Ganti orientasi perangkat anda menjadi mode potrait

on

off

Evolusi Sungai Citarum

Selama ribuan tahun mengairi ”Bumi Pasundan”, Citarum telah berevolusi dari berkah bagi warga sekitar menjadi bencana. Akankah kembali menjadi berkah?

Tim Dolphin II yang berintikan olahragawan pendayung dari tim PON IX DKI keluar sebagai juara lomba arung jeram Citarum II 1977. Lomba ini mengambil rute Rajamandala-Bayabang dan Warung Jeruk-Bendungan Jatiluhur.
Kompas/Totok Poerwanto
Menjelang penutupan sebagian segmen Sungai Citarum karena beroperasinya PLTA Cirata, kelompok pencinta alam Wanadri, Bandung, menggelar semacam ”perpisahan” dengan acara arung jeram bersama pada Agustus 1987.
Kompas/Nugroho F Yudho

PLTA Cirata, berkekuatan 8 x 126 MW, diresmikan Presiden Soeharto bersamaan dengan PLTA Mrica (Jawa Tengah) dan PLTA Sengguruh (Jawa Tengah) Sabtu, 25 Maret 1989. Ketika itu, kapasitas pembangkit listrik di seluruh Indonesia baru 8.000 MW.

Waduk Saguling di Kabupaten Bandung mulai diisi air. Ditandai dengan penekanan tombol, pintu terowongan pengelak Bendung Saguling secara simbolis telah ditutup Gubernur Jawa Barat HA Kunaefi, 15 Februari 1985.
Kompas/Her Suganda
Setelah 10 tahun Bendungan Jatiluhur tuntas, pemerintah mulai membangun jaringan irigasi di daerah hilir, terutama di daerah Karawang dan Bekasi, 27 September 1977.
Kompas/Kartono Ryadi

Pembangunan Waduk Jatiluhur dikerjakan setelah tahun 1957 pemerintah mengambil keputusan untuk membendung Citarum. Proyek pembangunan itu dinyatakan selesai secara fisik setelah 10 tahun kemudian. Peresmiannya dilakukan Presiden Soeharto pada Agustus 1967. Sejak itu tamatlah tanah garapan milik ribuan penduduk kecamatan Jatiluhur.

Dari 8.300 hektar daerah itu dikorbankan menjadi danau buatan yang bisa menampung 3 miliar meter kubik air. Sejak itu Waduk Jatiluhur menjadi berkah bagi petani di daerah hilir, menjadi pusat pembangkit listrik tenaga air yang menyuplai energi untuk Bandung dan Jakarta.

Ujung terowongan untuk mengalihkan aliran Sungai Citarum terlihat mulai dikerjakan pada 12 Mei 1984. Terowongan ini nantinya akan dimanfaatkan sebagai terowongan pelimpah dari PLTA Cirata.
Kompas/Markus Duan Allo
PLTA Saguling dengan daya 700 MW itu memanfaatkan tenaga dari aliran Sungai Citarum. Bendungan dan PLTA saguling diresmikan Presiden Soeharto pada 24 Juli 1986.
Kompas/Bambang Sukartiono

PLTA Saguling, berkekuatan 700 MW, diresmikan Presiden Soeharto pada 24 Juli 1986. ”Limbah sampah, erosi akibat tanah garapan harus dipikirkan agar tidak mengganggu fungsi bendungan,” kata Presiden Soeharto.

Di daerah Mekarsari, Baleendah, Kabupaten Bandung, sebagian rumah penduduk tergenang air setinggi 20-30 sentimeter. Sebagian warga juga masih tinggal di tenda penampungan. Foto diambil pada 20 Januari 1984.
Kompas/FX Puniman
Hujan terus-menerus di daerah hulu Sungai Citarum menyebabkan rumah penduduk di Kelurahan Andir, Kabupaten Bandung, 16 Januari 1984, tergenang. Banjir di hulu Citarum telah terjadi sejak 12 Januari 1984.
Kompas/FX Puniman

Banjir di Mekarsari, Baleendah, Kabupaten Bandung, adalah banjir menahun. Namun, akhir tahun 2018, banjir di Mekarsari diperkirakan berkurang dengan mulai beroperasinya kolam retensi di Kampung Cieunteung, Kecamatan Baleendah.

Butuh koordinasi kuat untuk menjaga Citarum. Sejumlah kalangan, mulai dari ulama atau tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga budayawan, akan dilibatkan dalam program Citarum Harum ini.
- Pangdam III Siliwangi Mayor Jenderal Doni Monardo.
(Kompas, Sabtu, 30 Desember 2017)
Hutan di hulu Daerah Aliran Sungai Citarum di sekitar Cagar Alam Gunung Tilu, Jawa Barat, masih terlihat hijau, 25 Maret 2010. Namun, terlihat lahan pertanian dan permukiman mulai mengepung cagar alam itu.
Kompas/Hamzirwan
Panglima Daerah Militer III Siliwangi Mayor Jenderal Doni Monardo (kedua dari kanan) memeriksa bibit pohon untuk penghijauan daerah bantaran Sungai Citarum di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, 27 Januari 2018.
Kompas/Benediktus Krisna Yogatama
Petani dari Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menanam bibit pohon pinus di Gunung Wayang yang merupakan hulu Sungai Citarum, 22 Desember 2013, sebagai bentuk kontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Kompas/Haris Firdaus

Dari Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, air Citarum mengalir ratusan kilometer hingga Laut Jawa. Dari Tarumajaya, kebersihan CItarum seharusnya dijaga. Jangan memimpikan Citarum Harum apabila hulu Citarum pun rusak.

Warga Desa Cihea, Kecamatan Haur Wangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 31 Juli 2008, memanfaatkan tepian Sungai Citarum yang mengering untuk menanam palawija.
Kompas/Agus Susanto
Idah menanam ubi di dasar Sungai Citarum yang menyusut di Desa Cadasari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, 25 Maret 2011. Rusaknya DAS Citarum kerap memicu penyusutan debit air Citarum.
Kompas/Lucky Pransiska
Sungai Citarum juga menjadi penyangga perekonomian warga. Warga pun menempatkan karamba jaring apung di aliran Sungai Citarum menjelang Waduk Saguling di Maroko, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/1/2018).
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

“Harusnya, tidak boleh ada budidaya ikan di Citarum karena airnya sudah tercemar bahan kimia beracun dan berbahaya,” kata pengurus Masyarakat Akuakultur Indonesia, Muhamad Husen, Jumat (5/1/2018) di Bandung. Namun faktanya, ribuan ikan dari Bendungan Jatiluhur dan Cirata tiap hari dijual di Jakarta dan Jawa Barat.

Dua bendungan itu kini juga disesaki keramba jaring apung. Di Bendungan Cirata, Sabtu (6/1), direkomendasikan 12.000 keramba jaring apung, tetapi kini sudah berkembang menjadi 70.000 keramba jaring apung. Di Jatiluhur hanya direkomendasikan 6.000 keramba jaring apung, tetapi kini sudah mencapai 24.000 keramba. Adakah solusi dari pertumbuhan keramba jaring apung?

Warga menarik jaring ikan di pertemuan lumpur yang mengalir di Sungai Citarum yang membelah Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 1 Maret 2009.
Kompas/Agus Susanto
Edi (42), warga Desa Pasirjambu, Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, 15 Mei 2012, menjajakan ikan jambal roti berukuran besar (lebih dari 5 kilogram) hasil tangkapan nelayan di Waduk Cirata.
Kompas/Mukhamad Kurniawan
Ikan liar Citarum dijajakan di pinggir jalan di kawasan Waduk Cirata Desa Cadasari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, 16 Juni 2011.
Kompas/Dedi Muhtadi
Sejumlah aktivis Greenpeace menggelar aksi tentang pencemaran limbah berbahaya Sungai Citarum yang melintasi Curug Jompong, Desa Jelegong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 13 September 2012.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

”Untuk pabrikan atau industri yang membuang limbah ke Citarum, penanganannya mudah. Para eksekutif, bos, atau pemegang saham perusahaan harus mencoba mandi di sungai yang menampung limbah dari pabrik mereka. Saya yakin mereka kapok, ha-ha-ha...,” kata Sam Bimbo. (Kompas, Rabu, 26 Februari 2014).

Perahu yang mengangkut para pemulung plastik bekas melintasi Sungai Citarum di Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada 13 Juni 2014.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
Siswa SDN Pantai Bahagia 02 berangkat sekolah menggunakan perahu kayu motor Anugrah menyusuri Sungai Citarum, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 23 Agustus 2017.
Kompas/Harry Susilo
Ketiadaan jembatan memaksa anak sekolah dari Desa Tegallega, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, berperahu menyeberangi Sungai Citarum dari dan ke sekolah mereka pada 31 Juli 2007.
Kompas/Mukhamad Kurniawan
Tim arung jeram yayasan pelatihan alam bebas, Kabupaten Bandung, 26 Mei 2010, membantu menyeberangkan warga akibat jembatan di dua desa tersebut putus diterjang empasan air Sungai Citarum.
Kompas/Lucky Pransiska
Luapan Sungai Citarum membanjiri perumahan di kawasan Desa Wadas, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, 14 November 2016.
Kompas/Wawan H Prabowo
Memang sudah terlalu lama Sungai Citarum tidak kita urus. Saat ini adalah momentum untuk memulai kerja besar itu. Belum terlambat untuk memperbaikinya. Namun, jika tidak bekerja cepat, bisa jadi akan terlambat.
- Presiden Joko Widodo
(Kompas, Jumat, 23 Februari 2018)

Kerabat Kerja

Penulis: Haryo Damardono | Penyelaras Bahasa: Lucia Dwi Puspita Sari | Reporter: Her Suganda, Cornelius Helmy Herlambang, Mukhamad Helmy | Fotografer: Agus Susanto, Bambang Sukartiono, Benediktus Krisna Yogatama, Dedi Muhtadi, Fx Puniman, Hamzirwan, Haris Firdaus, Harry Susilo, Her Suganda, Kartono Ryadi, Lucky Pransiska, Markus Duan Allo, Mukhamad Kurniawan, Nugroho F Yudho, Rony Ariyanto Nugroho, Totok Poerwanto | Infografik: Gunawan Kartapranata | Pengolah Foto: Toto Sihono | Desainer & Pengembang: Rafni Amanda, Deny Ramanda, Vandi Vicario | Produser: Haryo Damardono, Septa Inigopatria, Prasetyo Eko Prihananto

© PT Kompas Media Nusantara