Saat hujan deras, udara dingin, dan tubuh disergap mager alias malas gerak, khayalan kuliner kita kadang membentuk imaji seperti ini: semangkuk mi rebus hangat dengan rajangan cabai rawit. Hmm…. Mi memang bisa menjadi santapan dalam berbagai situasi. Ia pun mudah dijumpai, mulai dari gerobak keliling hingga restoran bintang lima nan mewah. Sluuurps..

Sejumlah catatan sejarah menyebutkan bahwa semula mi merupakan kuliner yang berkembang di dataran China. Kemudian perlahan tersebar ke sejumlah negara di kawasan Asia dan menjadi bagian dari makanan pokoknya. Di Indonesia, mi turut menjadi hidangan yang dinanti dan diminati. Lantas, bagaimana perjalanan mi bisa sampai di Indonesia?

KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Menikmati aneka mi yang dijual di warung Mie Keriting Luwes, Jalan Kendal, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/4/2019). Keragaman kuliner di dekat halte, dan stasiun kini menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi warga ibu kota.

Jejak kehadirannya konon dipengaruhi oleh beragam budaya dari negara lain, antara lain China dan India. Pertukaran budaya dan kuliner dibawa oleh para pedagang dari negara tersebut ke Indonesia. Dulu, hidangan mi menggunakan daging babi. Dalam prosesnya, terjadilah artikulturasi yang melahirkan kuliner dengan adaptasi rempah yang menyesuaikan selera dan budaya setempat. Kini, sumber protein yang digunakan beragam, antara lain ayam, bebek, sapi, dan aneka sari laut atau seafood.

Menurut Prof Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan Asia (2005), konsumsi mi di Pulau Jawa diduga sudah ada sejak zaman Majapahit. Berawal dari kata hanglaksa yang ditemukan di Piagam Biluluk pada 1391. Hanglaksa artinya pembuat bihun. Dalam bahasa Sanskerta, laksa bermakna seratus ribu, merujuk pada banyaknya jumlah untaian bihun. Istilah laksa atau lakhshah juga diyakini berasal dari Persia atau Hindi (India) dengan makna a kind of vermicelli.

Golongan serealia gandum dikenal sebagai salah satu bahan utama pembuatan mi. Seiring perkembangan zaman, berbagai jenis tepung umbi dan biji-bijan pun digunakan. Hasilnya kala itu menakjubkan, mi dengan bahan tersebut menghasilkan tekstur dan cita rasa yang istimewa.

Varian mi yang tersedia mengakomodasi beragamnya lapisan penikmat mi, mulai dari anak-anak, orang yang alergi gluten, hingga golongan masyarakat yang menerapkan diet sehat. Setiap produk yang tersedia akan memiliki penikmatnya masing-masing.

Ragam mi