Defia
Rosmaniar
Lindswell
Kwok
Rungkat C &
Aldila S
Jonatan
Christie
Eko Yuli
Irawan
Aries
Susanti
Kevin S &
Marcus G
Tiara
Andini
Rifki
Arrosyiid
Jafro
Megawanto
Khoiful
Mukhib
Aqsa Sutan
Aswar
Paralayang
Beregu
Tim Dayung
LM8+
Hanifan Yudani
Kusumah
Baca Juga
Mereka yang Merebut Emas
Indonesia: Bagian 2
Defia Rosmaniar
Bogor, 25 Mei 1995
Tinggi: 167cm | Berat: 51kg
Cabang Olahraga:
Taekwondo
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Keberhasilan Defia Rosmaniar merebut emas mengakhiri penantian taekwondo Indonesia selama 32 tahun pada ajang Asian Games. Sejak taekwondo dipertandingkan pada Asian Games Seoul 1986, Indonesia belum pernah merebut medali emas dan Defia menghapus dahaga itu. Sungguh itu buah dari kerja keras dan aneka pengorbanan bagi gadis berusia 23 tahun tersebut.
Sebelum Asian Games 2018, Defia menjalani pemusatan latihan di Korea Selatan sejak Maret 2018. Ia berlatih fisik dan teknik selama 6,5 jam sehari. Pada pertengahan April, Defia mendapat kabar duka. Ayahnya meninggal dunia dan ia hanya bisa pulang tiga hari di Bogor.
Karakter yang kuat dan semangat pantang menyerah membantunya meraih emas pada Kejuaraan Asia, Mei lalu. Di semifinal, dia menempati posisi keenam, tetapi di final dia menjadi juara. Emas dari Defia membuka banjir emas bagi kontingen Indonesia.
Lindswell Kwok
Binjai, 24 September 1991
Tinggi: 161cm | Berat: 53kg
Cabang Olahraga:
Wushu
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Tekad Lindswell Kwok (26) untuk merebut medali emas Asian Games 2018 terwujud sudah. Prestasi ini menggenapi semua pencapaiannya selama hampir 20 tahun bergelut di dunia wushu dalam suka dan duka. Setelah ini, ia berencana pensiun dan kembali bercengkerama dengan keluarga yang lama ditinggalkannya.
Dengan penuh ketenangan, Lindswell Kwok menaiki podium tertinggi wushu Asian Games 2018 setelah merebut emas di nomor peragaan jurus taijiquan dan taijijian. Ia tersenyum dan tampak sangat percaya diri. Inilah momen pembuktian bahwa ia adalah juara wushu yang paripurna.
Emas Asian Games 2018 melengkapi deretan prestasi Lindswell di sejumlah tingkatan kejuaraan wushu, dari kelas nasional, Asia Tenggara, hingga dunia.
Aldila Sutjiadi
Jakarta, 2 Mei 1995
Tinggi: 170cm | Berat: 66kg
Cabang Olahraga:
Tenis Ganda Campuran
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Christopher Rungkat
Jakarta, 14 Januari 1990
Tinggi: 170cm | Berat: 70kg
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Christopher Rungkat dan Aldila Sutjiadi menghapus dahaga emas Indonesia dari cabang tenis. Sejumlah cabang andalan yang lama tenggelam, akhirnya turut menyumbang medali pada Asian Games 2018, termasuk tenis. Momentum ini harus digunakan untuk memperbaiki pembinaan dan memperbanyak kompetisi.
Satu medali emas dari cabang tenis lewat pasangan ganda campuran, Christopher Rungkat/Aldila Sutjiadi, membuat lagu ”Indonesia Raya” tetap berkumandang setiap hari sejak Asian Games 2018 bergulir pada 18 Agustus. Bagi cabang tenis, ini adalah medali Asian Games pertama yang diraih sejak Asian Games Busan 2002.
Sukses Christo/Aldila di Arena Tenis Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang, diraih dengan menumbangkan pasangan Thailand, Sonchat Ratiwatana/Luksika Kumkhum, dengan 6-4, 5-7, dan super tie break 10-7.
Christo merasa bangga dapat mengakhiri paceklik gelar juara Asian Games di cabang tenis Indonesia. Christo berharap kemenangan ini menghidupkan kembali gairah cabang tenis di Indonesia.
Jonatan Christie
Jakarta, 15 September 1997
Tinggi: 179cm | Berat: 79kg
Cabang Olahraga:
Badminton Tunggal Putra
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Optimisme besar tim bulu tangkis Insonesia dibangun oleh penampilan Jonatan Christie, yang merebut emas tunggal putra Asian Games 2018 dengan mengalahkan unggulan keempat Chou Tien-chen (Taiwan), 21-18, 20-22, 21-15. Jojo (20), panggilan Jonatan, mengakhiri penantian 12 tahun emas dari tunggal putra, yang terakhir dipersembahkan Taufik Hidayat di Doha 2006.
Ditambah dengan medali perunggu dari Anthony Sinisuka Ginting (21), harapan kebangkitan prestasi di sektor tunggal putra pun menguat. Dalam perjalanan menuju podium, mereka menumbangkan pemain papan atas dunia. Selain Chou di final, Jojo menumbangkan unggulan pertama Shi Yuqi (China) dan unggulan ke-8 Kenta Nishimoto (Jepang).
Adapun Anthony menyingkirkan juara dunia dan unggulan kedua Kento Momota (Jepang) serta juara Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Chen Long (China), yang menjadi unggulan kelima.
Eko Yuli Irawan
Lampung, 24 Juli 1989
Tinggi: 158cm | Berat: 62kg
Cabang Olahraga:
Angkat Besi
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Eko Yuli Irawan (29) berhasil membuktikan bahwa usia bukanlah halangan meraih prestasi. Setelah mengukir sejarah dengan meraih tiga medali pada tiga Olimpiade, Eko merebut emas Asian Games 2018. Kini, ia membidik medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Bagi Eko Yuli, medali emas Asian Games merupakan penantian lebih dari delapan tahun.
Tampil perdana di Asian Games Guangzhou 2010 dan Incheon 2014, Eko hanya mampu merebut perunggu. Barulah di hadapan publik Indonesia, termasuk Presiden Joko Widodo yang menyaksikan langsung di Hall A JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (21/8/2018), Eko menunjukkan diri sebagai lifter terbaik Asia.
Keberhasilan Eko menjadi pemuas dahaga tim angkat besi yang rindu medali emas. Sepanjang keikutsertaan Indonesia sejak Asian Games, negeri ini baru mengoleksi 7 perak dan 15 perunggu. Eko berharap ada dukungan nyata pemerintah untuk mengantarnya menuju Olimpiade 2020.
Aries Susanti Rahayu
Grobogan, 21 Maret 1995
Tinggi: 157cm | Berat: 57kg
Cabang Olahraga:
Panjat Tebing Putri
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Prestasi Aries Susanti bukanlah kisah Roro Jonggrang ketika Pangeran Bandung Bondowoso yang sakti mandraguna berhasil membuat 1.000 candi hanya dalam semalam. Kiprah Aries menjadi anak kebanggaan bangsa ini penuh lika-liku, ombak pasang surut, onak berduri, turun-naik, jatuh bangun, bahkan berdarah-darah.
Ia rela mengorbankan masa remajanya. Basah kuyup berpeluh setiap hari dan jauh dari keluarga yang disayang.
Lima hari dalam sepekan, ia harus berlatih ekstra keras. Angkat beban adalah menu latihan sehari-hari untuk meningkatkan kekuatan otot alat gerak atas dan bawah. Lari, melompat, dan memanjat adalah pekerjaan rutin. Semua itu harus diulang beberapa kali dalam sehari, tanpa mengeluh. Hasil kerja keras itu kini sudah berbuah manis.
Kevin Sanjaya Sukamuljo
Banyuwangi, 2 Agustus 1995
Tinggi: 171cm | Berat: 59kg
Marcus Fernaldi Gideon
Jakarta, 9 Maret 1991
Tinggi: 168cm | Berat: 70kg
Cabang Olahraga:
Badminton Ganda Putra
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon menambah medali emas dari bulu tangkis nomor ganda putra setelah memenangi ”perang saudara” di partai final.
Pada perebutan medali emas di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (28/8/2018), Kevin/Marcus mengalahkan rekan senegaranya, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, 13-21, 21-18, 24-22.
Berlatih di tempat yang sama, pelatnas bulu tangkis Cipayung, dan dengan pelatih yang sama, Herry Iman Pierngadi dan Aryono Miranat, kedua pasangan telah mengetahui karakter permainan masing-masing.
Setelah melalui pertarungan seru dan menghibur, pasangan ganda putra berjulukan ”Minions” ini pun sukses menjadi yang terbaik. Hasil ini melengkapi prestasi Kevin/Marcus yang telah memenangi sejumlah turnamen bergengsi seperti All England dan Indonesia Terbuka.
Medali emas dari Kevin/Marcus ini menegaskan dominasi Indonesia pada nomor ganda putra Asian Games. Dari 15 penyelenggaraan—bulu tangkis dipertandingkan sejak Jakarta 1962—ganda putra Indonesia delapan kali meraih emas, termasuk dalam tiga Asian Games beruntun, di Guangzhou 2010, Incheon 2014, dan Jakarta Palembang 2018.
Markis Kido/Hendra Setiawan meraih emas di Guangzhou, sementara di Incheon, Hendra mendapat emas bersama Mohammad Ahsan.
Tiara Andini Prastika
Semarang , 22 Maret 1996
Tinggi: 165cm | Berat: 55kg
Cabang Olahraga:
Downhill
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Tiara Andini Prastika tampil di Asian Games 2018 dalam kondisi yang kurang ideal. Jari telunjuk kanannya yang patah saat mengikuti Kejuaraan Asia 2017 masih menyisakan rasa sakit. Juga, terkadang bengkak lagi jika jari tersebut digunakan agak berlebihan. Akan tetapi, Tiara terus menyugesti dirinya untuk menekan semua rasa sakitnya.
Dia fokus melibas trek downhill di Khebun Park, Subang, Jawa Barat. Sebuah medali emas Asian Games 2018 pun dipersembahkan untuk Indonesia. Kekuatan mental Tiara yang ibarat baja memang dipuji para pelatihnya. Meski kerap jatuh dan jari tangannya masih cedera, Tiara bisa memendam traumanya dan bisa tampil lepas, tetapi tetap fokus dan terkontrol.
Tiara mengenal downhill dari coba-coba. Apalagi secara kebetulan tak jauh dari tempat dia tinggal merupakan trek sepeda tempat penyelenggaraan balapan pada 2012. Dengan bekal seadanya, Tiara pun terjun ke perlombaan downhill itu dan ternyata bisa mendapat nomor tiga.
Rifki Ardiansyah Arrosyiid
Surabaya, 24 Desember 1997
Tinggi: 167cm | Berat: 60kg
Cabang Olahraga:
Karate Putra
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Rifki Ardiansyah Arrosyiid tetap tenang saat ajakannya untuk berjabat tangan dan berangkulan seusai laga final kumite kelas -60 kilogram Asian Games 2018 ditolak oleh karateka Iran, Amir Mahdizadeh, Minggu (26/8/2018), di Jakarta.
Rifki memilih mengibarkan bendera Merah Putih, menyapa para pendukungnya dan meninggalkan Mahdizadeh yang duduk di atas matras tatami sambil marah-marah.
Mahdizadeh yang merupakan juara dunia dua kali, pada 2012 dan 2016, tidak bisa menerima kenyataan dirinya baru saja dikalahkan oleh karateka muda berusia 20 tahun yang belum memiliki nama di dunia karate internasional.
Apalagi, Mahdizadeh juga merupakan peraih emas di kelas yang sama pada Asian Games Incheon 2014 serta peraih emas di Kejuaraan Asia 2015 dan 2017.
Namun, semua itu tidak cukup untuk mengalahkan Rifki, karateka asal Surabaya. Sepanjang laga, Rifki melawan dengan sengit. Ia tidak gentar pada nama besar Mahdizadeh.
Jafro Megawanto
Malang, 18 Maret 1996
Tinggi: 173cm | Berat: 80kg
Cabang Olahraga:
Paralayang
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Prestasi luar biasa diukir Jafro Megawanto di Asian Games 2018. Dia meraih sekaligus dua medali emas dari paralayang nomor akurasi beregu putra dan akurasi perseorangan putra. Keduanya melalui perjuangan yang tidak mudah di tengah perubahan cuaca dan kondisi angin di kawasan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Jafro yang memiliki banyak perempuan penggemar karena pembawaannya yang sangat ramah dan bersahaja itu memang seorang atlet bermental tangguh. Dia lahir dari keluarga petani sederhana. Kebetulan tidak jauh dari tempat tinggalnya ada tempat berlatih paralayang.
Ia biasa menonton dengan terkagum-kagum saat pilot (penerbang) paralayang melakukan penerbangan dari Gunung Banyak, Kota Batu. Untuk bisa mendapatkan uang jajan, Jafro ikut belajar dan kemudian terjun sebagai pelipat parasut atau dikenal dengan sebutan paraboy.
Pekerjaan itu dia tekuni selama dua tahun dengan upah rata-rata hanya Rp 5.000. Belakangan, kesabaran Jafro membantu melipat parasut berbuah manis. Dia ditawari untuk belajar paralayang oleh manajer sebuah klub paralayang di Batu, yang juga pilot andal paralayang untuk nomor lintas alam, Yoshi Pasha.
Khoiful Mukhib
Jepara, 15 Desember 1990
Tinggi: 168cm | Berat: 62kg
Cabang Olahraga:
Downhill Putra
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Kehamilan istri dan perkiraan sang jabang bayi yang akan lahir pada September nanti memberikan motivasi sangat kuat kepada Khoiful Mukhib untuk tampil merebut emas di ajang Asian Games 2018. Dengan ketenangan, tetap fokus, serta optimisme yang tinggi, Mukhib berhasil mewujudkan tekadnya itu. Mukhib sesungguhnya bukanlah orang baru di dunia balap sepeda.
Atlet kelahiran Jepara, 15 Desember 1990, itu sejak usia 8 tahun sudah menekuni sepeda BMX karena tertarik melihat aksi para pebalap sepeda BMX. Bersama beberapa teman, dia pun mempelajari sepeda BMX dengan memanfaatkan sirkuit BMX yang ada di kota kelahirannya. Setelah itu, ia mencoba kemampuannya di sejumlah kejuaraan.
Berawal dari kejuaraan-kejuaraan kecil yang dimenanginya, Mukhib kemudian semakin keranjingan untuk naik podium dan menerima piala. Bakat yang besar serta tekad yang kuat membuat Mukhib bisa mengoleksi sejumlah piala dari banyak kejuaraan yang diikutinya, termasuk emas Asian Games.
Dari BMX, Mukhib kemudian beralih ke downhill. Di nomor downhill, prestasi Mukhib cukup mentereng. Dia menjadi juara nasional kelas elite pada IDH 2012 dan 2013, kemudian dia mengulangi lagi pada 2017
Aqsa Sutan Aswar
Jakarta , 31 Mei 1997
Tinggi: 169cm | Berat: 60kg
Cabang Olahraga:
Jet Ski
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Atlet jetski Aqsa Sutan Aswar dan Aero Sutan Aswar menjatuhkan diri ke laut sesaat setelah finis pada laga final nomor endurance runabout open Asian Games 2018 di Ancol, Jakarta, Minggu (26/8/2018) sore. Masih berpakaian lengkap dengan helm, kakak beradik itu berenang sambil berpelukan, larut dalam keharuan.
Hari itu, Aqsa berhasil merebut emas setelah bertahan memacu jetski selama 35 menit. Pencapaian tersebut membuktikan Aqsa yang baru berusia 21 tahun itu tak hanya berprestasi di luar negeri, tetapi juga digdaya saat bermain di rumah sendiri. Perjalanan kariernya memang lebih banyak dilakukan di luar negeri.
Pasalnya, olahraga jetski kurang populer di Indonesia sehingga penyelenggaraan kejuaraan pun minim.
Jafro Megawanto
Batu, 18 Maret 1996
Tinggi: 173cm | Berat: 80kg
Joni Efendi
Batu,7 Desember 1990
Tinggi: 173cm | Berat: 85kg
Roni Pratama
Batu, 11 Januari 1996
Tinggi: 168cm | Berat: 70kg
Aris Apriansyah
Bogor, 15 April 1994
Tinggi: 160cm | Berat: 64kg
Hening Paradigma
Semarang, 24 Juni 1986
Tinggi: 168cm | Berat: 68kg
Selengkapnya
Sembunyikan
Cabang paralayang Asian Games 2018 mempersembahkan dua medali emas, salah satunya dari tim akurasi beregu putra. Sejarah mereka ditorehkan. Untuk pertama kalinya, paralayang dipertandingkan di Asian Games.
Semua berjalan sukses tanpa kendala berarti dan medali emas pun mereka dapat. Tim beregu paralayang terdiri dari Jafro Megawanto, yang juga mempersembahkan emas di nomor individu, Joni Efendi, Aris Apriansyah, Hening Paradigma, dan Roni Pranata.
Wahyu Yudha, Ketua Paralayang Indonesia, mengatakan, pencapaian ini adalah kesempatan langka. Di berbagai kejuaraan paralayang internasional, biasanya selalu ada ronde yang tidak bisa diselenggarakan, terutama akibat gangguan cuaca.
Para pilot alias atlet paralayang pun bahagia. Pelatih kepala paralayang Indonesia, Gendon Subandono, mengatakan hasil positif di Asian Games juga akan mendorong lebih banyak peminat olahraga paralayang.
"Saya juga ingin mengundang anak-anak muda Indonesia di mana pun kalian berada. Ayo, tekuni paralayang. Cabang ini sekarang bisa memberi kehidupan untuk para pilotnya. Di atas semua itu, saat semakin banyak pilot tangguh, kita bisa membangun tim yang kuat," kata Gendon.
Ihram
27 Agustus 1988
Tinggi: 180cm | Berat: 72kg
Ardi Isadi
5 Oktober 1995
Tinggi: 175cm | Berat: 72kg
Ali Button
9 Mei 1998
Tinggi: 176cm | Berat: 72kg
Tanzil Hadid
7 Oktober 1991
Tinggi: 178cm | Berat: 69kg
Muhad Yakin
22 Maret 1988
Tinggi: 183cm | Berat: 70kg
Rio Rizki Darmawan
2 November 2003
Tinggi: 175cm | Berat: 72kg
Ferdiansyah
13 November 1996
Tinggi: 186cm | Berat: 74kg
Jefri Ardianto
16 Januari 1993
Tinggi: 175cm | Berat: 71kg
Ujang Hasbulloh
5 November 1995
Tinggi: 167cm | Berat: 55kg
Selengkapnya
Sembunyikan
Para pedayung Indonesia menumbuhkan harapan bahwa bangsa bahari ini bisa menjadi salah satu kekuatan besar di cabang rowing Asia. Medali emas rowing nomor LM8+ yang merupakan emas pertama dayung Indonesia sepanjang mengikuti Asian Games layak menjadi tonggak kemajuan olahraga bangsa ini di cabang-cabang Olimpiade, selain angkat besi dan bulu tangkis.
Akhir penantian panjang rowing meraih emas Asian Games juga merupakan buah pembinaan sejak 2011. Selama tujuh tahun menempa para pedayung, akhirnya tim LM8+ meraih medali emas Asian Games 2018 di Danau Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (24/8/2018).
Tim rowing LM8+ yang beranggotakan Ardi Isadi, Ali Buton, Ihram, Tanzil Hadid, Ferdiansyah, Muhad Yakin, Rio R Darmawan, Jefri Ardiant, dan Ujang Hasbulloh sebagai juru mudi meraih emas dengan kerja keras.
Mereka mendapatkan emas bukan hanya sekadar kebetulan atau untung-untungan, melainkan melalui perjuangan keras latihan dan buah pembinaan jangka panjang yang dilakukan bertahun-tahun. Prestasi emas mereka telah direncanakan.
Hanifan Yudani Kusumah
Bandung, 25 Oktober 1997
Tinggi: 165cm | Berat: 59kg
Cabang Olahraga:
Pencak Silat
Rekam Prestasi:
Selengkapnya
Sembunyikan
Berselimut bendera Merah Putih, pesilat Hanifan Yudani Kusumah berlari ke tribune VIP Pedepokan Pencak Silat TMII, Jakarta, Rabu (29/8/2018) sore.
Setelah dipastikan menang dalam babak final pencak silat kategori tanding kelas C putra Asian Games 2018, ia segera memeluk Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia Prabowo Subianto secara bergantian.
Namun, siapa sangka, saat masih di pelukan Prabowo, tiba-tiba ia menarik lengan Presiden Joko Widodo, yang memang tengah duduk bersebelahan dengan Prabowo. Ketiganya pun berpelukan erat. Gelanggang pencak silat pun serasa mau runtuh karena riuh rendah teriakan penonton yang menyaksikan adegan tersebut.
Rasa bangga dan haru bercampur jadi satu. Bukan hanya karena emas ke-29 yang dipersembahkan Hanifan bagi Indonesia, tetapi juga berkat keberaniannya menyatukan tokoh nasional yang berseberangan secara politik. Pelukan Hanifan memang hanya lima detik, tetapi ingatan bangsa tidak akan luntur.
Hanifan merasa bahwa masyarakat selama ini terbelah oleh pilihan politik. Dengan penuh percaya diri, ia membuktikan bahwa seluruh perbedaan dan kepentingan bisa bersatu melalui olahraga. Bagi Hanifan, prestasi tertinggi di ajang multicabang tertinggi se-Asia merupakan tantangan yang harus ditaklukkan.
Ia ingin membanggakan sekaligus melampaui pencapaian kedua orangtuanya, dua pesilat nasional yang telah mengharumkan nama bangsa pada masanya. Sang ibu, Dewiyanti Kosasih, merupakan juara di Kejuaraan Dunia Kuala Lumpur, Malaysia (1989), Kejuaraan Dunia Belanda 1991, Kejuaraan Thailand Open 1992, dan SEA Games Singapura 1993. Sementara ayahnya, Dani Wisnu, merupakan juara dunia 1986.
penulis: Kurnia Yunita Rahayu, Adrian Fajriansyah, Kelvin Hianusa ,Korano Nicolash LMS, Rhama Purna Jati, Caesar Alexey, Rakaryan Sukarjaputra | penulis: Prasetyo Eko Prihananto, Syahnan Rangkuti, Yulia Sapthiani, Yulia Sapthiani, Denty Piawai Nastitie, Prasetyo Eko P | litbang: Andreas Yoga P, Rangga Eka Sakti, Yoesep Budianto, Debora Laksmi I, Robertus Mahatma, Yohanes Advent K | penyelaras bahasa: Adi Wiyanto | fotografer: Rakaryan Sukarjaputra, Caesar Alexe, Ferganata Indra R, Rony Ariyanto N, Hendra A Setyawan, ANTARA/Melvinas P | ilustrator: Toto Sihono | infografik: Novan Nugrahadi | desainer & pengembang: Deny Ramanda, Ria Chandra | produser: Septa Inigopatri, Prasetyo Eko P, Haryo Damardon | sumber: Arsip Kompas/INASGOC
Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.