Bangsa Eropa menguasai Afrika dan Asia dengan kekuatan maritim. Semasa itu diperlukan waktu setahun lebih dan paling cepat sekitar enam bulan untuk berlayar dari Eropa Barat ke Pulau Jawa untuk berburu rempah yang mendatangkan kekayaan melimpah di Eropa.
Tantangan alam dan rangkaian penyakit serta ancaman pemberontakan di kapal serta pertarungan di laut dan darat membuat sang maut menjadi kawan pelayaran dari Eropa ke Jawa.
Sebagai contoh, kapal Batavia yang baru selesai dibangun, dalam tujuh bulan pelayaran perdana selama tujuh bulan dari Amsterdam menuju Jawa sudah menempuh 13.000 mil. Ada jalur baru menuju Jawa, yakni lewat perairan selatan Samudra Hindia ke arah barat Australia.
Menurut sejarawan Mike Dash dalam buku Batavia’s Graveyard, itu adalah rute baru bagi kapal-kapal Eropa dari rute lama yang berlayar dari selatan Tanjung Harapan di Afrika Selatan, menyusur pantai timur ke arah India lalu ke Selat Malaka menuju ke Jawa.
Pada masa itu, dalam perhitungan geografi belum dikenal perhitungan bujur. Para pelaut baru menggunakan perhitungan latitude atau garis lintang, yakni Lintang Utara dan Lintang Selatan.
Dalam tujuh bulan pelayaran, kapal yang ketika berangkat dari Amsterdam masih terlihat mengilap dengan catnya yang baru warna hijau pupus dan hiasan warna merah dan emas sudah memudar akibat air laut. Teritip memenuhi bagian lunas kapal yang menghambat laju kapal.
Pelayaran di abad ke-17 dengan cuaca belahan utara Bumi yang dingin pada Oktober mengakibatkan kayu-kayu badan kapal mengembang. Lalu memasuki daerah tropis, pesisir Afrika, kini wilayah Sierra Leone, udara panas ekstrem menerpa. Kayu di badan kapal mengerut karena panasnya cuaca.
Armada kapal Eropa mendekati pantai timur Amerika Selatan lalu mengikut arus yang melajukan mereka ke arah Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Mereka memasuki jalur ombak ganas yang disebut sebagai ”Roaring Forties” dan laut selatan, sebelah utara Benua Antartika. Udara ekstrem musim dingin kembali menghantam kapal dan sesekali badai dari arah buritan mendorong layar kapal melaju cepat dari perairan di dekat Pulau St Paul dan Pulau Amsterdam ke arah timur, ke jurusan Benua Australia, yang semasa itu belum dikenal dalam pelayaran Eropa.