Terowongan Penyelamat di Lereng Gunung Slamet

Air tak pernah surut di lereng Gunung Slamet. Hanya saja, kondisi geografis yang sedemikian rupa menyebabkan ada desa-desa di sana yang sulit dialiri air. Seperti dialami enam desa di Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. Wilayah-wilayah tersebut terancam kurang pangan dan air bersih karena minimnya pasokan air.

Hingga pada tahun 1950-an beberapa warga berinisiatif membangun terowongan untuk mengalirkan air dari hulu. Kini warga di enam desa tersebut bisa panen sepanjang tahun.

Terowongan yang kemudian diberi nama Tirtapala ini tak pernah lelah mengalirkan air. Suara gemuruh air menggema di lorong berukuran lebar sekitar 80 sentimeter dan tinggi 160 sentimeter. Cericit dan kepak kelelawar menambah seram suasana terowongan batu yang gelap itu.

”Selain ada kelelawar, saya pernah lihat ada ular hitam di terowongan ini,” kata Agus Salimin (48), penjaga terowongan air Tirtapala, Jumat (28/1/2022). Bulu kuduk pun berdiri mendengarnya.

kompas/megandika wicaksono
Kondisi terowongan air Tirtapala di sekitar Curug Gomblang, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (28/1/2022).

Selama puluhan tahun, terowongan ini lama-kelamaan berubah menjadi habitat alami berbagai jenis makhluk hidup, termasuk beberapa jenis hewan. Meski demikian, hewan-hewan itu tidak pernah mengganggu sepanjang tidak diserang duluan.

Lima tahun terakhir, Agus Salimin dan Kusnanto (60) menjadi ujung tombak perawatan Tirtapala. Terowongan ini merupakan bagian awal dari saluran air sepanjang 2,5 kilometer yang menghubungkan Sungai Logawa dengan Sungai Cangkok. ”Kami dua sampai lima kali seminggu membersihkan terowongan dari batu dan sampah dedaunan,” kata Agus.

Sungai Logawa merupakan sungai besar yang posisinya berada di bawah keenam desa. Posisi sungai ini terhalang oleh bukit-bukit. Sementara Sungai Cangkok yang posisinya lebih dekat dengan pedesaan tersebut adalah sungai kecil sehingga airnya tidak mencukupi kebutuhan. Dengan begitu, harus dibuat saluran irigasi yang melingkari bukit agar air dari Sungai Logawa bisa menjangkau keenam desa.

Agus dan Kusnanto harus bekerja penuh kehati-hatian karena kondisi ceruk terowongan yang basah dan tanpa pengaman. Ambrol dan longsor bisa terjadi sewaktu-waktu. Demikian pula dengan potensi banjir di bagian hulu.