KompasTalempong Melintasi Zaman

Talempong Melintasi Zaman

GESER

Beratus tahun, rancak talempong menggema di ranah Minang. Perubahan sesuai dinamika masyarakat, termasuk menjadi produk hiburan, membuat talempong tak lagi canggung dikawinkan dengan alat musik modern. Dengan cara itu, talempong bertahan melintasi zaman.

Bunyi talempong telah menggema di ranah Minangkabau selama beberapa ratus tahun. Dari alat musik di lingkungan istana atau kerajaan, perlahan alat musik itu menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Minang.

Keberadaan talempong di bumi Minangkabau tercatat sejak abad ke-14. Dia tak lenyap ditelan zaman, tetapi membuktikan bahwa dia digdaya melintasi perubahan zaman. Kini, talempong dimainkan anak-anak muda berbagai usia dalam warna musik yang lebih beragam.

Keberadaan talempong sangat erat dengan unsur folklore. Kisah asal-usulnya itu kebanyakan bersumber dari tambo, yaitu kisah yang disampaikan turun-temurun secara oral dengan versi berbeda-beda.

Salah satu versi menyebutkan, konon talempong berasal dari Pariangan yang disebut-sebut sebagai asal mula nenek moyang orang Minangkabau. Sementara versi lainnya menyatakan, talempong berasal dari India Belakang, dibawa oleh keturunan Sultan Iskandar Zulkarnain.

Jennifer A Fraser dalam buku Gongs & Pop Songs: Sounding Minangkabau in Indonesia menyebutkan, tidak ada bukti arkeologi atau bukti sejarah yang secara akurat menyebutkan asal-usul talempong. Namun, menurut Margareth J Kartomi (1998), diperkirakan talempong sudah ada sejak masa kedatangan Islam di Sumatera pada akhir abad ke-13.

Dalam artikel Musical Strata in Sumatera, Java and Bali, Margareth menyebutkan, para perajin perunggu dari Tonkin, utara Vietnam, datang ke Minangkabau beberapa abad sebelum Masehi. Pada zaman yang disebut Zaman Perunggu itu diperkirakan talempong dan juga gong dibawa oleh nenek moyang orang Minangkabau.

GESER

Diperkirakan talempong sudah ada sejak masa kedatangan Islam di Sumatera pada akhir abad ke-13.

Dua Zaman Talempong

Talempong awalnya hanya bernada pentatonik. Dalam perkembangannya, talempong dikembangkan menjadi diatonik sehingga bisa dikolaborasikan dengan alat musik modern.

Instrumen gamelan yang berpasangan dibedakan menjadi lanang dan wadon, atau lelaki dan perempuan. Peran masing-masing “jenis kelamin” adalah memainkan not polos atau not sangsih. Kombinasi permainan polos dan sangsih menciptakan efek kebyar: keras, cepat, dan berkaitan.

Pada akhir kekuasaan Adhityawarman (1347) di Minangkabau, kebudayaan musik yang meliputi gong dan talempong menjadi simbol, prestise, dan kebesaran raja. Seperti disebutkan oleh Antony Reid (1995) dan Mahdi Bahar (2009), tahun 1550-an, musik perunggu yang menggunakan kettle drums, yaitu alat musik idiofon terbuat dari metal, yang diyakini adalah talempong, merupakan musik dari tradisi kerajaan Minangkabau.

Alat musik ini konon biasa dipergunakan untuk menyertai keberangkatan raja bersama rombongan tatkala menemui orang-orang Portugis di Pantai Tiku. Pantai Tiku adalah salah satu pantai indah yang terletak di Kabupaten Agam.

Saat ini, Kabupaten Agam, khususnya Sungai Puar, dikenal sebagai salah satu sentra pembuatan talempong. Alat musik yang terbuat dari bahan yang terdiri dari campuran logam tembaga, timah putih, dan seng ini dibuat dengan teknik a cire purdue, yaitu cara pembuatan alat berbahan logam dengan lebih dulu membuat patron atau bentuk dasarnya. Bahannya menggunakan lilin.

Patron atau bentuk dasar tersebut selanjutnya dibalut tanah liat, dikeringkan dengan cara dijemur, kemudian dibakar. Setelah pembakaran, cairan lilin dikeluarkan sehingga memunculkan rongga yang lantas diisi cairan logam. Setelah cairan logam membeku, baru dilakukan proses penggerindaan, pemolesan, dan penyeteman nada.

Teknik pembuatan a cire purdue pada talempong membedakan dengan teknik pembuatan gamelan Jawa yang menggunakan metode tempaan.

GESER

Berlatih

Mahasiswa di Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Sumatera Barat, berlatih alat musik Talempong, Selasa (13/2). Institusi pendidikan seni seperti ini menjadi salah satu tempat yang diharapkan bisa melestarikan talempong.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
GESER

Talempong tradisional

Kelompok talempong tradisional “Bunian Mandeh” Sikabu-Kabu, Payahkumbuh, Sumatera Barat, Selasa (13/2), tengah memainkan alat musik talempong pacik.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

Memainkan Talempong

Mainkan contoh musiknya, lalu gunakan keyboard atau klik pada gambar talempong untuk memainkan irama talempong tersebut!

MULAI

“Feeling”

Sunandar Raiska Putra yang merupakan generasi ketiga pembuat talempong di kawasan Sungai Puar, Kabupaten Agam, mengatakan, diperlukan setidaknya waktu selama 1-1,5 bulan dalam proses pembuatan talempong. ”Saya belajar membuat talempong secara otodidak. Hanya melihat bapak dan kakek. Lama-lama bisa sendiri. Main feeling saja,” ujarnya.

Dulu, pembuatan talempong hanya dikuasai oleh ahli talempong yang disebut tuo talempong. Merekalah yang menguasai rahasia pembuatan talempong, termasuk nada-nada yang ”disematkan” pada talempong berdasarkan feeling mereka.

Nada asli talempong yang pentatonik terdiri atas lima atau enam nada. Apabila dibandingkan dengan nada diatonik, akan terdengar tidak pas atau seolah meleset di telinga.

Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, Andar Indra Sastra, dalam disertasinya yang berjudul Konsep Batalun Dalam Penyajian Talempong Renjeang Anam Salabuhan Di Luhak Nan Tigo Minangkabau menyebutkan, dalam proses pembuatan talempong, dilakukan juga proses manyadahi, yakni proses yang bertujuan menjaga kestabilan bunyi talempong sesuai dengan kualitas bunyi yang diharapkan.

Untuk menyadahi talempong, diperlukan sejumlah ramuan. Menyadahi talempong dimulai dari beruduk untuk menyucikan diri, membaca mantra, mencampur air-air dengan limau, mengaduk sadah dengan air yang sudah dicampur, mengambil talempong untuk disadahi, mengecek bunyi talempong, serta malimaui atau ”membasahi” talempong.

Bengkel Talempong
GESER

Talempong dengan nada pentatonik biasa dipesan pemain talempong pacik dengan teknik tradisional. Talempong ini dimainkan dengan teknik interlocking atau saling meningkahi sehingga menimbulkan pola irama tertentu. Talempong pacik umumnya dimainkan tiga orang, dengan masing-masing memainkan dua talempong.

Saat ini, pesanan talempong tidak hanya dalam nada pentatonik, tetapi juga dalam nada-nada diatonik. Tidak hanya satu oktaf, bahkan bisa lebih dari itu, termasuk nada-nada seperti kres dan mol.

Hal ini bisa terjadi seiring dengan makin maraknya talempong kreasi, ketika talempong digabungkan dengan alat musik modern untuk menyuguhkan musik atau lagu yang lebih kompleks ketimbang sekadar pola irama tertentu. Perubahan ini terjadi kira-kira pada kurun waktu tahun 1970-an dengan salah satu pelopornya adalah Yusaf Rahman yang dikenal sebagai salah satu komponis besar asal Minang.

GESER

Talempong ini dimainkan dengan teknik interlocking atau saling meningkahi sehingga menimbulkan pola irama tertentu.

GESER

Pembuatan talempong

Bengkel pembuatan talempong Anda Saiyo di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, Rabu (14/2). Sungai Puar menjadi wilayah yang dikenal sebagai wilayah pandai besi, termasuk pembuatan talempong.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
GESER

Turun-temurun

Kemampuan pembuatan talempong di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, diwariskan secara turun temurun dari leluhur.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

Dalam buku Yusaf Rahman Komponis Minang yang disunting oleh Nasif Basir, disebutkan bahwa Yusaf pertama kali mengolah tangga nada talempong pentatonik yang terbatas (hanya lima not), lalu menciptakan pola tangga nada diatonik. Dengan demikian, alat musik tradisional Minang itu bisa berkolaborasi dengan alat-alat musik lain.

Yusaf yang mengawasi pembuatan talempong bernada diatonik tersebut dikerjakan oleh tuo-tuo talempong di Sungai Puar. Dia juga yang mengatur jumlahnya dalam satu meja, menyetem ketepatan nada-nadanya, serta mengatur kualitas suaranya agar sesuai konsep diatonik.

Yusaf membagi talempong dalam tiga meja. Meja pertama disebut gareteh atau melodi berisi 16 talempong dalam dua oktaf nada diatonik yang bisa dimainkan dalam 1 kruis, naturel, dan 1 mol. Meja kedua disebut tingkah atau akord, terdiri atas delapan talempong.

Meja ketiga disebut saua, juga terdiri atas delapan talempong. Pengaturan nada talempong ini sama dengan pengaturan nada diatonik pada piano.

Sejak itu, talempong bernada diatonik makin marak di Minangkabau. Belakangan, penyeteman nada talempong tak lagi menggunakan feeling, tetapi menggunakan aplikasi di telepon genggam. Upacara manyadahi yang dulu umum dilakukan para tuo talempong pun sudah tidak pernah lagi dilakukan.

GESER

Bahan baku

Bahan baku pembuatan talempong di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, dari logam tembaga, kuningan, dan besi tua, Rabu (14/2). Sulitnya memperoleh bahan baku baru yang berkualitas membuat perajin memilih mendaur ulang logam bekas.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
GESER

Menyetem nada

Anda Saiyo, perajin di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, menyetem talempong, Rabu (14/2). Penyeteman talempong, terutama talempong diatonik, kini bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi di ponsel cerdas.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

Kemasan modern

Sebagaimana sejarahnya yang memiliki kaitan dengan istana atau kerajaan, dalam perkembangannya, penggunaan talempong dalam masyarakat Minangkabau hampir selalu dikaitkan dengan upacara adat, seperti upacara pengangkatan penghulu dan upacara perkawinan. Meski demikian, talempong juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Fungsinya yang sakral pun terus bertransformasi menjadi makin lentur dengan dinamika masyarakat, termasuk kala menjadi sebuah produk hiburan. Di titik itu, talempong tak lagi canggung bertemu atau dikawinkan dengan alat-alat musik modern.

Dinamika Irama Talempong
GESER

Tak hanya menjadi pengiring berbagai jenis tarian Minang atau digunakan untuk menyuguhkan lagu khas Minang dan lagu Melayu, lagu-lagu Indonesia populer atau modern serta lagu Barat pun mampu dimainkan menggunakan talempong. Dalam lima tahun terakhir juga marak talempong goyang yang menyuguhkan talempong dalam lagu-lagu campursari atau bahkan dangdut, dengan memasukkan unsur-unsur gendang sunda.

Hal ini harus diakui menjadi salah satu daya tarik bagi anak-anak muda agar mereka mau berkenalan dengan talempong. Febrian Maldi (18), siswa kelas III SMA yang sejak satu tahun ini bergabung di Sanggar Seni Tampuniak, mengaku tertarik belajar talempong karena perpaduan nada dan cara memainkannya yang lebih menantang dibanding alat musik lain.

GESER

Sajian talempong

Kelompok Sanggar Setampang Baniah menyajikan musik talempong di salah satu baralek (acara pernikahan) di Auditorium Universitas Putra Indonesia, Padang, Sumatera Barat, Jumat (16/2). Talempong kini banyak disajikan dalam pesta pernikahan besar-besaran (baralek gadang).
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

”Anak-anak muda harus ditarik agar menyukai talempong. Caranya, dengan menghadirkan talempong dalam bentuk atau kemasan yang modern. Kalau tidak begitu, mereka tidak akan mau,” ucap pengelola Sanggar Seni Tampuniak di Pariaman, Erwindo Tri Ermis.

Terkait fenomena itu, dosen ISI Padang Panjang yang meneliti perkembangan musik Minang, Zainal Warhat, menyebutkan, hal itu bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan. Hal yang jauh lebih penting adalah talempong terus berjalan alias panjang umur.

Begitulah, talempong digdaya melintasi zaman.

GESER

Perpaduan

Talempong piano dimainkan di Sanggar Shofyani, Padang, Sumatera Barat, Senin (12/2) malam. Talempong piano atau disebut "taleno" mengacu pada nada di piano, salah satu inovasi talempong dengan alat musik modern.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
GESER

Iringi tarian

Alat musik talempong goyang mengiringi latihan tari di Sanggar Seni “Tampuniak”, Pariaman, Sumatera Barat, Sabtu (17/2).
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

Kerabat Kerja

Penulis: Dwi AS Setianingsih, Ismail Zakaria | Fotografer: Rony Ariyanto Nugroho | Videografer: Rony Ariyanto Nugroho, Danial AK | Penyelaras Bahasa: Lucia Dwi Puspita Sari | Infografik: Luhur Arsiyanto Putra | Desainer dan Pengembang: Elga Yuda Pranata, Rafni Amanda | Produser: Prasetyo Eko Prihananto, Haryo Damardono

Suka dengan tulisan yang Anda baca?

Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.