Wisata dan Perhotelan di Tanah Priangan Zaman Hindia Belanda

Ketangguhan dunia perhotelan dan pariwisata di Jawa Barat kini tengah diuji pandemi Covid-19. Kunjungan wisatawan anjlok. Okupansi hotel dan penginapan tak kunjung ramai.

Akan tetapi, harapan tak seharusnya padam. Bumi Priangan tempo doeloe sudah teruji lama. Para perintis sudah membangun potensi wisata dan akomodasi, dari nol hingga kesohor ke berbagai benua.

Kisah itu terekam lewat sepak terjang para perintis di tiga daerah Priangan, pada periode akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Bandung, Garut, dan Sukabumi menjadi primadona berkat panorama karunia Tuhan dan kreativitas warganya.

Bandung menjadi salah satu daerah paling berkembang pada zaman Kolonial Hindia Belanda. Keberadaan Jalan Raya Pos yang dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels tahun 1809 turut memicunya. Sejak itu, bermunculan permukiman dan geliat bisnis di sepanjang Jalan Raya Pos, termasuk di ruas yang melintasi Bandung.

arsip kitlv
Jalan Raya Pos di Bandung antara abad ke-19 dan abad ke-20.

Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997, Haryoto Kunto menuliskan, geliat bisnis Jalan Raya Pos ditangkap CPE Loheyde, orang Perancis, eks anak buah Daendels. Pada tahun 1825, dia mendirikan pesanggarahan atau pesanggrahan (herberg) pertama, tidak jauh dari titik nol Bandung. Pada awalnya, tempat itu diperuntukkan sebagai penginapan bagi pelintas Jalan Raya Pos.

Seiring diresmikannya UU Agraria Tahun 1870 yang mengizinkan penguasaan lahan bagi swasta, Bandung kian ramai didatangi orang Belanda yang hendak mengolah tanah Priangan menjadi kebun teh, kopi, hingga kina.

Pesanggrahan Loheyde menjadi tempat berkumpul orang-orang yang kelak disebut preangerplanters (penanam dari Priangan). Tahun 1875, pesanggrahan itu naik kelas menjadi hotel yang diberi nama Thiem.

Akan tetapi, ramainya orang Belanda itu justru jadi bumerang. Banyak preangerplanters masih miskin dan banyak berutang. Saat turun gunung, mereka doyan mabuk dan membuat keonaran sebagai pelampiasan membanting tulang di kebun. Kondisi ini membuat Thiem merugi.