Seribu Parit di Pontianak

Kota seribu parit. Begitu julukan yang disematkan untuk Kota Pontianak di Kalimantan Barat. Sejak masa kolonial bahkan bisa jadi jauh sebelumnya, parit mengaliri kehidupan di kota ini, menjadi urat nadi perekonomian, menjaga keseimbangan ekologis, dan memperkuat pertahanan kota. Orang setempat menyebutnya paret.

Saat berkunjung ke Pontianak, Kalimantan Barat, orang akan menyaksikan parit-parit di berbagai sudut kota. Salah satunya, parit di daerah Kampung Arab, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, yang pada hari Sabtu (9/1/2021) terlihat berbeda. Tepiannya dihiasi pagar cantik berwarna biru dan kuning.

Demikian pula dengan pagar masuk menuju Kampung Arab yang dicat warna-warni. Kampung ini pada 5 Desember 2020 diresmikan sebagai daerah wisata baru.

Dampak positifnya, parit yang dulunya kurang terawat kini lebih tertata. Penataan kawasan ini merupakan bagian dari program infrastruktur berbasis masyarakat kota tanpa kumuh melalui Balai Pengembangan Kawasan Permukiman Provinsi Kalbar. Salah satu kegiatannya adalah penataan tepian parit.

Sehari-hari, jika air permukaan parit cukup tinggi, ada saja orang yang memanfaatkannya untuk bermain kano demi menikmati suasana berbeda. Sayangnya, pada Sabtu sore itu ketinggian air tidak memungkinkan untuk bermain kano.

Ingatan sejarah 

Parit-parit di Pontianak memiliki sejarah panjang. Diduga, parit-parit telah ada sejak sebelum masa Kesultanan Pontianak dan berlanjut pembuatannya pada masa kolonial Belanda. Sejak dulu, menurut Ketua Pontianak Urban Forest Deman Huri, parit-parit yang ada di Pontianak berupa parit alami ataupun buatan. Lebarnya 6 meter hingga 20 meter dan terdiri dari parit primer, sekunder, dan tersier.

Parit-parit dibangun untuk menjaga stabilitas dan sirkulasi air serta saling terhubung satu dengan lainnya. Tidak hanya itu, parit juga memiliki fungsi ekologis yang penting. Jika tidak ada parit, kota Pontianak yang dibelah oleh Sungai Kapuas, Landak, dan Punggur bisa terancam tenggelam.