Memuat Halaman

Ubah orientasi perangkat anda menjadi potret untuk membaca artikel ini

Peringatan !

Sajian berikut mengandung kisah, gambar, dan suara yang mungkin dapat mengguncang jiwa Anda. Matikan lampu, kenakan headset, dan atur volume sesuai selera untuk mendapatkan pengalaman maksimal selama membaca.

Lanjut

Kuntilanak

Rambut panjang terurai, wajah pucat, dengan tawa melengking. Ia bisa terbang dan bersemayam di pohon rindang atau berdiam di bangunan tua tak bertuan. Bersiaplah menemuinya jika tiba-tiba tercium aroma bunga.

Rambutnya panjang terurai, wajahnya pucat, dan tawanya melengking membelah malam yang sunyi. Bersiaplah jika suaranya terdengar jauh. Bisa jadi sang kuntilanak sedang mengawasi dari dekat. Kabarnya, kuntilanak sering bersemayam di pohon rindang atau bangunan tua tak bertuan.

Kuntilanak digambarkan sebagai sosok perempuan yang meninggal dalam keadaan hamil. Ada juga yang menyebutnya meninggal setelah melahirkan. Rohnya tidak tenang ketika dipisahkan dengan sang anak. Ia lalu gentayangan dan mendekati para perempuan hamil atau bayi yang baru lahir.

Kehadiran sosok ini menebar horor, khususnya bagi perempuan hamil atau yang baru melahirkan pada zaman dahulu. Ia akan mengincar dan menculik bayi saat petang tiba. Itu sebabnya, dahulu sesepuh di Pulau Jawa meminta ibu hamil untuk menyiapkan bungkusan kain berisi gunting, jarum, paku, hingga bawang putih untuk menghalau datangnya kuntilanak.

Lingsir wengi
sepi durung biso nendro
kagodho mring wewayang
kang ngreridhu ati
kawitane mung sembrono njur kulino
ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno

Lagu Lingsir Wengi kerap dianggap sebagai mantra pemanggil kuntilanak oleh masyarakat. Hal ini tak lepas dari cerita yang diangkat sutradara Rizal Mantovani pada film Kuntilanak (2006).

Liriknya diubah pada film ini menjadi:

Lingsir wengi sliramu tumengking sirno
aja tangi nggonmu guling
awas jo ngetoro
aku lagi bang wingo wingo
jin setan kang tak utusi
jin setan kang tak utusi
dadyo sebarang
wojo lelayu sebet

Menjelang malam, dirimu akan sirna
jangan terbangun dari tidurmu
awas, jangan sampai terlihat
aku sedang gelisah
jin setan kuperintahkan
jadilah apa saja
namun jangan membawa maut

Padahal, sebenarnya ”Lingsir Wengi” yang aslinya merupakan kidung gubahan Sunan Kalijaga ini diciptakan untuk menolak makhluk gaib. Maka, tidak perlu takut untuk menyanyikannya.

Apabila diartikan dalam bahasa Indonesia, sepenggal bait tadi bermakna:

Saat menjelang tengah malam
sepi tidak bisa tidur
tergoda bayanganmu
di dalam hatiku
permulaannya hanya bercanda kemudian terjadi
tak mengira akan jadi cinta

Salah kaprah ini telah mencitrakan ”Lingsir Wingi” sebagai lagu yang bikin merinding. Apalagi, ditambah kisah-kisah bahwa ada beragam kuntilanak. Kuntilanak merah terkenal paling jahat. Mengutip dari buku Kisah Tanah Jawa oleh Maza Zidan dan Bonaventura D Genta, warna mewakili energi kuntilanak sebelum meninggal. Merah berarti amarah.

Adapun kuntilanak hitam, yang menyandang gelar sebagai ratu bangsa kuntilanak, wujudnya sangat jarang terlihat oleh manusia. Namun, ia memiliki kekuatan besar, melebihi kuntilanak pada umumnya.

Sementara proyeksi wujud kuntilanak sebagai hantu perempuan berbaju putih tidak lepas dari karya para sineas. Gambaran ini pertama kali muncul di film Putri Kuntilanak (1988) karya sutradara Atok Suharto. Sosok ini juga digambarkan berambut panjang, berwajah pucat, kulit di sekitar mata kehitaman, mata melotot, dan tak segan mencelakakan manusia jika telanjur dendam.

Gambaran fisik yang lebih kurang sama muncul pula di film-film yang dibintangi Suzanna pada 1980-an hingga 1990-an, seperti Sundel Bolong (1981) dan Malam Satu Suro (1988). Sejumlah film pun memberi gambaran yang sama beberapa dekade kemudian, antara lain Kuntilanak (2006), Kuntilanak (2018), dan Kuntilanak 2 (2019).

Cerita tentang kuntilanak akan terus direproduksi seiring dengan minat publik yang besar akan cerita seram. Hati-hati, jangan sampai terlalu merasuk ke dalam cerita. Tetap tajamkan pendengaran dan penciuman. Siapa tahu kali ini kuntilanak hendak menyapa….

Kuyang

Ketika malam tiba, makhluk ini hanya perlu duduk diam di sebuah ruangan. Kepalanya kemudian lepas dan melayang-layang mencari mangsa. Yang diinginkannya adalah menghisap darah yang dapat membuatnya hidup abadi.

Bayangkanlah kepala tanpa badan dengan organ-organ dalam menjuntai telanjang tanpa kulit penutup. Hati-hati, ia bisa terbang….

Saat malam tiba, kuyang akan terbang mencari mangsa. Target utamanya adalah ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan. Darah mereka dipercaya dapat membuat kuyang awet muda, bahkan hidup abadi.

Kuyang dipercayai berasal dari orang yang menjalani ritual ilmu hitam kemudian meninggal, tetapi tidak diterima bumi sehingga berubah wujud menjadi kuyang. Mitos menggambarkan, manusia kuyang memiliki tanda garis merah di sekeliling lehernya. Sehari-hari ia beraktivitas laiknya manusia biasa.

Ketika malam tiba, kuyang hanya perlu duduk diam di sebuah ruangan. Kepalanya kemudian lepas dan melayang mencari mangsa, sementara raga aslinya tinggal. Ketika matahari mulai bersinar, kuyang kembali ke wujud manusia.

Begitulah biasanya masyarakat menggambarkan sosok yang dikenal dengan berbagai nama ini. Di Kalimantan dan sekitarnya, sosok kepala tanpa badan dengan isi tubuh terjuntai ini dikenal dengan nama kuyang.

Di Bali juga dikenal makhluk serupa dengan nama leak, sedangkan di Pulau Bangka lebih dikenal sebagai kulung atau anton. Sementara di Sumatera Barat orang menyebutnya palasik kuduang. Penangkalnya adalah dasun atau bawang-bawangan.

Sosok ini, baik kuyang, leak, kulung, maupun palasik, sama-sama dipahami sebagai legenda urban masing-masing daerah. Negeri jiran Malaysia juga memiliki legenda urban serupa, yaitu penanggalan. Thailand mengenalnya dengan nama krasue.

Salah satu film Thailand yang bercerita tentang krasue adalah Demonic Beauty yang rilis pada 2002. Sementara di Indonesia kuyang akan ”menjelma” di layar lebar melalui film Kuyang: The Portrait of Nightmare pada 2020.

Pada awal Oktober 2019, sosok ini sempat menggemparkan warga Samarinda, Kalimantan Timur. Warga mengaku melihat kuyang terbang di permukiman mereka suatu malam. Berbekal sapu lidi sebagai penolak bala, puluhan warga berbondong-bondong mengejar dan memburu sosok tersebut.

Penampakan kuyang bukan baru sekali ini terjadi di Kalimantan. Kisah-kisah serupa juga terjadi bertahun-tahun silam. Sejumlah media lokal pun berulang kali memberitakan sosok ini ketika wujudnya tak sengaja tertangkap mata warga. Penasaran ingin melihatnya?

Tuyul

Berhati-hatilah jika ada orang sedang berjalan-jalan dan terlihat seperti menggendong sesuatu. Bisa jadi, ia tengah membawa tuyul jalan-jalan. Makhluk berwujud anak-anak yang berkepala gundul ini menjanjikan kekayaan bagi manusia serakah yang memeliharanya.

Pencuri kecil yang tak kasatmata. Konon, ia berasal dari janin yang meninggal akibat keguguran. Ada pula yang mengatakan, makhluk berkepala gundul ini berasal dari janin korban aborsi yang dirasuki roh jahat.

Makhluk yang disebut tuyul ini dikenal sebagai makhluk yang bisa memberikan kekayaan (pesugihan) kepada ”majikannya”. Sebagai balasannya, sang pemelihara tuyul harus mempersembahkan korban manusia setiap tahunnya.

Dahulu, ada mitos di tengah masyarakat. Jika ada orang jalan-jalan dan terlihat seperti menggendong sesuatu, tetapi tidak tampak yang digendong, dicurigai dia sedang membawa tuyul jalan-jalan. Tuyul dikisahkan memiliki kepribadian layaknya anak manusia yang senang bermain.

Ayah dan ibu asuh sang tuyul diharuskan memerhatikan kebutuhan “anak”-nya itu seperti dikisahkan dalam buku Kisah Tanah Jawa: Jagat Lelembut karya Mada Zidan dan Bonaventura D Genta. Sebuah kamar anak harus disiapkan berikut mainan dan makanannya, berupa kacang hijau dan bubur nasi.

Istri dari orang yang melakukan pesugihan juga wajib menyusui tuyul layaknya bayi. Menurut mitos, yang disesap sang tuyul sebenarnya bukanlah air susu ibu (ASI), melainkan darah. Ini membuat sang ibu lama kelamaan kurus kering.

Clifford Geertz dalam bukunya, The Religion of Java (1960), juga menggambarkan tuyul sebagai makhluk halus yang bisa membuat manusia kaya. Namun, ia tidak sampai menakuti atau mencelakakan manusia. Makhluk ini tidak hanya kasatmata, tetapi juga bisa pergi ke tempat jauh dalam waktu singkat. Ia terkenal lihai menemukan dan mengambil uang walaupun uang itu disembunyikan.

Klik untuk menyalakan lampu

Geertz berkisah bahwa dahulu ada tiga orang di Modjokuto (sekarang Pare, Jawa Timur) yang dipercaya memelihara tuyul. Ketiganya adalah tukang daging, perempuan pedagang tekstil, dan seorang haji yang berprofesi sebagai pebisnis.

Para pemelihara tuyul, menurut Geertz, punya ciri-ciri tertentu. Salah satunya, mendadak kaya. Namun, mereka juga kikir karena lebih memilih mengenakan pakaian usang, mandi di sungai, serta makan jagung dan singkong ketimbang nasi. Padahal, jagung dan singkong kala itu diasosiasikan sebagai makanan kaum papa.

Mereka juga digambarkan berubah kepribadiannya setelah mengadopsi tuyul. Menjadi lebih antisosial dan agresif. Si pedagang tekstil, misalnya. Semula, ia dikenal santun dan kalem seperti perempuan Jawa pada umumnya. Kemudian, setelah berharta (dan dicurigai memelihara tuyul), berubah menjadi bicaranya keras, kehilangan sopan santun, berpakaian sembrono, dan frontal dalam menyuarakan isi pikiran yang saat itu tidak lazim dalam budaya Jawa.

Di alam modern, tuyul menjelma nyata melalui layar kaca dan layar perak. Sinetron televisi tidak jarang mengangkat cerita tentang orang yang mendatangi dukun lantaran ingin cepat kaya. Sang dukun biasanya akan menyuruh memelihara tuyul. Makhluk ini harus diperlakukan seperti anak sendiri. Sebagai imbalan, tuyul akan membantu sang ”majikan” mencuri uang.

Kisah tuyul juga beberapa kali diangkat ke layar lebar, di antaranya Tuyul: Little Devil (1978) garapan sutradara Pitrajaya Burnama dan Tuyul (2015) karya Billy Christian.

Pendekatan berbeda ditunjukkan sinetron Tuyul dan Mbak Yul (1997-2002) yang menggambarkan tuyul bukan sebagai setan pencuri kecil yang harus diwaspadai. Tetap berkepala gundul, tokoh utamanya, Ucil, adalah tuyul insaf yang bertingkah lucu nan simpatik. Meski demikian, ketika kembali ke keseharian, masyarakat tetap menganggap tuyul sebagai pencuri kekayaan yang lihai.

Pocong

Sering muncul di sekitar pohon pisang, kuburan, dan tempat gelap, makhluk ini akan diam mematung, sambil menunggu ada yang menyadari keberadaannya

Sering muncul di sekitar pohon pisang, kuburan, ataupun di tempat yang gelap, wujud makhluk ini berbeda-beda dalam beragam kesempatan. Ada yang melihatnya dengan wajah tertutup kain kafan putih, ada pula yang melihatnya dalam balutan kafan berdarah dengan wajah mengerikan.

Sosok yang dikenal sebagai pocong ini akan diam mematung, sambil menunggu ada yang menyadari keberadaannya. Ia menakuti orang yang melintas dan terkadang mengikuti targetnya. Ketika orang tersebut ketakutan, tercapailah tujuan utamanya untuk menebar rasa takut.

Kehadiran makhluk ini ditandai dengan menyeruaknya bau busuk. Orang zaman dulu percaya bahwa burung yang mengeluarkan suara culi-culi-culi menandakan adanya permintaan dari roh halus, seperti diceritakan dalam buku Kisah Tanah Jawa (2018).

Sosok ini minta agar makamnya dibongkar. Sebab, jenazahnya belum dimandikan atau tali pocongnya belum dibuka. Kata “culi” diartikan sebagai “lepaskan”. Masyarakat kini menyebut burung tersebut sebagai manuk culi atau burung culi.

Selain menebar ketakutan, pocong dimanfaatkan pula oleh manusia yang ingin membuat perjanjian dengan dunia hitam. Makam jenazah dibongkar, lalu tali pocongnya dicuri. Tali itu menjadi salah satu syarat untuk praktik ilmu hitam, misalnya sebagai pelaris usaha. Hal ini membuat roh dari jenazah tidak tenang. Ia bagai “dieksploitasi” dalam kematiannya.

Namun, kehadiran pocong tidak melulu harus ditakuti. Bisa jadi ia hadir untuk menyampaikan pesan setelah meninggal atau minta didoakan. Suwardi Endraswara dalam buku Dunia Hantu Orang Jawa: Misteri, Magis, dan Fantasi Kejawen (2004) menyatakan, sosok ini sering tampak di kuburan.

Pocong digambarkan sebagai perempuan yang meninggal secara tidak wajar sebelum menjadi pocong. Perempuan ini sebelumnya dianiaya, gantung diri, atau menggugurkan kandungannya.

Masyarakat kebanyakan mempersepsi pocong sebagai berjenis kelamin laki-laki. Namun, sebenarnya pocong ada banyak macamnya. Ada yang berupa lelaki dewasa, perempuan dewasa, atau anak-anak. Pocong laki-laki badannya tinggi sekitar 2 meter. Suaranya tidak jelas dan jika bersuara terdengar seperti gumaman. Kafan yang membungkusnya menjuntai panjang di bagian kepala.

Sementara pocong perempuan tubuhnya lebih pendek dari yang lelaki. Wajahnya rusak, tetapi masih bisa terlihat bentuknya. Suaranya juga tidak jelas, lebih mirip gumaman, seperti halnya pocong laki-laki. Perbedaan keduanya ada di kafan yang dikenakan. Kain pada pocong perempuan menjulur lebih panjang di bagian kaki, ibarat ekor gaun perempuan.

Beda lagi dengan pocong anak-anak yang badannya lebih pendek dan kecil. Ia juga pemalu dan tidak seagresif pocong dewasa. Makhluk kecil ini diceritakan punya kemampuan untuk menyamar menjadi manusia dan mengecoh orang, seperti ditulis Indiria Maharsi dalam 101 Sketsa Wajah Hantu (2018).

Pocong dipercaya berpindah tempat dengan cara melompat-lompat. Hal ini tidak lain merupakan pengaruh dari citra yang ditampilkan televisi. Makhluk ini termasuk yang paling sering diangkat dalam tayangan horor, baik di layar kaca maupun layar lebar. Beberapa di antaranya, Pocong 2 (2006) dan Pocong 3 (2007) karya Rudi Soedjarwo. Yang terbaru adalah Pocong The Origin (2019) yang merupakan “reinkarnasi” film Pocong (2006) yang penayangannya dilarang.

Genderuwo

Hawa dingin dan perasaan layaknya diawasi seseorang akan menyertai kehadiran makhluk tinggi besar ini. Mata merahnya akan mengawasi siapapun yang berani masuk daerah kekuasaannya.

Hawa dingin dan perasaan layaknya diawasi seseorang akan menyertai kehadiran makhluk yang tingginya menjulang ini. Mata merahnya akan mengawasi siapa saja yang masuk daerah kekuasaannya. Taringnya panjang, mencuat keluar dari mulutnya.

Badan yang tinggi besar, mencapai 2-3 meter, kerap melampaui pohon besar atau bangunan tua nan lembab tempatnya bernaung. Sosok yang dikenal dengan nama genderuwo ini tampak mengerikan dengan bulu-bulu gelap seperti ijuk yang merambati tubuh dari ujung kaki hingga kepala.

Selain mengerikan secara visual, ia juga sangat patut diwaspadai oleh perempuan. Genderuwo dikenal sebagai roh halus yang cabul. Hobinya memperdaya perempuan. Beragam tipu daya berbalut ilmu gaib, fasih ia gunakan demi memuaskan hasrat.

Kedatangan genderuwo akan ditandai dengan bau harum dan angin sepoi-sepoi, seperti diceritakan dalam buku Dunia Hantu Orang Jawa. Sedikit berbeda, pada buku Kisah Tanah Jawa: Jagat Lelembut. Bau kedatangan genderuwo dikatakan lebih mirip bau singkong bakar, kentang rebus, sampah, atau bau bangkai.

Genderuwo dalam buku Dunia Hantu Orang Jawa digambarkan sebagai hantu hidung belang. Apabila dianalogikan, makhluk ini seperti orang dengan libido tinggi yang mengedepankan hawa nafsu. Gairahnya tidak terbendung jika target sudah ada di genggaman.

Banyak mitos yang menjabarkan kemampuan sosok ini berubah wujud. Ia bisa mengubah dirinya menjadi laki-laki mana pun, termasuk suami atau kekasih sang target. Ia lihai menduplikasi segala detail dari orang yang ia tiru. Bau badan orang itu pun bisa ia tiru. Manusia biasa pada umumnya akan terkecoh.

Maka, berhati-hatilah jika bertemu sosok lelaki yang kita kenal, tetapi sikapnya sedikit berbeda. Kabarnya, genderuwo yang menyamar menjadi manusia tidak punya philtrum atau garis di antara bibir dan hidung. Ternyata, tidak cuma lelaki hidung belang yang ada di dunia nyata, setan hidung belang pun ada di antara kita.

Sundel Bolong

Jika rambut di punggungnya disibak, akan tampak sebuah lubang yang mengerikan, berhias darah dan dihuni sejumlah belatung. Namun, saat akan menampakkan diri, terciumlah wangi bunga…

“Bang, sate 200 tusuk. Makan di sini,” kata seorang perempuan kepada dua penjual sate. Keduanya yang sedang terkantuk-kantuk langsung terjaga. Hari telah larut malam.

Perempuan berbaju putih itu tak banyak bicara. Ia duduk menunggu dengan rambutnya yang panjang menjuntai menutupi kursi. Sekalinya bicara, ia menyuruh agar si tukang sate memasak dengan cepat, lalu mendatangi tempat bakaran.

“Masih mentah, Jeng.”

“Biarin. Mentah juga enak.”

Perempuan itu pun makan ratusan tusuk sate mentah dengan sangat cepat. Ia lalu meminta soto panas yang mengebul di atas kompor. Walau sudah diperingati karena panas, perempuan itu meneguk soto langsung dari pancinya tanpa kesulitan.

Kedua pedagang sate tadi tertegun. Mereka tak percaya atas apa yang mereka saksikan. Berbekal rasa penasaran, keduanya mendekati si pembeli yang tengah meneguk kuah soto panas. Mereka melihat kuah soto yang merembes dari lubang di punggungnya yang menganga.

Kisah tadi adalah penggalan adegan film Sundelbolong (1981) yang diperankan oleh Suzzanna. Adegan ini begitu melegenda sehingga membentuk definisi publik tentang sosok sundel bolong hingga sekarang. Beberapa kisah misteri yang ada pun kerap menceritakan kisah penjual makanan yang diganggu makhluk ini.

Dalam buku Dunia Hantu Orang Jawa, sundel bolong adalah seorang penjaja cinta sebelum meninggal karena dibunuh. Lubang pada tubuh sosok ini bisa berpindah, terkadang di punggung, perut, mata, dan sebagainya. Konon, bagian tubuh sundel bolong yang dipegang manusia akan langsung berlubang.

Sosok ini dikabarkan suka menggoda manusia. Laki-laki yang tengah melintas bisa dicegat dan dirayu agar mau menolong dirinya. Beberapa kisah bahkan menyatakan bahwa sosok ini membawa targetnya ke pemakaman.

Tampilan sosok ini sekilas tampak seperti hantu perempuan pada umumnya: berambut panjang, berwajah pucat, dan mengenakan terusan putih panjang. Namun, jika rambut di punggungnya disibak, akan tampak sebuah lubang yang mengerikan.

Lubang itu berhias darah dan dihuni sejumlah belatung. Luka itu juga tampak basah dengan cairan hasil pembusukan. Walaupun sosoknya mengerikan, sosok ini terkenal dengan wangi bunga saat akan menampakkan diri, lebih kurang seperti kuntilanak.

kembali