Hari Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 terasa kelam di Kalimantan Barat. Selain dibayangi pandemi Covid-19, beragam buah lokal yang biasanya memberi warna tersendiri di pengujung tahun juga kehilangan semaraknya.
Natal 2020 masih diselimuti suasana pandemi Covid-19. Ditambah lagi, beragam buah lokal di beberapa daerah yang biasanya memberi warna tersendiri di pengujung tahun kini kehilangan semaraknya. Menyusuri jalur trans-Kalimantan menuju pedalaman Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, medio Desember 2020, dalam suasana berbeda. Di beberapa lokasi kerap dijumpai tulisan ”wajib masker”, ”cuci tangan”, dan ”jaga jarak”. Suasana pandemi Covid-19 masih terasa.
Andaikan buah-buah lokal yang beragam di Kalbar berbuah lebat seperti 2019, tentu setidaknya bisa memberikan warna tersendiri pada hari Natal 2020 di tengah pandemi. Namun, Desember 2020 ini berbeda. Jika pada Desember 2019 daerah pedalaman dibanjiri beragam buah lokal, pada Desember 2020 justru buah-buah lokal kehilangan semaraknya.
Pada 2019, sejak awal Desember, jika menyusuri wilayah trans-Kalimantan menuju Kabupaten Ketapang, biasanya akan dijumpai penduduk menjual beragam buah lokal di lapak-lapak kecil di depan rumah, antara lain buah pekawai (Durio kutojensis) yang bentuknya menyerupai durian, tetapi isinya kuning. Bisa dikatakan serupa, tapi tak sama.
Selain itu, biasanya ada buah mentawa (Artocarpus anisophyllus) yang berbentuk seperti nangka berukuran kecil dengan daging berwarna orange. Namun, pada Desember 2020 tidak ada buah-buah lokal yang dipajang di lapak-lapak penjual durian.
”Tahun 2019, berbagai jenis buah lokal berbuah dan berlimpah. Sampai-sampai tidak habis termakan. Tahun 2020 sama sekali tidak ada,” ujar Regina (30), warga Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, Rabu (6/1/2021).
Padahal, setiap Desember, ia selalu menunggu momen semarak musim buah. Ia berharap awalnya bisa mewujudkan kerinduannya memakan buah-buahan lokal. ”Namun, buah-buahan lokal ternyata malah tidak berbuah,” ujarnya.
Di daerah tertentu ada pohon durian yang berbuah. Meskipun demikian, hanya beberapa pohon. Itu pun tidak lebat. Sebagai contoh, di Kecamatan Sungai Melayu Rayak, masih di Kabupaten Ketapang. Paulinus Amat (30), warga Sungai Melayu Rayak, mengatakan, buah lokal di hutan tidak lebat. Kalaupun ada, yang berbuah hanya durian, itu pun sedikit sekali. ”Kalaupun ada yang berbuah hanya dua hingga tiga pohon. Itu tidak lebat, paling hanya 70 buah untuk dimakan keluarga,” ujar Amat.