Sejoli di Meja Makan, “Kriuk” Renyah Kerupuk Nusantara

Dari semula simbol keprihatinan hingga akhirnya menjadi primadona ekspor, kerupuk adalah sejoli di meja makan. Acara makan serasa kurang lengkap tanpa kehadiran rasa gurih, suara kriuk, dan sensasi renyah yang dihasilkannya.

Bagi sebagian orang, kerupuk menjadi sejoli tak terpisahkan saat bersantap. Coba tengok warung makan hingga restoran. Hampir selalu tersedia kerupuk-kerupuk yang memikat. Bisa jadi, meja makan di rumah pun akan terasa hampa tanpa kehadiran ”si kriuk”.

Kini, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kerupuk khasnya masing-masing. Kerupuk tak lagi sekadar pelengkap makan, tetapi juga camilan di kala santai hingga buah tangan yang diburu pelancong.

kompas/riza fathoni
Maudy Koesnaedi bersantai sembari mencamil kerupuk.

Jenis makanan yang satu ini terbukti mampu melintasi zaman. Eksistensinya sudah ada sejak zaman kolonial. Meskipun dahulu, kerupuk lebih mirip simbol keprihatinan masyarakat.

Pada tahun 1930-an, seperti diungkapkan pengamat sejarah kuliner Nusantara dan pengajar di Program Studi Sejarah Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman, masyarakat saat itu dihadapkan pada keadaan ekonomi yang serba sulit karena terjadinya krisis malaise (depresi besar). Misalnya, seperti yang dialami masyarakat di Jawa Barat. Untuk makan sehari-hari, mereka lebih sering mengonsumsi nasi, kerupuk, dan garam. Terkadang bergilir dengan menu lainnya, seperti nasi, lalap, dan garam.

Kerupuk yang mereka konsumsi terbuat dari tapioka (pati singkong) yang dalam bahasa Sunda disebut aci sampeu. Pada masa kolonial, tepatnya pada awal abad ke-20, Jawa Barat menjadi daerah penghasil tapioka terbesar. Saat itu, masyarakat belum mengonsumsi tapioka karena produksinya hanya diperuntukkan sebagai komoditas ekspor.

arsip kitlv
Pengeringan tepung tapioka untuk pabrik tapioka Kedoeng Kawoeng Tjikalahang dari Goan Goan & Co.

Untuk konsumsi sehari-hari, singkong hanya diolah sederhana, yakni digoreng atau dikukus. Seiring waktu, semakin banyak bermunculan industri rumahan tapioka sehingga produksinya pun melimpah. Masyarakat kemudian mulai memanfaatkannya sebagai bahan pangan, yakni kerupuk aci.