Presiden Joko Widodo mendatangi Ukraina dan Rusia dalam upaya membantu terciptanya perdamaian menyusul invasi Rusia ke Ukraina menyikapi perluasan pengaruh blok pertahanan NATO ke Eropa Timur. Jokowi bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy disusul pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Sesuai konstitusi Republik Indonesia, ikut memperjuangkan ketertiban dan perdamaian dunia selalu dikerjakan para presiden Republik Indonesia. Presiden Soekarno, ketika Republik Indonesia baru berusia 10 tahun, berhasil menggelar Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 yang mendorong kemerdekaan negara-negara Asia Afrika. Presiden Soeharto kemudian juga berhasil mendamaikan sejumlah faksi yang berperang di Kamboja melalui perjanjian damai Paris tahun 1991.

Sejarawan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia, FX Widiyanto, yang ditemui pada 19 Juli 2022 di Kantin Diplomasi Kompleks Kemlu Pejambon menceritakan, melalui KAA, banyak bangsa yang merdeka di tahun 1960-an dari penjajahan bangsa-bangsa Barat. Selain itu, Bung Karno juga berhasil mengegolkan dukungan bagi pengembalian Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia dalam keputusan KAA Bandung tahun 1955.

”Bung Karno berhasil mengundang empat perdana menteri dari India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma. Meski soal Irian Barat tidak disebut dalam Dasa Sila Bandung, itu tetap disinggung dalam agenda dekolonisasi Irian Barat dan negara-negara lain,” kata Widiyanto.

Penyelenggaraan KAA Bandung waktu itu banyak melibatkan peran Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo dan Menteri Luar Negeri Sunaryo yang menjabat tahun 1953-1955.

IPPHOS
Presiden Soekarno tatkala menyampaikan pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Di latar belakang antara lain tampak PM India Nehru, PM Burma U Nu, PM RI Ali Sastroamidjojo serta para pemimpin negara sponsor KAA lainnya.

Pertarungan kapitalis vs komunis

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM), Wildan Sena Utama, dalam buku Konferensi Asia-Afrika 1955, Asal Usul Intelektual dan Warisannya Bagi Gerakan Global Anti Imperialisme mencatat, Perang Dingin di antara dua negara adidaya Amerika Serikat yang mengusung ideologi kapitalisme dan Uni Soviet yang memegang ideologi komunisme membuat negara-negara dunia ketiga memainkan peran penting sebagai alternatif di tengah persaingan kedua kekuatan tersebut. Negara Dunia Ketiga menantang dominasi Barat, mengampanyekan kedaulatan, dan mendorong perdamaian dunia.