Dana Besar Penanganan Covid-19, Mengapa Terus Berubah?

Untuk pertama kalinya, Pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya kasus positif Covid-19 pada 2 Maret 2020. Sejak itu, Indonesia mulai menggaungkan berbagai upaya. Salah satunya kebijakan fiskal atau penyediaan dana negara untuk membiayai penanganan Covid-19 di bidang kesehatan hingga ekonomi agar segera pulih.

Tujuannya, untuk memutus rantai penularan Covid-19 dan meredam dampaknya yang terjadi di berbagai bidang.

Berdasarkan pertimbangan terus merebaknya kasus positif Covid-19 yang berdampak ke berbagai bidang ekonomi, pemerintah kemudian menyusun asumsi makro ekonomi Indonesia dan kebutuhan dana penanggulangan Covid-19.

kompas/priyombodo
Dengan mengenakan masker dan pelindung wajah, petugas melayani warga penerima manfaat kartu keluarga sejahtera (KKS) di kantor Kelurahan Kreo, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Senin (11/5/2020). Setiap warga menerima Rp 200 ribu melalui transfer ke rekening tabungan BNI. Uang hanya dapat dibelikan kebutuhan pokok di tempat yang ditentukan.

Setidaknya sudah tiga kali pemerintah mengubah proyeksi kebutuhan biaya penanganan Covid-19 dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan sejak diberlakukan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020.

Semula anggarannya sebesar Rp 405,1 triliun, yakni untuk kesehatan Rp 75 triliun dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) Rp 330,1 triliun. Kemudian anggaran PEN naik menjadi Rp 641,17 triliun, sedangkan untuk kesehatan tetap Rp 75 triliun.

Perubahan berikutnya Rp 677,20 triliun, terdiri dari Rp 589,65 triliun untuk program PEN dan Rp 87,55 triliun untuk kesehatan. Terakhir, biaya penanganan Covid-19 diperkirakan Rp 695,2 triliun, yakni untuk bidang kesehatan dialokasikan Rp 87,55 triliun dan program PEN Rp 607,65 triliun. Anggaran PEN ini meningkat Rp 18 triliun dari proyeksi sebelumnya Rp 589,65 triliun.