PON ketika itu bukan sekadar perayaan olahraga semata. Namun menjadi suatu bentuk diplomasi kepada dunia tentang eksistensi Republik Indonesia.
Pekan Olahraga adalah salah satu sarana beradu prestasi, merekatkan persaudaraan, dan juga unjuk gigi ke dunia luar. Itulah semangat yang diusung dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Surakarta pada 9-12 September 1948. Tanggal 9 September kemudian diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional di Indonesia.
Sebelum penyelenggaraan PON Solo, sejarawan Universitas Negeri Surabaya, Rojil Bayu Aji, mengatakan, Indonesia yang sedang berperang menghadapi Belanda tengah menyiapkan diri untuk mengikuti Olimpiade Musim Panas di London, Inggris, tahun 1948.
”Sayang, Indonesia tidak bisa mengirimkan kontingen karena belum mendapatkan pengakuan de jure sebagai negara anggota PBB. Disyaratkan bisa ikut menghadiri acara Olimpiade dengan menggunakan paspor Hindia-Belanda yang merupakan jajahan Kerajaan Belanda. Tentu saja itu ditolak para pengurus Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI),” kata Rojil.
Tidak patah arang, meski tidak jadi ikut Olimpiade bahkan untuk menjadi peninjau sekalipun, Pemerintah Republik Indonesia memutuskan menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Solo saat Indonesia baru tiga tahun merdeka dan sedang menghadapi perang melawan Belanda dan rongrongan berbagai kelompok di dalam negeri.
Rojil N Bayu Aji menerangkan, PON tersebut ditujukan mencari bibit berbakat untuk mempersiapkan diri keikutsertaan Indonesia dalam Asian Games I yang diagendakan tahun 1951, dan Olimpiade Musim Panas Helsinki di Finlandia tahun 1952. Selain itu, semangat yang dibawa dalam PON membangun persaudaraan dan persatuan Indonesia dan membangun karakter bangsa melalui dunia olahraga.
Dia mengutip pidato Menteri Pemuda dan Olahraga Wikana di tahun 1947 yang ditulis di majalah Tjakram: ”Gerakan olahraga telah nyata dan tidak bisa dipisahkan dari gerakan kebangsaan dan kewajiban bagi masyarakat adalah untuk memperhatikan gerakan olahraga sebagai suatu bagian kebulatan tekad perjuangan”.
Tujuan perjuangan Indonesia adalah menjadi negara besar. Status negara besar salah satunya diwakili dengan prestasi olahraga di dalam dan luar negeri hingga pada puncaknya Olimpiade. Menurut Menteri Pemuda dan Olahrga Wikana, hasil olahraga tidak bisa dilihat dari hasil pertandingan belaka, olahraga adalah pembangunan bagi perjalanan bangsa dan negara.
Presiden Soekarno pun membangun visi olahraga Indonesia yang merupakan sarana untuk membangun manusia, membangun komunitas nasional yang berarti membangun bangsa, dan menciptakan rasa hormat kepada sesama.