Tamasya di Kebumen dalam Tiga Babak

Selama bertahun-tahun, Kebumen tercatat sebagai daerah termiskin di Jawa Tengah. Kini, kabupaten yang berada di pesisir selatan ini berupaya bangkit, salah satunya lewat pariwisata. Daya tarik seperti obyek wisata sejarah, alam, budaya, kuliner hingga kars dan taman bumi, diharapkan mampu menarik minat orang untuk singgah dan tinggal di Kebumen lebih lama.

Dengan demikian, ekonomi dapat berputar lebih besar dan lebih luas. Bermodalkan magnet wisata tersebut, Kebumen pun tak ingin lagi sekadar menjadi wilayah pelintasan.

Mari kita selami Kebumen dengan cara yang unik, seperti yang dilakukan rombongan “Heritage on Wheels” , Geofuntrip, dan Virtual Tour Mubeng Jateng . Rombongan “Heritage on Wheels” pada awal Oktober 2021 lalu mengunjungi beberapa daya tarik wisata di Kebumen menggunakan dua bus antik.

Salah satunya, Dodge warna putih bersetrip biru buatan Amerika Serikat. Mesinnya buatan Mercedes-Benz, Jerman. Bus rakitan dari tahun 1960-1970-an ini, saat itu mengangkut 20 wisatawan. Sedangkan bus satunya lagi, buatan Mitsubishi, Jepang, dan berwarna biru muda, kebagian mengangkut 30 wisatawan.

kompas/megandika wicaksono
Wisatawan berfoto dengan latar bus-bus antik milik PO Sumber Alam di Kebumen, Jawa Tengah, Sabtu (2/10/2021).

Kedua bus milik PO Sumber Alam itu suaranya menderu-deru ketika membelah jalanan di pusat kota Kebumen. Membuat semua mata menengok dan terpana melihat kedua bus antik yang berjalan beriringan itu. ”Itu bus tahun berapa ya?” tanya seorang tukang parkir kepada rekannya saat bus melintas perlahan di dekat Tugu Walet, ikon khas Kebumen.

Para peserta ”Heritage on Wheels” pun turut menjadi pusat perhatian bersama lajunya bus selama berlangsungnya wisata sejarah hasil kolaborasi Biro Tur Milangkori, PO Sumber Alam, dan Pemkab Kebumen.

Mereka kemudian asyik berswafoto dan merekam video dari dalam bus, sembari menikmati sensasi menumpang bus langka berpostur bongsor.  Berangkat dari halaman pendopo Kantor Bupati Kebumen, kedua bus antik mengantar para wisatawan ke tempat-tempat bersejarah yang terserak di Kota Kebumen.

Lain dulu lain sekarang. Jika sekarang Kebumen dianggap daerah pelintasan, rupanya pada masa Hindia Belanda, Kebumen dan khususnya Gombong memiliki tempat khusus di hati wisatawan.

Orang Eropa menjadikan Gombong sebagai kota pesiar. Mereka akan melancong ke Goa Jatijajar atau pantai-pantai di selatan Jawa di Gombong, seperti ditulis Sigit Asmodiwongso dan Salma Nusiana dalam buku Ngomong Gombong: Remah Sejarah Kota 1830-1942 (Tapak Publishing, 2020).

Bukti Gombong adalah tujuan pesiar, setidaknya terlacak lewat iklan hotel di surat kabar pada tahun 1800-an. Misalnya, surat kabar De Locomotief (5/5/1880) yang memuat iklan Hotel Gombong milik M Pellen.

Koran De Preanger-bode (7/11/1898) memuat iklan Hotel Richter milik AA Richter, dan kemudian Hotel, Toko Limun, dan Mineral milik Ch. Rapaport yang termuat di koran De Preanger-bode (1/11/1915).

Mampukah Kebumen merebut kembali hati para wisatawan?