Pekan raya atau ekspo seperti Pekan Raya Jakarta memiliki sejarah panjang. Diawali dengan pesta perayaan jumeneng Ratu Wilhelmina tahun 1898, dimulailah tradisi Pasar Gambir di Batavia. Tradisi tersebut berlangsung setiap Agustus hingga tahun 1942 ketika bala tentara Jepang menduduki To Indo atau Hindia Timur dalam bahasa Jepang.

Adapun satu perayaan pekan raya terbesar semasa kolonial adalah Tentoonstelling Semarang tahun 1914 yang digelar di area yang sekarang dikenal sebagai Bukit Mugas, Kantor Gubernur Jawa Tengah-Taman KB dekat Simpang Lima, Kota Semarang dengan undangan dari Eropa, Asia, Australia, Amerika Serikat. Acara tersebut adalah ekspo dunia pertama yang diadakan di belahan bumi selatan!

Sejarawan Kartum Setiawan dari Komunitas Jelajah Budaya menceritakan, Pasar Gambir menjadi etalase Indonesia Mini di zaman penjajahan. Gambir adalah salah satu komoditas ekspor penting Nusantara. Dalam situs Kementerian Koordinator Ekuin bulan Juni 2021 disebutkan, 80 persen (14 ton per tahun) pasokan gambir dunia berasal dari Indonesia sebagai bahan baku industri kosmetik, farmasi, hingga teman menginang sirih.

Kembali ke tradisi penyelenggaraan pekan raya yang dimulai dengan Pasar Gambir, di Batavia tahun 1920-an dan 1930-an, berbagai stan yang ada, mengadopsi berbagai bangunan tradisional Nusantara, seperti Minangkabau, Jawa, Maluku, Kalimantan, Tionghoa, Siam, dan lain–lain.

”Memakan waktu dua–tiga bulan untuk membangun stan–stan dengan bangunan khas Nusantara, lalu perayaan Pasar Gambir berlangsung sebulan pada Agustus berbarengan dengan ulang tahun Ratu Wilhelmina.  Selanjutnya, pembongkaran juga memakan waktu bisa satu bulan lamanya,” kata Kartum.

Bahan bangunan tradisional, seperti bambu, atap sirap, daun dan batang kelapa, digunakan untuk membangun aneka bangunan yang juga dihiasi lampu  yang berpendaran indah pada malam hari.

Beragam produk dan jajanan Nusantara juga dijual di Pasar Gambir yang digelar di selatan Koningsplein. Lapangan Koningsplein itu ibarat alun–alun raksasa di kota yang dujuluki ”Ratu dari Timur”. Pada  1700-an hingga 1800-an, Kota Batavia jauh lebih maju daripada Singapura, Penang, dan Malaka di Asia Tenggara.

KITLV
Suasana Pasar Gambir saat pekan raya pada sekitar tahun 1935.

Bahkan, Raja Chulalangkorn atau Raja Rama V dari Thailand, yang dikenal sebagai Bapak Modernisasi Siam, mengatakan, tidak ada tempat sebaik Pulau Jawa (dan Batavia) yang sebaik dengan Kota Khrung Thep (Bangkok) untuk menceritakan kedekatan dirinya dan Kerajaan Siam dengan Pulau Jawa!