Terasi, Sang Ratu Bumbu

Tidak semua orang menyukai aroma tajam dari olahan fermentasi, termasuk terasi. Bumbu penyedap itu lebih banyak digunakan dalam campuran sambal di beberapa daerah. Berbeda dengan Pulau Bangka, terasi justru menjadi bumbu primadona yang hampir ada dalam setiap masakan. Katanya, kelezatan suatu masakan amat bergantung padanya.

Terasi kerap disebut dalam konotasi yang kurang baik. Aroma tajamnya memang mudah dikenali sehingga beberapa orang akan menutup hidung dengan jari setelah menghirupnya. Namun, gerakan reflek itu tampaknya jarang muncul saat kita berkunjung ke Pulau Bangka. Bagaimana tidak, terasi merupakan kawan mesra dalam sejumlah makanan. Hidung dan lidah pun terbiasa menyapanya.

Kompas/Melati Mewangi
Kepulauan Bangka Belitung memiliki beragam olahan fermentasi dari hasil laut, seperti terasi (tengah), rusip atau fermentasi ikan (kiri, atas), dan calok yang terbuat dari udang rebon difermentasi (kanan, atas).

”Terasi itu wajib ada supaya rasanya makin mantap. Apalagi, ini Toboali, surganya terasi enak,” ucap Yoelchaidir (47), yang tengah sibuk menyiapkan bumbu di dapur rumahnya di Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Sabtu (16/7/2022). Siang itu, ia memasak dua resep andalan keluarga, yakni lempah gumbang kelapo dan lempah ikan kepuyu.

Keduanya merupakan resep turun-temurun yang masih lestari. Lempah merupakan hidangan tradisional warga Pulau Bangka yang biasanya berkuah dan berwarna kekuningan. Warna tersebut berasal dari rimpang kunyit yang ditambahkan ke dalamnya. Namun, tidak semua lempah berwarna kuning. Di Pulau Bangka ada beragam versi lempah, bahkan setiap rumah atau keluarga memiliki resep yang berbeda.

Kompas/Melati Mewangi
Lempah gumbang kelapo buatan Yoelchaidir, warga Toboali, Kabupaten Bangka Selatan. Cita rasanya gurih dan segar. Tekstur gumbang kelapo menyerupai rebung atau tunas bambu muda.

Tanpa membawa catatan atau buku resep, tangan Yoel lincah mengambil bumbu yang akan dipakai. Ia sudah hafal resep-resep keluarga di luar kepala. Budaya mencatat resep makanan memang kurang akrab bagi masyarakat Nusantara. Meski demikian, sebagian resep masih tetap terjaga dan diteruskan oleh anggota keluarga karena kecintaan mereka terhadap kuliner itu.

Proses memasak itu didokumentasikan oleh Tim Pusaka Rasa Nusantara dari Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia. Mereka menimbang semua bahan menggunakan timbangan. Tidak lagi terdengar ”sedikit garam” atau ”secuil terasi”, semua bobot diukur secara spesifik. Pencatatan detail bahan-bahan dan langkah pemasakan bertujuan untuk mengabadikan resep tradisional agar tetap lestari. Harapannya, bisa menjadi petunjuk dan semua orang bisa menduplikasikan masakan itu.