Jakarta,
1945 hingga kini
Daan Jahja adalah Gubernur Militer Jakarta pada awal 1948 hingga 1950. Jabatan tersebut disandangnya pada usia 25 tahun dan berpangkat letnan kolonel TNI. Daan Jahja merupakan Angkatan ’45 yang pernah berjuang dalam menumpas aksi Kapten Westerling yang akan merebut kekuasaan negara karena tidak menerima penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.
Saat menjabat Gubernur Militer Jakarta, ia menghadapi banyak persoalan dalam masyarakat Jakarta, seperti berbagai masalah administrasi dalam proses pengembalian pemerintahan Jakarta kepada pola keindonesiaannya. Akan tetapi, sebagai administrator, Daan Jahja berhasil menyelesaikan berbagai masalah tersebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Daan Jahja juga pernah menjadi redaktur pimpinan surat kabar nasional ketika berusia 23 tahun. Saat itu, ia memiliki bawahan 40 wartawan yang beberapa dari mereka berusia lebih tua.
Sebelum menjabat Wali Kota Jakarta Raya, Sjamsuridjal pernah menjadi Wali Kota Bandung pada September 1945 dan Wali Kota Surakarta pada awal 1947. Dalam pidato pelantikannya, Sjamsuridjal ingin membangun Jakarta menjadi kota yang indah dan ternama. Terdapat tiga program kerja yang diutamakan selama ia menjabat, antara lain pembagian aliran listrik, penambahan air minum, dan urusan pertanahan.
Sudiro aktif dalam sejumlah organisasi, seperti Jong Java, Indonesia Muda dan Kepanduan Bangsa Indonesia, pemimpin Barisan Pelopor, Komite Nasional Indonesia Pusat, dan Wakil Pemimpin Umum Barisan Banteng. Ia juga pernah menjadi Wakil Residen Surakarta selama setahun, Residen Koordinator Solo-Madiun, Semarang-Pati. Setelah pengakuan kedaulatan RI, Sudiro menjadi Residen Madiun dan Gubernur Provinsi Sulawesi (1951-1953).
Sudiro merupakan tokoh yang memprakarsai pembentukan rukun tetangga (RT) dan rukun kampung (RK) dengan mengumpulkan lebih dari 3.000 pemuka masyarakat untuk melakukan musyawarah selama tiga hari.
Brigjen (dr) H Soemarno Sosroatmodjo menjabat ketika status Kota Praja Jakarta Raya berubah menjadi daerah tingkat I dengan kepala daerah berpangkat gubernur. Kemudian, berdasarkan UU No 10 Tahun 1964, Jakarta ditetapkan menjadi ibu kota negara Indonesia. Hal ini berdampak pada pembangunan kota yang cenderung menuju arah kota metropolitan. Masa pemerintahan Soemarno lebih difokuskan pada tertib bersih lingkungan tempat tinggal, kesehatan, dan perluasan lapangan kerja.
Sejak usia remaja, pria yang lebih dikenal dengan nama Henk Ngantung ini sudah memilih profesi sebagai tukang gambar dan mengadakan pameran lukisan pada usia 15 tahun atas dorongan kepala sekolahnya, E Katoppo. Henk diminta mempercantik kota Jakarta sesuai dengan bakat seninya. Usaha pertama dalam rangka keindahan kota adalah dengan meletakkan ”kuali-kuali” berisikan tanaman dan bunga di sebagian Jalan MH Thamrin.
Saat masih menjabat wakil kepala daerah di era Gubernur Soemarno, Henk telah merancang sebuah kompleks rekreasi dan budaya, Taman Bhinneka Tunggal Ika, di Ragunan, Pasar Minggu, yang kemudian menjadi Taman Margasatwa. Sayangnya, proyek ini tidak berjalan karena adanya pemindahan Kebun Binatang Cikini (sekarang Taman Ismail Marzuki) ke Ragunan.
Ali Sadikin merupakan salah satu gubernur DKI Jakarta yang menciptakan sangat banyak gebrakan. Sejak dilantik Presiden Soekarno di Istana Negara tahun 1966, Ali Sadikin segera bergegas memperbaiki masalah-masalah klasik di Ibu Kota. Tidak hanya menyentuh masalah kurangnya rumah sakit, sampah, air minum, dan pengangguran, tetapi juga sarana transportasi dan hiburan bagi masyarakat.
Tjokropranolo mengatakan, masalah terbesar dalam pembangunan Jakarta Raya adalah mengatasi kemiskinan lahir batin. Cara membenahinya, dengan membangun kota Jakarta yang religius sosialistis.
Pada 29 Agustus 1977, Tjokropranolo meresmikan kembali beroperasinya angkutan kereta api kota Jabotabek. Sudah hampir 20 tahun kereta api/trem kota tidak beroperasi di Jakarta. Sebanyak 24 kereta rel diesel (KRD) dan 20 kereta rel listrik (KRL) dioperasikan setiap hari pukul 05.30-19.00, dengan jadwal pemberangkatan setiap 15 menit. Tarifnya Rp 50 per orang.
Selain itu, dua badan pengelola bus mini, PT Metro Mini dan Kopaja (Koperasi Angkutan Jakarta), diresmikan beroperasi pada Sabtu, 8 April 1978. Berdasarkan SK gubernur, pada masa itu satu-satunya perusahaan yang diizinkan mengelola perusahaan angkutan bus mini hanyalah PT Metro Mini. Perusahaan ini dibentuk oleh Pemda DKI, yang merupakan wadah resmi pengusaha mikrobus perseorangan yang umumnya bermodal lemah.
Gubernur Tjokropranolo juga mengatakan, kereta api bawah tanah, metro, merupakan jawaban yang paling sesuai dalam menghadapi kepadatan lalu lintas di Jakarta. Sayangnya, persentase air tanah di kota Jakarta terlalu tinggi dan biayanya sangat tinggi.
Memulai karier di dunia militer melalui Pembela Tanah Air (Peta), Soeprapto menjabat Gubernur DKI Jakarta setelah dilantik Mendagri tahun 1987. Pada awal masa jabatannya, Soeprapto fokus pada usaha pendisiplinan aparat pemda dan masyarakat Jakarta. Selain itu, tidak lupa ia juga memberikan gagasan inovatif terkait masalah sampah, hiburan bagi masyarakat, pelestarian budaya Betawi, dan juga manajemen transportasi publik.
Wiyogo merupakan lulusan Akmil tahun 1948 di Yogyakarta dan menjadi salah satu pelaku sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Ia pun pernah bertugas di Tokyo tahun 1983-1987 sebagai duta besar. Selama kepemimpinan Letjen (Purn) Wiyogo Atmodarminto, ada kebijakan yang membuatnya dikenal publik: program Jakarta yang bersih, manusiawi, dan berwibawa (BMW). Slogan tersebut antara lain bertujuan ”mengembalikan citra” aparat Pemda DKI Jakarta menjadi aparat yang bersih, manusiawi, dan berwibawa.
Wiyogo melarang becak beroperasi di Ibu Kota sejak 31 Desember 1990. Hal ini tertuang dalam SK Gubernur DKI Jakarta No 1424 Tahun 1988 tentang Program Penyelesaian Masalah Becak dan Petunjuk Pelaksanaannya di DKI Jakarta. Saat itu ada sekitar 30.000 becak. Bekas penarik becak kemudian dialihkan profesinya menjadi tukang sayur. Sebagai pengganti becak, juga disiapkan 14.623 bajaj, 1.750 bemo, dan 600 mikrolet. Toyoko, kendaraan sejenis bajaj, akhirnya dipastikan beroperasi resmi di Jakarta sekitar Mei 1991.
Mayjen TNI Surjadi Soedirdja dipilih Presiden Soeharto memegang jabatan Gubernur DKI Jakarta tahun 1992. Terdapat empat masalah yang menjadi prioritas, yakni masalah lalu lintas termasuk pemenuhan angkutan umum yang baik, masalah permukiman kumuh, penanganan sektor informal, serta sikap berani melawan proyek dari pemerintah pusat yang kerap tumpang tindih dengan rencana pemprov. Sejumlah prestasi dicapai ketika Surjadi menjabat, seperti Piala Adipura yang diraih kelima kota madya di DKI Jakarta, umur harapan hidup meningkat, juga naiknya pendapatan per kapita warga.
Pria yang akrab disapa Bang Yos ini masuk Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang tahun 1968. Karier militernya tergolong hebat. Ia pernah menduduki sejumlah jabatan, antara lain Wadan Kopassus (1987) dan Panglima Kodam Jaya periode 1996-1997. Setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta, pada 10 Juni 2015 ia ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Kepada Badan Intelijen Negara.
Sebelum menjabat gubernur, sejak tahun 1978 Fauzi Bowo mulai meniti karier di dunia birokrasi sebagai staf Gubernur DKI Jakarta. Semasa menjabat, sejumlah program untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Ibu Kota menjadi prioritasnya. Terdapat lima program utama Fauzi terkait hal itu, antara lain meneruskan rangkaian pembangunan sistem transportasi massal cepat (MRT), jaringan kereta api lingkar luar Jakarta, pembangunan jalan layang Bandengan dan Tubagus Angke, serta optimalisasi bus transjakarta. Beberapa programnya bahkan masih berjalan hingga kini.
Sejak awal pemerintahannya, Gubernur Joko Widodo dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, serius membenahi birokrasi di jajarannya. Warga Jakarta melihat bagaimana gubernur yang akrab dipanggil Jokowi ini rajin blusukan untuk mengetahui persoalan warga. Ia juga melakukan inspeksi ke kantor-kantor pemerintahan di bawahnya untuk memastikan pelayanan publik dijalankan dengan baik. Jokowi hendak memberi contoh kepada bawahannya, seperti itulah yang seharusnya dilakukan aparat pemerintah melayani publik.
Pada 15 Mei 2014, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menggelar deklarasi di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat, sebagai calon presiden dan wakil presiden. Pasangan ini diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Keempat partai ini menguasai 207 dari total 560 kursi DPR. Pasangan ini berhasil memenangi Pemilu 2014. Pada 2 Oktober 2014, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyampaikan surat pengunduran dirinya sebagai gubernur dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta yang digelar di Gedung DPRD DKI Jakarta.
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok resmi menjabat Gubernur DKI Jakarta sejak 19 November 2014, menggantikan Joko Widodo yang terpilih sebagai Presiden RI. Masa jabatannya dipenuhi banyak pembenahan masalah Ibu Kota di berbagai bidang. Selain perombakan jabatan struktural, Ahok juga fokus dalam membenahi masalah transportasi, banjir, mengembangkan Jakarta Smart City, dan menghadirkan banyak ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA). Ia tidak dapat menyelesaikan tugasnya hingga akhir masa jabatannya karena terjegal kasus penodaan agama sehingga divonis 2 tahun penjara.
Dalam sejarah DKI Jakarta, gubernur periode 2012-2017 untuk pertama kali dijabat oleh tiga gubernur. Pada 2014, Jokowi terpilih menjadi Presiden RI. Posisinya sebagai gubernur digantikan Ahok. Ahok kemudian memilih Djarot untuk mendampinginya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Namun, Ahok mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah putusan pengadilan yang menyatakan dirinya bersalah dalam kasus penodaan agama. Djarot pun menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta sebelum akhirnya dilantik menjadi gubernur pada 15 Juni 2017.
Masa jabatan Djarot akan segera berakhir. Djarot akan melepas jabatannya pada 15 Oktober 2017. Ia pun menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2017 dalam rapat paripurna yang digelar DPRD DKI Jakarta, Rabu (13/9) sore. Dalam pidatonya, Djarot mewakili Jokowi dan Ahok mengucapkan terima kasih di hadapan anggota DPRD DKI Jakarta, pejabat Provinsi DKI Jakarta, PNS, dan seluruh peserta rapat paripurna yang hadir. Djarot tercatat sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan masa jabatan paling singkat, hanya empat bulan.
Kerabat Kerja
Editor: Gesit Ariyanto, Johnny TG | Penulis & Litbang: R Albertus Krisna Pratama, Eren Marsyukrilla | Fotografer: JB Suratno, Pat Hendranto, Kartono Ryadi, Dedy Pristiwanto, Chris Pudjiastuti, Eddy Hasby, Caesar Alexey, Wisnu Widiantoro, Priyombodo, Madina Nusrat | Peliput: Abdullah Fikri Ashri, Vina Oktavia, Iqbal Basyari, Adi Sucipto, Erwin Edhi Prasetya, Winarto Herusansono, A Tomy Trinugroho | Pengolah Foto & Animator: Toto Sihono | Infografik: Gunawan, Ismawadi, Andri | Ilustrator: Maria Karina Putri, Pandu Lazuardy Patriari | Desainer & Pengembang: Yosep Wihelmus Nabu, Elga yuda Pranata |
Suka dengan tulisan yang Anda baca?
Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.