Seabad Gerabah Plered: Menolak Retak

Plered di Kabupaten Purwakarta sejak lama tersohor sebagai sentra kerajinan gerabah dan keramik di Jawa Barat. Lebih dari seabad, kerajinan ini bertumbuh dengan segala dinamikanya. Daya pikatnya tak hanya menarik pasar dalam negeri, tetapi juga mancanegara. Namun, perjalanannya tak mulus begitu saja. Regenerasi dan kreativitas menjadi tantangan utamanya.

Akhir tahun lalu, Yati (52), pemilik usaha keramik di Desa Anjun, Kecamatan Plered, kewalahan menerima pesanan dari sejumlah daerah. Secara rutin, ia mendapatkan pesanan dari Cikampek, Karawang, Jawa Barat, sekitar 8.000 buah pot bunga anggrek. Ia pun menyanggupinya dengan tenggat penyelesaian dua minggu. Dalam sehari, para perajin ditarget memproduksi 580 buah pot.

Ada 20 orang yang bekerja di lio atau tempat pembakaran gerabah milik Yati, terdiri dari 9 perajin, tenaga pencetak (3), bagian finishing (5), dan tenaga harian (3). Pada tahun 2010, ia memiliki total 40 pekerja dengan 50 persen di antaranya perajin atau pembuat gerabah. Tidak ada yang berusia di bawah 30 tahun, mayoritas di atas 40 tahun.

Tempat produksi berada tepat di belakang toko keramik yang produksinya sudah berlangsung turun-temurun. Tumpukan tanah liat siap pakai dan tempat pencetakan pot gerabah tampak berdekatan. Asap pembakaran membubung dari lio. Para perajin sibuk memilin-milin tanah liat lalu mengeringkan, meng-”angin-angin”-kan, mencetak, membakar, dan melakukan finishing gerabah.

”Banyak pesanan, tetapi tidak ada yang mengerjakan. Berat sekali mencari tenaga terampil yang tekun, sabar, ulet, dan telaten,” kata Yati.

Pengalaman Yati mencari calon perajin sampai ke pelosok belum berbuah manis. Yati menilai, kurangnya tenaga terampil dari kalangan muda karena mereka lebih memilih bekerja sebagai kuli bangunan dan buruh pabrik dengan upah Rp 600.000- Rp 700.000 per minggu. Sementara, upah perajin gerabah hanya Rp 400.000-Rp 600.000 per minggu.

”Teu aya (tidak ada) yang tertarik kerja begini. Teu sabar dan telaten ceunah (katanya). Upahnya tak sebanyak jadi buruh pabrik, masih harus kotor-kotor,” ujarnya sambil menirukan pemuda yang ditawarinya pekerjaan.