Konsumsi susu nabati bukan hal baru dalam dunia pangan saat ini. Jauh sebelumnya, masyarakat tempo doeloe telah mengenal susu nabati dalam keseharian mereka. Minuman itu terbuat dari sumber daya yang tumbuh di sekitar, seperti biji-bijian, serealia, dan kacang-kacangan. Semuanya memiliki cita rasa khas yang menarik untuk dicicipi. Untuk memperkaya kandungan nutrisinya, kini susu nabati difortifikasi dengan sejumlah bahan.
Saat berkunjung ke supermarket, coba tengoklah ke rak etalase bagian produk susu. Jika diperhatikan, ada banyak produk susu nabati dengan aneka jenama di sana. Seiring perkembangan teknologi, susu nabati bisa dinikmati di dalam negeri dengan kemasan modern. Di Indonesia, produk susu nabati diproduksi di tingkat rumahan, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), hingga industri. Setiap produk memiliki rasa dan ciri khas tersendiri.
Klaim bernada positif acap kali disematkan pada produk susu nabati, antara lain rendah lemak, rendah gula, dan rendah emisi. Bagi mereka yang mengalami gangguan sistem pencernaan intoleransi laktosa (protein yang terdapat dalam susu), susu nabati bisa menjadi salah satu alternatif untuk dicoba. Susu nabati yang dijumpai memiliki ragam tampilan fisik yang berbeda menyesuaikan dengan kandungan bahan-bahan di dalamnya atau perasa yang ditambahkan.
Berabad-abad lalu, susu nabati sudah dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam buku Pangan: Gizi, Teknologi, dan Konsumen (1993), disebutkan, susu kedelai merupakan minuman dari China yang sudah ada sejak abad ke-2 sebelum Masehi. Minuman ini kemudian menyebar ke Jepang dan negara-negara lainnya di Asia setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1945, susu kedelai diproduksi massal dalam bentuk karton segi empat di Hongkong. Beberapa industri memfortifikasi produknya dengan mineral dan vitamin.
Susu kedelai mulai diproduksi massal dalam bentuk bubuk (powder) di Indonesia, tahun 1957. Pabriknya didirikan di Yogyakarta dengan bantuan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Badan PBB untuk Anak-Anak (UNICEF). Seiring perkembangan, susu kedelai semakin populer dan diproduksi di tingkat rumahan dan koperasi desa. Jauh sebelumnya, produk kedelai yang dikenal oleh masyarakat adalah tempe dan tahu.
Budidaya kacang kedelai di Indonesia diperkenalkan oleh bangsa China. Penggunaan kedelai pada bidang pangan juga dilakukan oleh mereka. Prof Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan Asia (2005) mengatakan, kontribusi bangsa China dalam bidang pangan di Indonesia terlihat dari sejumlah produk yang dihasilkan, seperti aneka kue dari tepung kacang hijau, mi dari tepung beras, kedelai fermentasi (tauco), teknik pemasakan, hingga alat masak.