Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamuk. Rumah ane kebakaran gare-gare kompor mleduk.... Rumah ane kebanjiran gara-gara got mampet....
Itulah penggalan lagu Benyamin S tahun 1970 berjudul ”Kompor Mleduk”.
Lagu-lagu Benyamin menjadi potret sosial kehidupan Jakarta di zaman Gubernur Ali Sadikin yang melakukan revolusi perbaikan infrastruktur Kota Jakarta yang kemudian terhenti di zaman penggantinya, Gubernur Tjokropranolo.
Banjir dalam lagu Benyamin masih dan tetap relevan bagi Jakarta yang dilintasi 13 sungai, berada di dataran rendah rawa, dan mengalami penurunan muka tanah tiap tahun.
Pendangkalan dan banjir seiring sejalan tercatat dalam sejarah Jakarta. Adolf Heuken SJ dalam buku Historical Sites of Jakarta mencatat, pada zaman kedatangan misi Portugis ke Sunda Kalapa, mereka meninggalkan Padrao (baca: Padrong), batu penanda perjanjian kerja sama Portugis dengan Kerajaan Hindu Pajajaran tahun 1522.
Batu tersebut terletak di pinggir pantai Sunda Kalapa yang kini menjadi persimpangan Jalan Cengkeh-Jalan Kalibesar Timur di Kota Tua Jakarta, sekitar 1,5 kilometer dari pantai di tepi Museum Bahari.