Siapkah Menyongsong Era Lansia?

Meningkatnya kesejahteraan dan menurunnya tingkat fertilitas masyarakat membuat jumlah warga senior atau lanjut usia, pelan tapi pasti, merambat naik. Saat ini, Indonesia memiliki 24,5 juta warga lanjut usia. Mulai tahun 2021, struktur penduduk Indonesia pun diprediksi memasuki populasi menua.

Selama hampir 50 tahun terakhir, antara 1971 dan 2018, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) Indonesia naik dua kali lipat. Situasi itu berkebalikan dengan jumlah anak berumur di bawah lima tahun (balita) yang turun hampir separuhnya pada periode yang sama.

Sejak 2017, porsi penduduk lansia Indonesia terhadap total populasi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anak balita. Jika pada awal kemerdekaan hingga tahun 1960-an Indonesia mengalami baby boom, awal abad ke-21 ini Indonesia mengalami elderly population boom.

Kompas/ Lasti Kurnia
Kegiatan Sahabat Lansia Tangguh di Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (9/8/2018). Mereka berkumpul, berlatih Brain Gym, berbagi cerita, dan makan sehat bersama.

Pada 2021, Indonesia akan masuk dalam struktur penduduk tua dengan 10 persen penduduknya adalah warga lansia. Saat itu, jumlah penduduk lansia diperkirakan lebih dari 27 juta orang atau setara dengan hampir lima kali lipat penduduk Singapura saat ini.

Setelah itu, jumlah penduduk lansia Indonesia dipastikan akan terus melonjak seiring dengan selesainya puncak bonus demografi tahun 2021-2024. Lonjakan penduduk usia produktif selama masa bonus demografi akan menghasilkan pertambahan penduduk lansia yang signifikan. Jika penduduk lansia sehat dan produktif, hal itu bisa menjadi bonus demografi yang kedua bagi Indonesia.

Terus melonjaknya populasi warga lansia membuat Badan Pusat Statistik memperkirakan jumlah warga lansia Indonesia akan mencapai 20 persen dari total penduduk atau sekitar 63,3 juta jiwa pada tahun 2045. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa memprediksi 25 persen penduduk Indonesia atau sekitar 74 juta orang adalah warga lansia pada tahun 2050.

 

 

Besarnya jumlah penduduk berumur lebih dari 60 tahun itu tentu menjadi tantangan pembangunan tersendiri karena bisa menjadi berkah, tetapi bisa juga menjadi musibah. Semua bergantung pada kemampuan bangsa menyiapkan penduduk lansia itu sejak dini.

Pertambahan jumlah orang lansia yang besar itu di satu sisi menunjukkan keberhasilan pembangunan yang mampu meningkatkan kesejahteraan, kualitas dan jangkauan layanan kesehatan, hingga bertambahnya usia harapan hidup.

Namun, harus diingat, orang lansia juga identik dengan menurunnya berbagai fungsi tubuh. Situasi itu bisa menjebak mereka dalam berbagai persoalan, mulai dari munculnya berbagai penyakit, turunnya kemampuan kognitif dan fisik yang memengaruhi produktivitas mereka, hingga meningkatnya kebutuhan atas dukungan sosial.

kompas/ lasti kurnia
Kegiatan Sahabat Lansia Tangguh di Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (9/8/2018). Mereka berkumpul, berlatih Brain Gym, berbagi cerita, dan makan sehat bersama.

Menjadi lansia berarti menduduki puncak siklus kehidupan manusia. Untuk bisa menjadikan mereka tetap mulia di puncak kehidupannya itu, harus disiapkan sejak mereka masih di dalam janin serta terus menjaga kualitasnya dalam setiap fase kehidupan, baik saat masih anak-anak, remaja, maupun dewasa.

Di luar persoalan kesehatan, sistem perlindungan sosial bagi orang lansia juga perlu dimantapkan. Sebab, percuma jika mereka panjang umur, tetapi hidup dalam kondisi serba kekurangan, bahkan telantar.

Saat ini, sebagian besar penduduk lansia Indonesia tidak memiliki jaminan hari tua atau pensiun. Akibatnya, banyak warga lansia masih harus banting tulang menghidupi diri mereka sendiri, bahkan menghidupi generasi yang lebih muda.

 

 

Oleh karena itu, persiapan menghadapi hari tua mendesak dilakukan pemerintah, khususnya bagi 16 persen penduduk pralansia yang berumur 45-59 tahun. Kondisi fisik, mental, ekonomi, dan lingkungan sosial itu harus segera disiapkan agar kelak mereka menjadi orang lansia yang sehat, produktif, aktif, dan bermartabat.

Sebaran

Pada 2018, jumlah penduduk lansia lebih banyak tinggal di perkotaan daripada perdesaan, berbalik dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya.

Jumlah warga lansia di perkotaan diyakini akan semakin besar akibat makin banyaknya desa yang berubah menjadi kota dan terus tingginya urbanisasi dari waktu ke waktu.

kompas/ rony ariyanto nugroho
Aktivitas di luar ruangan para lansia yang didampingi para perawatnya di D’Khayangan Senior Living Care Center di Jababeka, Cikarang, Jawa Barat, Jumat (27/7/2018). Rumah perawatan bagi usia lanjut menjadi pilihan untuk tempat berkumpul, bersosialisasi, dan beraktivitas di kalangan menengah ke atas dengan berbagai fasilitas ala hotel bintang 4. Ke depan, jumlah lansia di perkotaan akan lebih besar dari di perdesaan.

Proporsi penduduk lansia terbesar saat ini tersebar di lima provinsi, yaitu DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Bali. Di kelima provinsi itu, jumlah orang lansia sudah lebih dari 10 persen penduduk. Bahkan, di DI Yogyakarta, Jateng, dan Jatim, satu dari delapan penduduknya saat ini adalah warga lansia.

Sejumlah provinsi pun diyakini akan segera menyusul dengan memiliki struktur penduduk tua, seperti Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat.

Data sebaran penduduk lansia itu memang perlu dilihat hingga tingkat kabupaten atau kota. Pemerintah kabupaten atau kotalah yang memiliki tanggung jawab dan jangkauan langsung terhadap penduduk lansia tersebut.

 

 

Situasi itu membuat sejumlah pemerintah daerah perlu mengantisipasi sejak dini lonjakan jumlah orang lansia di daerahnya dengan berbagai kebijakan yang ramah terhadap mereka. Layanan dan fasilitas publik harus bisa diakses semua kelompok umur, termasuk penduduk lansia yang umumnya memiliki kondisi khusus dibandingkan dengan kelompok penduduk lain.

Nyatanya, banyak fasilitas publik yang belum ramah dengan kebutuhan orang lansia. Mereka masih dianggap warga negara kelas dua yang keberadaannya lebih sering dianggap sebagai beban. Padahal, kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang diperoleh saat ini adalah juga berkat kerja dan jasa mereka di masa lalu.

Selain layanan dan fasilitas publik, pemerintah juga perlu menyiapkan sistem dukungan sosial bagi orang lansia. Kuatnya dukungan sosial itu akan meminimalkan potensi telantarnya mereka.

kompas/ priyombodo
Penumpang lanjut usia (lansia) dengan kursi roda menaiki moda raya terpadu (MRT) dari stasiun Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019). Stasiun dan kereta MRT didesain ramah lansia dan difabel. Sayangnya, belum semua fasilitas publik ramah dengan kebutuhan lansia.

Sementara itu, keuntungan biologis membuat umur harapan hidup perempuan lansia selalu lebih panjang daripada laki-laki lansia. Kondisi ini berlaku di semua ras dan populasi. Akibatnya, jumlah perempuan lansia selalu lebih banyak daripada laki-laki lansia. Makin panjang umur, makin banyak perempuan lansia.

Meski demikian, situasi itu juga membuat sebagian besar warga lansia yang telantar adalah perempuan. Lebih dari separuh perempuan lansia memilih hidup sendiri setelah ditinggal pasangannya.

Kini, banyak pula orang lansia memilih hidup terpisah dari anak cucunya karena tidak ingin merepotkan mereka. Namun, tinggal di panti jompo belum menjadi pilihan sehingga banyak orang lansia tinggal sendiri di rumah mereka. Kondisi itu mengundang banyak kerentanan yang juga harus dipikirkan antisipasinya dari sekarang.

kompas/ angger putranto
Misini, penerima manfaat program Rantang Kasih menunjukkan isi rantang berisikan nasi, lauk, dan sayur. Rantang kasih merupakan program pemberian makanan bergizi secara gratis kepada warga miskin, terutama lanjut usia (lansia) non-produktif di Banyuwangi.

Dalam soal kemandirian hidup, perempuan lansia memang memiliki kemampuan dan daya juang lebih tinggi dibandingkan laki-laki lansia. Namun, di sisi lain, perempuan lansia juga lebih banyak hidup menderita daripada laki-laki lansia.

Semasa produktif, penghasilan perempuan umumnya lebih kecil dibandingkan penghasilan yang diperoleh laki-laki. Mereka juga tidak memiliki jaminan hari tua atau pensiun sebanyak laki-laki lansia karena banyak di antara mereka sebelumnya bekerja di sektor informal atau bekerja tanpa gaji demi membantu suami atau anggota keluarga lainnya.

Angka melek huruf dan tingkat pendidikan perempuan lansia juga lebih rendah daripada rekan mereka yang laki-laki. Paparan terhadap teknologi informasi ataupun penggunaan gawai pada perempuan lansia juga lebih rendah ketimbang laki-laki lansia.

kompas/ ferganata indra riatmoko
Warga usia lanjut menggendong rumput untuk pakan ternak Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (8/5/2019). Beternak sapi perah penghasil susu merupakan salah satu bentuk mata pencaharian utama warga kawasan lereng Gunung Merapi tersebut. Memelihara ternak juga menjadi salah satu bentuk investasi bagi mereka.

Kesehatan

Persoalan utama yang dihadapi banyak orang lansia di Indonesia adalah kesehatan. Panjangnya umur tidak identik dengan primanya kondisi kesehatan mereka. Kondisi itu sangat dipengaruhi seberapa baik kondisi kesehatan mereka sejak janin hingga masa-masa produktif.

Selain itu, bertambahnya umur juga terkait dengan menurunnya fungsi fisiologis tubuh. Akibatnya, berbagai penyakit degeneratif atau penuaan jamak ditemukan pada orang lansia, khususnya penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes melitus, serta radang sendi dan rematik.

Proses penuaan juga menurunkan daya tahan tubuh orang lansia. Akibatnya, seperti dikutip dari Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Semester I/2013, berbagai penyakit infeksi yang menular juga rentan dialami orang lansia, mulai dari tuberkulosis, diare, pneumonia atau radang paru-paru, hingga hepatitis.

 

 

Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018 menunjukkan, separuh orang lansia memiliki keluhan kesehatan selama sebulan terakhir. Sementara satu dari empat orang lansia sakit selama sebulan terakhir. Namun, angka kesakitan orang lansia cenderung menurun dari waktu ke waktu.

Sembilan dari 10 orang lansia juga memiliki respons aktif untuk mengobati keluhannya, baik dengan pengobatan sendiri maupun berobat jalan ke sejumlah fasilitas kesehatan. Namun, masih ada empat dari 100 orang lansia yang tidak melakukan upaya apa pun saat penyakit datang.

Kehadiran penyakit fisik itu sering kali juga disertai munculnya gangguan kejiwaan. Stres menghadapi serangan penyakit yang bertubi-tubi atau tidak sembuh-sembuh serta tekanan ekonomi dan sosial yang harus dihadapi bersamaan membuat banyak orang lansia kehilangan semangat hidup.

 

 

Belum lagi menurunnya kemampuan kognitif orang lansia, hal itu membuat banyak orang lansia dekat dengan demensia atau yang jamak disebut kepikunan. Kondisi ini membutuhkan kesabaran ekstra bagi keluarga yang memiliki orang lansia. Karena itu, membangun kesadaran lintas generasi tentang seluk-beluk persoalan orang lansia perlu terus dibangun.

Selain itu, pemerintah juga perlu membenahi sistem layanan kesehatan hingga orang lansia mau dan mampu melakukan apa pun untuk mengobati keluhan kesehatan yang dideritanya.

Demikian pula dukungan dan sistem perlindungan sosial bagi orang lansia, khususnya yang hidup terpisah dari keluarganya, hingga setiap orang lansia dapat menikmati hari tuanya dengan aktif, bermartabat, dan sejahtera.

kompas/ tatang mulyana sinaga
Warga lansia menghadiri peringatan Hari Lanjut Usia Nasional di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu (10/7/2019). Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita yang menghadiri peringatan itu mendorong pemerintah daerah meningkatkan program layanan dan pemberdayaan lansia.

Kebijakan

Meski orang lansia memiliki banyak persoalan yang kompleks dan jumlahnya terus melonjak, berbagai kebijakan negara belum mendukung sepenuhnya kesejahteraan orang lansia. Hingga kini, pembangunan masih terfokus untuk memberdayakan kelompok anak dan penduduk usia produktif.

Belum siapnya Indonesia menghadapi populasi yang menua itu terlihat dari rendahnya anggaran, keterbatasan program, hingga lambatnya pembangunan infrastruktur yang ramah orang lansia. Padahal, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia telah menjamin hak-hak warga negara senior.

Sebagian orang lansia memang sudah tidak produktif lagi. Namun, keberhasilan pembangunan dan meningkatnya kesejahteraan juga melahirkan penduduk lansia yang tetap produktif dan aktif berkarya hingga mampu bersaing dengan mereka yang berumur jauh lebih muda.

 

 

Negara memberikan jaminan bahwa warga lansia berhak mendapat berbagai layanan publik yang tidak melulu soal kesehatan atau layanan keagamaan dan mental spiritual seperti yang selama ini sudah banyak dilakukan. Hak-hak itu diberikan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan bagi penduduk lansia untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Penduduk lansia berhak mendapat layanan kesempatan kerja serta pendidikan dan pelatihan. Warga senior juga berhak mendapat kemudahan penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum, bantuan hukum, perlindungan sosial, dan juga bantuan sosial.

Tak melulu soal hak. Orang lansia juga memiliki kewajiban untuk membagikan dan mewariskan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, serta keteladanan bagi generasi penerus, terutama di lingkungan keluarganya.

kompas/ ferganata indra riatmoko
Warga lanjut usia mengikuti pelatihan membuat kerajinan kemoceng berbahan tali rafia di Panti Sosial Tresna Werdha Unit Budhi Luhur, Kasongan, Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (7/6/2016). Pelatihan membuat kerajinan dilangsungkan setiap seminggu sekali untuk memompa semangat dan mengurangi kejenuhan warga lansia yang menjalani masa usia senja mereka di tempat itu.

Sejumlah negara maju sudah mendayagunakan potensi orang lansia itu bagi kebaikan generasi berikutnya dengan berbagai skema. Namun, model pemberdayaan seperti itu belum banyak dilakukan di Indonesia. Akibatnya, keberlanjutan nilai-nilai luhur budaya bangsa menghadapi banyak tantangan untuk bisa ditransformasikan kepada generasi muda.

Terputusnya komunikasi antara orang lansia dan generasi muda membuat penghargaan antargenerasi berkurang. Akibatnya, tidak hanya berpeluang menimbulkan konflik, tetapi juga perundungan seperti yang sedang viral dilakukan sejumlah remaja terhadap seorang warga senior di Lampung beberapa hari terakhir.

Hal itu berarti, tanggung jawab untuk memuliakan warga senior tidak hanya jadi urusan pemerintah. Keluarga dan masyarakat pun punya andil yang sama besar. Jika semua melakukan perannya masing-masing, meski belum semua orang lansia bisa sejahtera, Indonesia akan tetap dikenang sebagai bangsa yang menghormati dan memuliakan orang tua.