Robohnya “Eijkman” Kita

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dilebur menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman dan kantornya dipindahkan ke Cibinong Science Center. Sekalipun masih menyandang nama Eijkman, roh lembaga dan ekosistem riset sudah hilang, apalagi sebagian besar stafnya tidak diboyong. Tragedi Eijkman menjadi puncak gunung es dari rentetan huru-hara sentralisasi lembaga riset di Indonesia.

Jumat (7/1) pagi, untuk pertama kalinya di tahun 2022, Herawati Supolo Sudoyo kembali ke kantornya di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di kompleks Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 69, Jakarta Pusat. Bukan untuk bekerja, sebagaimana dijalani selama 30 tahun terakhir, melainkan untuk mengemasi barang-barang pribadinya yang sebagian besar berupa buku.

Tragedi Eijkman menjadi puncak gunung es dari rentetan huru-hara sentralisasi lembaga riset di Indonesia.

”Pertama datang ke mari 1990-an bersama Pak Sangkot. Saat itu, gedung ini terbengkalai, gelap, dan bau kotoran kelelawar. Debu di mana-mana. Saya ikut menyapu dan membereskan barang-barang,” kata Herawati. ”Sekarang saya harus mengemasi barang lagi karena diharuskan pergi.”

Herawati adalah salah satu murid Sangkot Marzuki di Universitas Monash, Australia, yang direkrut saat hendak mendirikan LBM Eijkman. Selain Herawati, murid Sangkot lain yang juga terlibat sejak awal adalah almarhum Ahmad Saifudin Noer dan Alida Roswita Harahap. Sangkot juga membawa dua mantan mahasiswanya yang berasal dari Thailand.

”LBM Eijkman dibangun dari nol, dengan peneliti hanya saya, lalu saya rekrut kelompok pertama, termasuk Hera. Sampai kemudian menjadi lembaga yang bereputasi internasional,” kata Sangkot Marzuki, dalam pertemuan daring, Rabu (5/1/2022). ”Maka, saya down, sedih sekali melihat nasib Eijkman saat ini.”

Warisan Eijkman

Pendirian LBM Eijkman tak lepas dari peran BJ Habibie yang saat itu menjadi Menteri Riset dan Teknologi. Seperti dikisahkan Sangkot, sekitar tahun 1987, Habibie menemani ibu kandungnya, Tuti Marini Puspowardojo yang dirawat di salah satu rumah sakit di Singapura.

Saat di Singapura itulah Habibie mengunjungi The Institute of Molecular and Cell Biology (IMCB) yang didirikan dua tahun sebelumnya. Lembaga biologi molekuler pertama di Asia Tenggara ini dipimpin Chris YH Tan, ilmuwan kelahiran Singapura yang bekerja di National Institute of Health (NIH), Amerika Serikat.