Telur Asin, dari Sawah Menjadi Warisan Budaya

Siapa tidak kenal telur asin? Produk kuliner yang lekat dengan Kabupaten Brebes ini baru saja ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (intangible heritage) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, awal Oktober 2020.

Telur asin yang lahir dari kultur peranakan Tionghoa dianggap memiliki nilai akulturasi. Kini, produk pangan ini bahkan bertransformasi menjadi sesuatu yang diterima semua kalangan. Segala produk kuliner yang berbau salted egg alias telur asin sekarang digandrungi.

Proses penetapan telur asin Brebes diajukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah atas usulan Pemerintah Kabupaten Brebes pada tahun 2020. Telur asin kemudian ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia melalui sidang penetapan yang digelar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 6-9 Oktober lalu.

kompas/yuniadhi agung
Telur asin, makanan yang tahan lama. Kini, telur asin ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.

Lalu bagaimana telur asin menjadi salah satu benih akulturasi yang melebur dalam khazanah budaya kuliner Nusantara? Teknik pengawetan makanan melalui pengasinan, termasuk pada telur itik, pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa, seperti disampaikan Kepala Bidang Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes Wijanarto. Ia mengutip tesis Alamsyah, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang, yang meneliti tentang telur asin.

Telur yang diasinkan mulai diperjualbelikan di Batavia (Jakarta) pada abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Awalnya, telur asin bukanlah komoditas, melainkan bekal para pedagang Tionghoa asal Brebes. Mereka bertolak ke Batavia melalui Pelabuhan Tegal untuk berdagang kayu dan beras. Lama-kelamaan, bekal telur asin yang mereka bawa menarik minat banyak orang. Sejak itu, telur asin mulai diperdagangkan.

Dalam tradisi Tionghoa, telur yang diasinkan digunakan sebagai salah satu sesaji bagi Dewa Bumi. Pada periode pascakemerdekaan 1945-1949, telur asin membantu banyak orang untuk bertahan hidup.

”Telur asin mulai dikomersialisasikan di Brebes pada era 1950-1960-an. Mulanya, hanya orang-orang peranakan Tionghoa yang menjual telur asin karena hanya mereka yang menguasai teknik mengasinkan telur. Dalam proses pembuatannya, mereka melatih dan mempekerjakan warga lokal Brebes,” tutur Wijanarto.