Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) merayakan hari lahir ke-93 di tahun ini. Mendekati usia satu abad, PSSI mencoba untuk meramu mimpi membawa tim nasional Indonesia berjaya di Asia hingga dunia.
Dengan melihat kondisi sepak bola Indonesia saat ini, sulit rasanya untuk melihat tim “Garuda” dalam waktu dekat bisa dianggap sebagai kekuatan utama sepak bola di Asia. Bahkan, untuk menjadi juara Asia Tenggara pun masih sulit.
Meski begitu, Indonesia pernah memiliki kisah manis di ajang dunia dan Asia. Indonesia pernah menembus babak perempat final Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia. Itu menjadi prestasi terbaik sepak bola Indonesia di ajang internasional.
Olimpiade 1956 itu adalah satu-satunya turnamen yang mencantumkan daftar skuad Indonesia di laman FIFA, federasi sepak bola dunia. Laga itu menjadi buah bibir dunia setelah Indonesia sempat menahan imbang raksasa sepak bola dunia saat itu, Uni Soviet, 0-0.
Pada dekade 1950-an hingga awal 1970-an, Garuda sempat pula disegani Asia karena sempat merebut medali perunggu Asian Games. Kemudian, Indonesia juga selalu bisa menembus babak perempat final Asian Games pada edisi 1966 dan 1970.
Tutur visual “Seri Legenda Sang Garuda” ini menampilkan tujuh pemain terbaik Indonesia yang membela timnas pada periode 1950-an hingga awal 1970-an. Ketujuh pemain itu bermain di posisi berbeda dan memiliki latar belakang etnis berbeda. Tulisan Ramang ini akan mengawali kisah tujuh pemain hebat yang pernah memperkuat tim nasional Merah Putih.
Jika Brasil memiliki Pele dan Argentina harum berkat kehebatan Diego Maradona, Indonesia punya mitos dan legenda sepak bola pada diri Ramang (1924-1987). Meski tidak mampu mempersembahkan gelar selama kariernya membela tim nasional Indonesia pada periode 1950-an hingga awal 1960-an, Ramang adalah pemain paling penting dalam laga sepak bola terbesar dalam sejarah tim ”Garuda”.
Laga itu tercipta di babak perempat final Olimpiade Melbourne 1956. Indonesia berhasil menahan imbang raksasa sepak bola kala itu, Uni Soviet, 0-0, sehingga memaksa Lev Yashin dan kawan-kawan memainkan pertandingan ulang. Itu adalah duel tersulit Uni Soviet dalam perjalanan mereka membawa pulang medali emas dari Melbourne 1956.