Silau Emas yang Memutus Persaudaraan di Hulu Batanghari

Bertahun-tahun menyandarkan hidup dari merawat hutan, Muksin (49) akhirnya terjebak godaan emas. Ia terpana tatkala seorang pekerja menunjukkan hasil tambangnya di Sungai Limun, Jambi. Bukan lagi butiran sehalus pasir, melainkan emas sebesar kerikil.

Emas makin banyak terkumpul setelah didatangkan ekskavator untuk mengeruk sepanjang tebing dan bantaran sungai. Meskipun alam rusak, hasil emasnya makin menggiurkan. Nilainya bisa puluhan juta rupiah dalam sehari.

Itulah yang menggoyahkan Muksin, Ketua Kelompok Tani Hutan Harapan Bersama, di Desa Lubuk Bedorong, Limun, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Juli lalu, ia mengajak tiga rekannya untuk bergabung. Mereka gadaikan aset lahan dan usaha untuk membangun investasi liar itu. Totalnya terkumpul Rp 200 juta.

Modal tersebut digunakan untuk menyewa ekskavator, membeli bahan bakar minyak, hingga mengupah pekerja tambang. Kebun karet warga di dekat Batang Limun disewa menjadi ladang tambang.

Namun, untung tak didapat diraih. Tiga pekan berjalan, emas yang didapat tak sesuai harapan. Di lokasi itu hanya sedikit kandungan emasnya. Hanya terkumpul sekitar 200 gram. Hasilnya takkan bisa menutup modal yang telah keluar. Buyar mimpinya menjadi kaya. ”Malahan, saya nombok untuk ngupah para pekerja,” kenangnya, Rabu (17/11/2021).

Sesaat tersadar akan khilaf, Muksin melihat alam sekelilingnya telah rusak. Bukan hanya oleh dirinya. Hal serupa dilakoni pula sebagian warga. Bisikan iming-iming cukong emas membuat mereka nekat menggusur kebunnya sendiri, hutan, dan sungainya.

Kompas/Irma Tambunan
Kerusakan lingkungan akibat tambang emas liar di Desa Lubuk Bedorong, Limun, Sarolangun, Jambi, Rabu (17/11/2021).

Aliran sungai menjadi rusak. Air jernihnya berlimang lumpur. Padahal, selama ini, secara turun-temurun air sungai menjadi sandaran hidup masyarakat. Itu merupakan kepala sauk dan lubuk larangan. Kepala sauk berarti hulu sungai yang patut dijaga, sedangkan lubuk larangan adalah rumah ikan, warisan pangan bekerlanjutan bagi generasi anak cucu. Peran penting sungai dihormati dan diwariskan.

Bisikan meraih untung besar yang membuat banyak warga tergiur akhirnya melahirkan konflik. Di antara warga yang menolak versus yang menginginkan masuknya tambang liar saling adu kepentingan. Sebagian warga masih memegang teguh aturan adat menjaga hutan dan sungai. Mereka marah melihat alamnya telah hancur.