Pertempuran Ambarawa merupakan pertempuran infanteri terbesar dalam sejarah militer Indonesia. Pertempuran ini diawali dengan rangkaian konflik antara pasukan Sekutu dengan TKR dan para pemuda Republiken. Pasukan Sekutu dimotori pasukan dari British India di Magelang, Ambarawa, dan Semarang.

Republik Indonesia yang hanya mengandalkan kekuatan darat harus menghadapi serangan udara (straffing atau penembakan dari udara), pengeboman, dan tembakan artileri (barrage) meriam. Belum lagi serangan dari pasukan dengan tank ringan Stuart dan kendaraan lapis baja (armoured personnel carrier atau APC), seperti bren gun carrier. Duel senjata infanteri pun dilakukan melawan pasukan Inggris yang bersenjata lengkap.

kompas/p raditya mahendra yasa
Drama kolosal pertempuran Palagan Ambarawa di Lapangan Jenderal Soedirman, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (15/12/2018).

Pesawat tempur ”Cocor Merah” P-51 Mustang, Supermarine Spitfire Royal Air Force (RAF) yang menguasai langit Pulau Jawa, terus-menerus menyerang posisi pasukan TKR yang berdatangan dari Karesidenan Kedu, Banyumas, Solo, dan Divisi Salatiga.

Kala itu, Kepala Komando Gabungan Sekutu Winston Churchill menjalankan mandat sebagai pemenang Perang Dunia II, yakni mengembalikan kekuasaan Belanda di Hindia Belanda, Perancis di Indochina, serta Inggris di Malaya-Singapura.

Sebagai pelaksana adalah Kepala Staf Komando Asia Tenggara (South East Asia Command/SEAC) Laksamana Lord Louis Mounbatten, yang juga paman dari Pangeran Charles, pewaris takhta Kerajaan Inggris.

Selain itu, mereka juga bertugas menyelamatkan tawanan perang Sekutu di kamp-kamp yang dibuat Jepang di Jawa dan Sumatera serta melucuti dan memulangkan tentara Jepang  yang kalah perang (repatriasi).