Sintren, Si Penghibur yang Memohon Hujan

Tabuhan calung diiringi tembang ”Kursi Gading” bertalu-talu memecah keheningan malam di Desa Tlaga. Aroma kemenyan membubung di panggung berukuran 10 meter x 7 meter yang dibangun di salah satu sudut desa.

Di atas panggung, Noni Serli Lestari (13) menari-nari di puncak sandaran kursi. Meski lebar puncak sandaran kursi itu hanya 5 sentimeter dengan panjang 35 sentimeter, tubuh Noni tetap luwes menari, tak jatuh dari kursi. Tangannya berayun-ayun dan kepalanya bergoyang mengikuti irama. Cukup lama ia menari di atas pijakan yang sangat kecil itu, lebih dari 60 detik.

Atraksi yang membuat napas tertahan dan mata tak berkedip itu merupakan bagian dari kesenian tradisional sintren. Unik dan tak masuk akal bagaimana si penari melakukannya.

Pertunjukan Jumat (25/3/2022) malam itu digelar mulai pukul 20.30 hingga pukul 00.00 di rumah keluarga Sukiman (48) dan Tumirah (46) di Desa Tlaga, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Ini sebagai wujud syukur atas pernikahan anak laki-laki mereka pada Juli 2021 lalu.

kompas/ferganata indra riatmoko
Noni Serli Lestari (13) tampil sebagai sintren dalam sebuah pertunjukan bersama Paguyuban Kesenian Sintren Laras Kinasih di Desa Tlaga, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jumat (25/3/2022) malam. Pertunjukan seni Sintren sempat hilang selama 20 tahun di desa itu. Kini seni ini hadir lagi dan dikemas dalam bentuk hiburan.

Sejak pertunjukan sintren dimulai, beragam pertanyaan muncul di benak penonton, menyusul terjadinya berbagai hal ”aneh”. Misalnya, ketika Noni dibawa ke tengah panggung.

Saat itu, Noni hanya mengenakan sweater warna hitam dengan celana pendek berwarna coklat. Kedua kakinya berbalut kaus kaki hitam. Wajahnya polos tanpa riasan sedikit pun.

Noni yang sebelum pentas banyak bercanda dan saling melempar senyum dengan teman-temannya, kemudian duduk di tengah panggung yang dialasi tikar anyaman pandan yang bertabur bunga kenanga, melati, dan mawar.

Sambil duduk memangku buntalan berisi kostum dan alat rias, Noni lalu ditutupi dengan sebuah kurungan besar dari anyaman bambu. Tinggi kurungan kira-kira 110 sentimeter dengan diameter 80 sentimeter yang diselubungi kain berwarna hijau muda cerah.