Akan Selalu Terjadi Pandemi

Sebelum Covid-19 muncul, para ahli telah memprediksi bahwa pandemi akan selalu menjadi ancaman dunia. Pandemi muncul seiring perputaran siklus hidup patogen dan perubahan ekologi.

Pada 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Hal itu dilakukan karena penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia di luar perkiraan.

Hingga 19 Maret 2020, sebanyak 159 negara/teritori telah melaporkan adanya Covid-19. Virus korona tipe baru (SARS-CoV-2) penyebab penyakit Covid-19 telah menginfeksi 222.643 orang. Sebanyak 9.115 orang meninggal, tetapi lebih banyak yang berhasil sembuh, yaitu 84.506 orang.

kompas/riza fathoni
Turis asing menikmati wisata di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Kamis (5/3/2020). Pelaku usaha pariwisata berharap kasus positif Covid-19 tidak signifikan memengaruhi daya tarik wisatawan asing berkunjung ke Jakarta.

Akibat pandemi ini, tidak hanya sektor kesehatan yang terdampak. Berbagai sektor, seperti pariwisata, perdagangan, olahraga, dan hiburan, juga jatuh.

Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) mengatakan bahwa ketidakpastian ekonomi akibat Covid-19 ini akan membebani ekonomi global sebesar 1 triliun-2 triliun dollar AS.

Ini juga akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global turun menjadi di bawah 2 persen. Covid-19 merupakan pandemi kesekian kali yang dihadapi dunia. Jauh sebelumnya, pada 1918, kejadian flu Spanyol meluas. Dalam dua tahun, penyakit ini menewaskan hingga 50 juta jiwa.

Jumlah korban jiwa akibat flu Spanyol sebanding dengan total kematian dalam Perang Besar (Great War). Kejadian ini menjadi yang terparah sepanjang sejarah pandemi dunia.

Dalam beberapa tahun kemudian terjadi pandemi yang berasal dari sejumlah negara. Pada 1957-1958 terjadi flu Asia. Virus H2N2 penyebab pandemi ini pertama kali dilaporkan di Singapura. Penyakit ini menyebabkan kematian 1,1 juta orang di seluruh dunia.

Kemudian pada 1968 terjadi flu Hong Kong (H3N2) yang pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat. Total kematian akibat penyakit ini mencapai 1 juta jiwa.

ap photo/wong maye-e
Petugas dengan tabung karbon dioksida, memeriksa kantong-kantong berisi bangkai ayam saat latihan kesiagaan flu burung di Singapura (4/10/2006). Meski belum ada kasus flu burung, Singapura memperketat pengawasan demi mencegah timbulnya wabah.

Empat dekade setelahnya, pandemi flu babi (H1N1) menyerang dunia. Sejak April 2009 hingga April 2010 tercatat, terdapat 60,8 juta kasus di 214 negara, wilayah, dan komunitas. Sampai Agustus 2010, WHO melaporkan sekitar 18.500  jiwa meninggal akibat penyakit ini.

Beberapa pandemi tersebut terjadi karena infeksi pada sistem pernapasan. Lembaga John Hopkins mengkaji bahwa rute penularan melalui sistem pernapasan merupakan mekanisme yang paling memungkinkan terjadinya pandemi.

Pencegahan penyebarannya lebih sulit karena setiap aktivitas terkait dengan pernapasan yang dilakukan setiap mahluk hidup.

 

 

Jutaan patogen

Berdasarkan tren penemuan pandemi sepanjang sejarah, beberapa ahli telah menyadari kemungkinan terjadinya pandemi selanjutnya. Dalam wawancaranya dengan majalah Time pada 2017, Direktur Harvard Global Health Institute Dr Ashish Jha telah mengingatkan, dalam sepuluh tahun sejak saat itu ada kemungkinan terjadinya pandemi.

Peringatan juga diberikan Bill Gates dalam laman TED Talks pada 2015. Ia mengatakan, ”Ketika saya masih kecil, bencana yang paling kita khawatirkan adalah perang nuklir.

Tetapi sekarang, jika ada yang membunuh lebih dari 10 juta orang dalam beberapa dekade mendatang, kemungkinan besar adalah virus yang sangat menular, bukan perang. Bukan rudal, melainkan mikroba.”

Peringatan tersebut tak lepas dari penelitian yang telah dilakukan oleh banyak ahli. Hal ini terkait dengan siklus hidup patogen dan perubahan ekologi.

Covid-19 dan pandemi lainnya adalah contoh penyakit infeksi yang disebabkan virus. Virus tergolong dalam mikroorganisme patogen, yakni agen biologi yang sering kali menyebabkan penyakit pada inangnya.

Ada berjuta-juta patogen di dunia ini, kebanyakan berjenis virus. Jumlahnya sekitar 800 juta di setiap meter persegi. Virus-virus ini mampu berkembang sangat cepat. Bahkan dapat berkembang 40 kali lebih cepat dibandingkan manusia sehingga jumlahnya sangat banyak.

Selain itu, virus lebih sering dan cepat bermutasi. Jika banyak gen virus bermutasi, virus akan lebih mudah bertransmisi yang sebenarnya merupakan siklus alaminya yang wajar.

Karena itu, mikroorganisme patogen seperti virus ini tidak dapat dihindari. Ia selalu ada kapan saja dan di mana saja. Namun, belum tentu patogen berkembang menyebabkan penyakit.

Virus hanyalah satu dari enam patogen penyebab penyakit pada manusia. Jurnal berjudul Ecological Origins of Novel Human Pathogens karya Mark Woolhouse dan Eleanor Gaunt dalam buku Microbial Evolution and Co-Adaptation: A Tribute to the Life and Scientific Legacies of Joshua Lederberg menyebutkan, terdapat 1.399 spesies patogen baru yang telah ditemukan hingga 2005.

 

 

Dari jumlah tersebut, 87 spesies baru ditemukan mulai 1980 sampai 2005. Hingga periode tersebut, setidaknya lebih dari tiga spesies patogen ditemukan setiap tahunnya.

Sebanyak 66,7 persen di antaranya merupakan spesies virus. Sementara sisanya adalah spesies bakteri (12,6 persen), fungi (14,9 persen), cacing (1,1 persen), prion (1,1 persen), dan protozoa (3,4 persen).

Dari 87 spesies patogen tersebut, beberapa di antaranya kita kenali sebagai penyebab penyakit, seperti SARS, ebola, dan AIDS. SARS disebabkan oleh infeksi SARS Coronavirus. Spesies ini diketahui menginfeksi manusia pertama kali pada 2003.

ap photo/michael duff
Sejumlah orang tetap terlihat di jalan saat penutupan sementara (lockdown) Freetown, Sierra Leone, Minggu (21/9/2014), untuk mencegah penyebaran virus Ebola. Sebagian warga mulai frustasi dan mengeluhkan keterbatasan pangan.

Sementara dua dari enam spesies virus ebola, yaitu Reston Ebolavirus dan Cote d’Ivoire ebolavirus dilaporkan menginfeksi manusia pertama kali pada 1990 dan 1995.

Kemudian penyebab AIDS, yaitu human immunodeficiency virus (HIV) 1 dan 2 ditemukan pada manusia tahun 1983 dan 1986.

 

 

Perubahan ekologi

Selain siklus hidup patogen yang berkembang sangat cepat, ada faktor pendorong munculnya patogen-patogen baru, yaitu perubahan ekologi. Perubahan tersebut banyak disebabkan oleh aktivitas manusia.

Menurut Peter Daszak dalam jurnalnyaCan We Predict Future Trends in Disease Emergence?, penyakit infeksi yang disebabkan oleh hewan atau zoonotik dimulai karena manusia mendomestikasi hewan-hewan liar. Contoh peristiwa ini adalah perkembangan virus HIV-1 dan HIV-2, ebola, dan SARS.

 

 

 

Menurut Daszak, ada tiga tahapan faktor yang menjelaskan penyebaran penularan tersebut. Pertama, manusia mengumpulkan hewan liar untuk dipelihara sehingga populasi bertambah banyak dan terkelompok. Ini mendorong merebaknya penyakit baru.

Tahap kedua, patogen dari kelompok hewan ini menginfeksi populasi manusia dalam wilayah tertentu, seperti yang terjadi saat wabah virus nipah dan ebola. Fenomena ini disebut spillover.

Ketiga, patogen berhasil beradaptasi dengan inang lain bahkan dapat menular via transmisi manusia yang dengan cepat menyebar ke negara lain. Pada tahapan ketiga ini, globalisasi mendorong penyebaran penyakit menular.

 

 

Globalisasi dengan kemudahan transportasi dan teknologi mendorong banyak orang bepergian. Setidaknya terdapat 4 miliar perjalanan setiap tahunnya.

Dengan jumlah tersebut dapat dibayangkan seberapa cepat penyebaran infeksi patogen melalui transmisi manusia ke manusia.

Semakin banyak mobilitas dan tingkat koneksi fisik dengan wilayah lain, maka semakin luas jangkauan infeksi patogen. Karena itulah, ketika Covid-19 menyebar, sangat tepat apabila negara-negara membatasi perjalanan warganya ke daerah lain.

 

 

Selain itu, ada perubahan ekologi lain yang mendorong munculnya patogen baru. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas agrikultur, pengolahan makanan, ekosistem air, deforestasi, reforestasi, dan perubahan iklim.

Akibat perubahan tersebut, penyakit seperti Hantaan, SARS, H5N1, Skistosomiasis (demam siput), dan Lyme dapat berkembang dengan kebaruannya.

Risiko akan penyakit infeksi ini bertambah seiring dengan pertambahan penduduk yang meningkat tajam. Jumlah penduduk bertambah dua kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Artinya, akan lebih banyak manusia yang berpeluang terinfeksi dan menginfeksi orang lain. Ini akan lebih berisiko di wilayah yang padat penduduk.

kompas/agus susanto
Pemukiman di sekitar Kali Ciliwung, Jatinegara, Jakarta Timur (13/6/2019). Risiko penyebaran penyakit infeksi lebih besar di kawasan pemukiman padat penduduk.

Upaya pencegahan

Dengan evolusi patogen yang sangat cepat serta perubahan ekologi, dapat dikatakan akan selalu ada penyakit infeksi baru. Para ahli telah berusaha mengurangi risiko ini. Salah satunya dengan memprediksi kemungkinan munculnya penyakit baru dari patogen yang telah ditemukan.

Dalam hal ini, WHO mengeluarkan daftar penyakit infeksi yang menjadi prioritas untuk diteliti, terkait potensinya menjadi epidemi di masa datang.

Beberapa penyakit itu, antara lain Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), ebola, Marburg, demam Lassa, MERS, SARS, nipah dan Henipaviral, Rift Valley Fever (RVF), Zika, dan penyakit X (Disease X).

kompas/irma tambunan
Sejumlah tempat wisata tidak seramai sebelumnya saat terjadinya wabah flu asal Timur Tengah atasu MERS, seperti terlihat di kompleks Istana Gyeongbokgung, Rabu (10/6/2015).

Selain itu, para peneliti yang bertugas sebagai pemburu virus (virus hunter) juga mempercepat penemuan virus-virus baru. Mereka bekerja mencari virus dan mengidentifikasinya untuk mengungkap karakteristik virus tersebut. Salah satu kelompok yang mengerjakan tugas ini adalah UK Public Health Rapid Support Team (RST).

Mereka berhasil mengontrol 11 wabah penyakit di tujuh negara. Salah satunya wabah ebola di Kongo pada 2018. Mereka mendatangi lokasi kejadian, mengambil sampel, meneliti, hingga memberikan saran cara menghadapi wabah.

Selain itu, US Agency for International Development (USAID) juga memiliki proyek bernama PREDICT. Sejak diluncurkan 2009, proyek ini mampu menemukan 1.000 virus baru pada manusia dan hewan.

 

 

Dukungan semua pihak

Kendati telah dilakukan berbagai cara, antisipasi pandemi masih sulit dilakukan. Kendalanya, belum ada yang mampu memprediksi kapan dan di mana pandemi akan terjadi. Yang dapat dilakukan hingga saat ini adalah mendeteksi penyebaran pandemi melalui rute perjalanan orang-orang dari negara terdampak.

Upaya ini dilakukan para ahli ketika memprediksi penyebaran Covid-19. Dalam kajian Isaac I Bogoch dan kawan-kawan dalam jurnal Potential for Global Spread Of A Novel Coronavirus From China, mereka melakukan pemodelan penyebaran Covid-19 menggunakan data rute penerbangan dan jumlah penumpang dari 10 kota di China, termasuk Hong Kong. Kota-kota yang termasuk dalam rute penerbangan tersebut dapat mempersiapkan pencegahan penyebaran Covid-19 lebih awal.

Usaha preventif membutuhkan kerja sama berbagai pihak, tidak hanya berasal dari ahli saja. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan juga harus menyadari kemungkinan munculnya berbagai penyakit di masa datang sesuai saran para ahli.

 

 

Baik pemerintah maupun lembaga lainnya, diharapkan dapat mendukung penelitian yang dibutuhkan dalam upaya melindungi dunia sebelum pandemi terjadi. Misalnya, dalam bentuk anggaran untuk kegiatan penelitian kesehatan.

Selain itu, diperlukan juga peningkatan sistem kesehatan melalui tenaga kesehatan yang terlatih serta pelaksanaan simulasi penanganan penyakit menular.

Masyarakat dapat belajar dari peristiwa Covid-19 saat ini untuk melakukan pola hidup sehat. Dengan menjaga kesehatan tubuh, sistem imunitas tubuh akan lebih kuat agar dapat mencegah tubuh terinfeksi.