Jual Beli Lahan Negara, Bikin Puncak Kian Rusak

Pesona kawasan Puncak seakan tak pernah pudar. Pemandangan alam dan suhu udara sejuk menjadi magnet yang mendorong warga Ibu Kota dan sekitarnya berbondong-bondong memadati kawasan ini. Namun, di balik pesonanya, tersimpan ancaman bencana dan permasalahan sosial yang bisa meledak setiap saat.

Persoalan ini berakar salah satunya pada maraknya praktik jual beli tanah negara di kawasan lereng Gunung Gede-Pangrango ini. Tata ruang kawasan Puncak yang tak konsisten memuluskan alih fungsi lahan hijau menjadi bangunan. Akibatnya, area resapan air hilang dan hulu Sungai Ciliwung ini diselimuti lahan kritis. Dampaknya, banjir bandang dan longsor terus mengintai.

Hari Selasa (19/1/2021), suasana tenteram Puncak mendadak buyar oleh banjir bandang yang terjadi di kawasan Gunung Mas, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Meski tak ada korban jiwa, bencana ini memaksa 474 warga mengungsi.

kompas/rony ariyanto nugroho
Polisi dan petugas satuan polisi pamong praja membantu warga mengungsi akibat banjir bandang di Gunung Mas, Desa Tugu Selatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/1/2021). Dalam peristiwa ini, dua rumah dan satu bangunan warung rusak. Sekitar 500 warga harus mengungsi.

Sepekan sebelumnya atau Minggu (10/1/2021), menjelang tengah malam terjadi longsor yang menutup Jalan Raya Puncak. Tidak ada korban jiwa tetapi longsor membuat jalan arteri penghubung Bogor-Cianjur terputus lebih dari 12 jam.

Sejatinya berbagai bencana itu tidak lagi mengejutkan karena kerap terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Banjir bandang terakhir adalah rentetan bencana alam yang terjadi di Puncak beberapa waktu terakhir. Belum hilang dari ingatan, pada Februari 2018, longsor besar terjadi di Jalan Raya Puncak. Satu orang meninggal dan tiga orang hilang.

Terhitung mulai 2016, bencana di Cisarua dan Megamendung tak hanya longsor tetapi juga banjir dan banjir bandang yang dapat terjadi 5-9 kali setahun. Sementara dalam konteks Jabodetabek, menurut kajian Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPTKPDAS) Surakarta, limpasan air permukaan di Puncak berkontribusi terhadap bencana banjir di Jakarta sebesar 8 persen.

Masifnya alih fungsi lahan di hulu Daerah Aliran Sungai Ciliwung ini menyebabkan hampir seluruh kawasan Puncak berada dalam kondisi kritis. Berdasarkan pemetaan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Hutan Lindung (BPDAS-HL) Ciliwung-Citarum, pada 2018 lahan ”sangat kritis” telah menyelimuti hampir separuh kawasan Puncak, meliputi Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Luasnya tak kurang dari 4.600 hektar. Selebihnya berada dalam kondisi ”agak kritis” hingga ”kritis”.