Setelah sukses menggelar Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Surakarta tahun 1948 dalam suasana perang dan tekanan Belanda, Republik Indonesia semakin bersemangat menggelar PON II di Jakarta tahun 1951. Perhelatan PON digelar pemerintah Indonesia seusai perdamaian dengan Belanda melalui pengakuan kedaulatan atau souvereiniteit oversdracht Republik Indonesia tanggal 27 Desember 1950.
PON II dibuka Presiden Soekarno di lapangan Ikatan Atletik Djakarta (Ikada)—dalam catatan wartawan senior Julius Pour lapangan tersebut adalah rancangan arsitek Liem Bwan Tjie—di sisi sebelah tenggara lokasi yang kini menjadi lapangan Monas.
Bak deja vu dengan rapat akbar di Lapangan Ikada tanggal 19 September 1945, lepas sebulan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, sekali lagi Presiden Soekarno berorasi di tengah massa dalam pembukaan PON II di Jakarta. Berbeda dengan PON I dalam suasana perang melawan Belanda, kali ini peserta dari luar Jawa sudah bisa ikut serta dan hadir ke Jakarta.
PON II yang berlangsung pada 21-28 Oktober 1951 itu dihadiri kontingen dari Maluku, Kalimantan, Sumatera, dan sejumlah daerah di Jawa. Sebanyak 18 cabang olahraga dipertandingkan dalam perhelatan itu. Mulai dari anggar, angkat berat, atletik, balap sepeda, bola basket, bola keranjang, bola voli, bulu tangkis, hoki, kasti, menembak, panahan, pencak silat, polo air, renang, rounders, sepak bola, hingga tenis.
Sejarawan olahraga dari Universitas Negeri Surabaya, Rojil N Bayu Aji, mengatakan, gelaran PON II itu menjadi momen penting bak kenduri kebangsaan yang ditegaskan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta saat pembukaan. Semangat yang diboyong Soekarno adalah menghimpun massa rakyat untuk bersatu, membangun karakter bangsa, dan unjuk gigi di hadapan dunia sebagai bangsa yang berusia muda, tetapi mampu menggelar pekan olahraga dan siap bertanding dalam ajang olahraga dunia.
”Wakil Presiden Hatta membawa gagasan ekonomi kerakyatan dalam penyelenggaraan pesta olahraga. Dengan begitu, ia meyakini pertumbuhan ekonomi rakyat dan kemajuan di dunia olahraga akan saling menunjang,” ujar Bayu Aji.
Bung Karno, lanjut Bayu Aji, juga melakukan langkah strategis dengan memperkenalkan dan mempertandingkan pencak silat sebagai bagian dari upaya membangun identitas bangsa dan merangkul kawasan.