Jejak Terakhir Para Penjaga Rimba

Memuat Halaman

Jejak Terakhir Para
Penjaga Rimba
Tiga taman nasional di Sumatera, yakni Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan, dan Leuser, mendapat status Tropical Rainforest Heritage of Sumatra dari UNESCO. Ini penghargaan sekaligus tantangan mengingat tiga taman nasional ini adalah rumah bagi satwa kunci dan endemik, seperti gajah sumatera, harimau sumatera, orangutan sumatera, dan badak sumatera.
Begitu pula dengan hutan-hutan di Kalimantan yang disebut ”The Heart of Borneo” karena merupakan surga bagi orangutan kalimantan dan gajah kalimantan yang semakin langka. Sebagai spesies kunci, satwa-satwa itu memegang peran penting. Gajah, harimau, orangutan, dan badak merupakan para pembentuk hutan yang tangguh, penebar benih yang andal, hingga penjaga keseimbangan ekosistem.
Begitu besarnya peranan mereka bagi kelestarian alam dan kehidupan, membuat manusia di masa lalu menaruh hormat. Komunitas adat seperti Orang Rimba di Bukit Duabelas, Jambi, menyebut mereka dewo alias dewa. Harimau dipanggil ”si raja hutan”, ”datuk” atau ”inyiak” yang berarti sosok yang dihormati. Gajah dipanggil ”datuk gedang” yang berarti sosok bertubuh besar yang dihormati. Orang Dayak juga menyediakan tempat khusus untuk satwa liar seperti orangutan yang disebut pahewan.
Masa berganti, keserakahan manusia mendesak ruang kelola dan ruang jelajah satwa. Motivasinya, pemenuhan produksi pangan hingga nafsu mengoleksi gading, cula, kulit, dan ”boneka hidup” dalam sangkar yang mengorbankan keberadaan para satwa. Jika tak bijak, boleh jadi ini akan menjadi jejak terakhir mereka sebagai penjaga rimba.
Kerabat
terdekat manusia
Siapa mau dipanggil kera? Tak seorang pun mau disamakan dengan kera. Nekat memanggil dengan sebutan itu, bisa memicu perkelahian.
Namun, siapa sangka, para ilmuwan abad ke-17 dan ke-18 mengungkapkan teori yang hingga kini belum bisa diterima manusia. Kera besar, termasuk orangutan, merupakan kerabat dekat manusia.
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar di Asia. Tiga kerabat lainnya, yakni gorila, bonobo, dan simpanse, berada di Afrika.
Satwa menyusui ini merupakan hewan yang paling dekat dengan manusia. Carel van Chaik dalam bukunya, Di Antara Orangutan: Kera Merah dan Bangkitnya Kebudayaan (2006), menyebutkan, ketika pertama kalinya spesimen orangutan dari Asia dibawa ke Eropa pada abad ke-17, para ilmuwan menggila. Mereka menyaksikan satwa menyusui yang anatominya sangat mirip manusia.
Kompas/Megandika Wicaksono
Orangutan bernama Lidiya dan Noni bersama bayi-bayi keduanya di Camp Saluang Mas I, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Kamis (28/7/2016). Orangutan terancam punah akibat kebakaran hutan dan lahan serta maraknya perkebunan sawit.
Orangutan dan kera besar lainnya juga menjadi inspirasi Charles Darwin dalam menulis teori evolusi manusia tahun 1859. Tulisannya yang berjudul The Origin of Species kemudian menuai kontroversi. Ia pun dicerca dan dimaki.
Namun, kehadiran ilmu primatologi terus berkembang. Kera-kera besar, seperti orangutan, gorila, dan simpanse, didapati memiliki kemiripan DNA dengan manusia hingga 98 persen.
Kemiripan itu antara lain induk orangutan mengandung sembilan bulan. Induk betina memiliki kasih sayang yang kuat, bahkan mampu mengadopsi orangutan lain yang bukan anak kandungnya.
”Jika induk orangutan melihat bayi orangutan di hutan sendirian, akan dipeluk dan dididik seperti anaknya sendiri,” kata Agus Fahroni, Koordinator Medis Borneo Orangutan Survival (BOS), di Nyaru Menteng, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Kompas/Adrian Fajriansyah
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh bersama Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) melepasliarkan empat orangutan sumatera (Pongo abelii) di kawasan hutan di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Rabu (21/10/2015). Empat orangutan itu hasil sitaan dari warga di sejumlah daerah di Aceh yang memilikinya secara ilegal.
Kompas menyaksikan evakuasi orangutan di Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalteng, pada 2017. Satu betina orangutan berumur 20 tahun tengah menggendong dua bayi berumur 3 tahun. Dokter semula mengira kedua bayi itu kembar. Setelah diambil sampel darah dan dahak, barulah diketahui bahwa kedua bayi itu bukan dari induk yang sama. Artinya, orangutan betina memiliki kemampuan mengasuh anak orangutan lain.
Fakta lain, orangutan betina tidak akan melepas bayinya lebih dari 3 meter. Bayinya hanya dilepas setelah mampu mencari makanan sendiri dan melindungi diri sendiri dari predator.
Tahun 2018, dunia dikagetkan oleh dua kasus pembantaian orangutan dengan ”rekor” peluru terbanyak yang menembus tubuh satwa dilindungi tersebut. Di Taman Nasional Kutai, 130 peluru menembus tubuh seekor orangutan. Pada bagian kepala bersarang 74 peluru. Ditemukan pula 19 luka akibat senjata tajam.
Kasus kedua terjadi di Sungai Kalahien, Kabupaten Barito Selatan, Kalteng. Orangutan jantan ditemukan mengapung tanpa kepala. Di dalam tubuhnya bersarang 74 peluru.
Supriyanto
Belakangan diketahui, kepala orangutan dikubur di samping rumah seorang petani. Si pelaku mengaku kesal karena orangutan mengganggu kebun jagung dan nanasnya. Ia pun menembakinya.
Manajer Perlindungan Habitat Centre for Orangutan Protection (COP) Ramadhani mengatakan, setidaknya ada 46 orangutan yang ditembaki dalam rentang tahun 2004-2018.
Carel van Chaik dalam bukunya menyebutkan, orangutan merupakan satwa arboreal atau cenderung hidup di antara pepohonan. Itu sebabnya mereka membutuhkan hutan sebagai rumah. Ironisnya, rumah nan luas tersebut kian tergusur oleh berbagai konsesi. ”Laju deforestasi yang tinggi membuat orangutan makin tersudut hingga akhirnya punah,” ucap Okta Simon, Ketua Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Tengah (Forkah).
Berdasarkan data Walhi Kalteng, tutupan hutan di Kalteng turun tiap tahun. Jika pada 1990 luasnya masih 11,05 juta hektar, pada 2014 tinggal 7,8 juta hektar.
Peran penting
Di tengah hutan, orangutan memakan buah-buahan dan menyebarkan bijinya berkelana. Kehadirannya membentuk tutupan hutan. Perilaku alaminya yang arboreal alias hidup di pepohonan membuat celah pada hutan primer agar cahaya matahari menembus masuk ke dalam hutan. Ekosistem hutan tropis pun berjalan dengan baik.
Fakta menarik lainnya ditemukan peneliti dari Borneo Nature Foundation (BNF) yang menemukan perilaku orangutan bernama Indy. Ia menyembuhkan diri menggunakan tanaman hutan bernama drasaena (Dracaena cantleyi). Tanaman itu kerap disebut tewukak oleh orang Dayak.
Dalam sebuah video penelitian, Indy mengunyah daun tewukak hingga mengeluarkan busa putih dari mulutnya. Busa itu lalu dioleskan ke lengan kiri selama tujuh menit. Belakangan diketahui, manfaatnya untuk mengobati radang sendi.
”Untuk pertama kalinya, aktivitas pengobatan sendiri oleh orangutan terkonfirmasi melalui penelitian ini,” kata Dr Ivona Foitová dari Universitas Masaryk di Brno, Ceko, dan pendamping peneliti BNF.
Analisis laboratorium farmakologi membuktikan ekstrak daun tewukak mengandung manfaat antiradang. Analisis itu mengambil sampel busa yang dioleskan pada tubuh orangutan.
Salah satu direktur BNF, Helen Morrogh-Bernard, mengatakan, penelitian ini merupakan laporan pertama pengobatan sendiri pada kera Asia. Ratusan orangutan dewasa betina diketahui melakukannya untuk menenangkan otot dan persendian yang sakit. Hal ini juga menunjukkan betapa besarnya manfaat orangutan dan kayanya hutan tropis bagi dunia kesehatan.
Di tengah pandemi korona, orangutan pun terancam tertular karena kemiripan 98 persen dengan DNA manusia. Jika penyakit tersebut turut mewabah pada primata itu, dampak terburuknya adalah kepunahan spesies.
Sejak 17 Maret 2020, seluruh pusat rehabilitasi orangutan milik Yayasan BOS ditutup untuk umum, seperti Pusat Informasi Yayasan BOS di Nyaru Menteng, Palangkaraya, Samboja Lodge di Kalimantan Timur. ”Kami tak lagi menerima tamu, pengunjung, atau sukarelawan, sampai penyakit telah dieliminasi sepenuhnya,” kata CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite.
Jaga jarak antara petugas dan sukarelawan serta satwa kini juga diterapkan dalam situs-situs pelepasliaran dan penelitian. Itu berlaku pula di Hutan Lindung Bukit Batikap, Taman Nasional Bukit Baka, Hutan Kehje Sewen, dan Stasiun Penelitian Tuanan.
Terima kasih
Sentuh dan Tahan
Untuk Menyimpan Gambar
Kuis fakta
Pernyataan dari 5
Benar
Salah
Pernyataan tersebut BENAR, berikut penjelasannya :
Pernyataan tersebut SALAH, berikut penjelasannya :
LANJUT
ARTIKEL LAINNYA

Kerabat Kerja

Penulis: Irma Tambunan, Rhama Purna Jati, Dionisius Reynaldo Triwibowo | Penyelaras Bahasa: Priskilia Bintang Sitompul | Infografik: Ningsiawati | Ilustrator: Supriyanto | Audio: Vincentzo Calviny Joski | Desainer & Pengembang: Elga Yuda Pranata, Yulius Giann | Fotografer: Megandika Wicaksono, Adrian Fajriansyah, Rony Ariyanto Nugroho, Adhitya Ramadhan, Iwan Setiyawan, Zulkarnaini, Lucky Pransiska, J Galuh Bimantara | Produser: Sri Rejeki

Pertaruhan
sang datuk gedang
Dari balik dinding berkulit kayu, Patih Serunai dirundung gelisah. Hutan sekeliling wilayah adat Talang Mamak di wilayah Suo-Suo di penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi, itu marak terjadi konflik.
Kali ini, bukan konflik antarkampung, melainkan sekawanan gajah dan warga pendatang. Rangkaian konflik itu muncul sejak satu dasawarsa terakhir. ”Dulunya di sini aman. Masyarakat hidup tenang, datuk (gajah) pun tidak terganggu,” ujar Serunai yang juga Pemimpin Adat Suku Talang Mamak wilayah Suo-suo, penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Di masa lalu, penghormatan terhadap datuk gedang diwariskan turun-temurun. Mereka menghargai keistimewaan satwa yang memiliki daya ingat tinggi tersebut. Dalam penjelajahannya, kawanan gajah selalu kembali pada jalur yang sama. Jalur-jalur pelintasan itulah yang dihormati masyarakat agar tetap rimbun.
Masyarakat pun meyakini satwa bertubuh besar itu dikaruniai ketajaman naluri, penciuman, dan pendengaran. Oleh karena itu, segala ucapan dan tindakan patut dijaga demi ketenteraman bersama.
Supriyanto
Kegelisahan menyeruak tatkala hutan-hutan mulai dibuka. Atas nama pembangunan, hutan pun berganti monokultur skala besar. Tumbuh pula permukiman baru dan ladang milik warga pendatang. Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi menyebutkan, 189.000 hektar habitat gajah di ekosistem Bukit Tigapuluh secara masif telah beralih fungsi. Hal ini berlangsung dalam rentang 10 tahun, sejak 2008 hingga 2017.
Beragam jenis tanaman obat dan buah-buahan lenyap. Sejauh mata memandang hanyalah hamparan karet. Sebagian kecil lainnya berupa palawija dan pondokan liar. ”Sejak itulah keadaan mulai berubah,” kenang Serunai.
Dibandingkan dengan 30 tahun silam, gajah di Sumatera kini kehilangan 70 persen habitatnya yang mencapai 15 juta hektar. Dengan ruang gerak yang menyempit, tak jarang mereka harus menjelajah di perkebunan akasia, kebun karet, areal tambang, perkebunan sawit, hingga permukiman dan jalan raya.
Konflik gajah dan manusia rupanya sudah terjadi pada abad ke-19, seperti catatan orientalis berkebangsaan Inggris, William Marsden, dalam bukunya, The History of Sumatra. Dalam buku itu dikisahkan, kawanan gajah secara berkelompok menjelajahi rimba belantara. Rupanya, mereka juga menyukai hasil tanaman kebun, seperti pisang dan tebu.
Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
Erin, gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang belalainya putus kini dipelihara di Pusat Pelatihan Gajah Taman Nasional Way Kambas, Lampung, Selasa (20/3/2018). Belalai Erin putus akibat jerat pemburu liar.
Untuk melindungi tanamannya, para pemilik lahan menebar racun, dengan cara membelah bilah tebu dan melumurinya dengan arsenik kuning. ”Gajah-gajah tersebut tidak akan menyadari. Mereka akan memakannya dan kemudian mati,” ujar Marsden.
Tidak hanya itu. Gading gajah menjadi komoditas perdagangan dunia kala itu. Gading yang diburu dari hutan-hutan Sumatera dibawa keluar dan dipasarkan hingga ke China.
Kondisi serupa terus berulang, semakin masif dan menyebar luas. Hal ini diperparah lemahnya kebijakan negara dalam perlindungan. Hingga tahun 2007, populasi gajah hanya sekitar 2.400 ekor. Jumlah tersebut susut drastis dari 15 tahun sebelumnya.
Saat ini, jumlahnya diperkirakan tinggal 1.400 ekor. Penyusutannya yang drastis membawa gajah ke dalam status kritis sejak 2012. Keberadaan gajah sumatera tersebar, antara lain, di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung. Adapun gajah kalimantan tersebar di Kalimantan Utara.
Forum Komunikasi Gajah Indonesia mendapati, kepunahan gajah terjadi pada 13 kantong dari total 56 kantong habitat di Sumatera dan Kalimantan.
Karena status satwa ini yang di ambang kepunahan, dalam Asian Elephant Range State Meeting, Indonesia mendeklarasikan komitmen baru. Bersama 13 negara Asia lainnya, Indonesia sepakat untuk melindungi dan mengelola habitat dari berbagai lanskap, pengelolaan populasi kecil, dan membangun konektivitas antarlanskap.
Dibuat pula rencana mitigasi konflik gajah dan manusia serta upaya menurunkan angka perburuan. Kepala BKSDA Jambi Rahmad Saleh menyebutkan, salah satu upaya itu adalah membangun jalur koridor satwa di ekosistem Bukit Tigapuluh yang luasnya mencapai 54.000 hektar.
Peran penting
Home range gajah mencapai 400-600 kilometer persegi yang menandakan adanya kebutuhan akan ruang yang luas. Apalagi, gajah berperilaku unik, yakni makan sembari berkelana. Dalam sehari gajah bisa menghabiskan 200-300 kilogram makanan, mulai dari rerumputan, daun-daun muda, buah-buahan, ranting, biji-bijian, rotan, hingga bambu.
Kemampuannya mengonsumsi banyak makanan ternyata berguna bagi keseimbangan ekosistem di hutan. Tubuhnya yang besar menumbangkan tanaman kecil dan semak, mendorong berjalannya proses penjarangan. Dengan demikian, terbuka ruang bagi sinar matahari untuk menembus hutan dan membantu terjadinya proses fotosintesis.
Kompas/Zulkarnaini
Anak-anak bermain dengan Intan, bayi gajah sumatera, di Conservation Response Unit (CRU), Trumon, Aceh Selatan, Aceh, Rabu (10/5/2017). Populasi gajah sumatera di Aceh kian menyusut, diperkirakan tinggal 500 ekor, akibat perburuan dan menyempitnya habitat.
Kegemarannya akan biji-bijian juga berperan penting sebagai penebar benih tanaman. Gajah membuang kotoran 18 kali sehari yang bermanfaat bagi kesuburan tanaman. Tak salah jika ia dinobatkan sebagai spesies payung karena besar perannya bagi penciptaan hutan.
Namun, perjuangannya dipatahkan oleh masifnya pembukaan hutan. Saat fungsi hutan berubah, peran gajah seolah nihil. Sang datuk gedang malahan dianggap sebagai hama.
Terima kasih
Sentuh dan Tahan
Untuk Menyimpan Gambar
Kuis fakta
Pernyataan dari 5
Benar
Salah
Pernyataan tersebut BENAR, berikut penjelasannya :
Pernyataan tersebut SALAH, berikut penjelasannya :
LANJUT
ARTIKEL LAINNYA

Kerabat Kerja

Penulis: Irma Tambunan, Rhama Purna Jati, Dionisius Reynaldo Triwibowo | Penyelaras Bahasa: Priskilia Bintang Sitompul | Infografik: Ningsiawati | Ilustrator: Supriyanto | Audio: Vincentzo Calviny Joski | Desainer & Pengembang: Elga Yuda Pranata, Yulius Giann | Fotografer: Megandika Wicaksono, Adrian Fajriansyah, Rony Ariyanto Nugroho, Adhitya Ramadhan, Iwan Setiyawan, Zulkarnaini, Lucky Pransiska, J Galuh Bimantara | Produser: Sri Rejeki

Kisah tragis
raja hutan
Tragedi Salma menyisakan kenangan pahit tentang konservasi satwa. Harimau betina yang bayinya dicuri kawanan pemburu liar itu marah dan menerkam 11 orang hingga tewas di Jambi. Demi mengendalikan situasi, petugas terpaksa menangkapnya.
Kala itu, awal 2009, Salma yang baru melahirkan bayi tersulut amarah. Bayinya dicuri pemburu liar sewaktu ia tengah mencari hewan mangsa. Salma berang mengetahui bayinya hilang. Ia pun mengejar si pelaku. Sebulan lamanya perburuan Salma mengorbankan belasan orang tewas.
Petugas BKSDA Jambi menangkapnya, lalu membawanya ke Kebun Binatang Taman Rimbo di Kota Jambi. Tak lama berselang, Salma dipindahkan ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Lampung.
Supriyanto
Kisah Salma menjadi potret ironi kehidupan satwa-satwa penyandang status dilindungi. Prihatin akan hal itu, penyanyi Franky Sahilatua menjenguknya di Taman Rimbo. Merasakan duka mendalam, Franky lalu membuat lagu ”Senandung tentang Salma”.
Liriknya sederhana: Salma muncul karena gelisah/ hutan-hutan ditebang/ Salma dan satwa yang lain gelisah dan bingung/ hutan-hutan ditebang....
Sepuluh tahun berselang, kejadian serupa berulang. Sepanjang November 2019 hingga Januari 2020, terjadi lagi konflik. Serangan harimau menewaskan lima warga di Kabupaten Lahat, Muara Enim, dan Pagar Alam.
Kepala BKSDA Sumatera Selatan Genman Suhefti Hasibuan mengindikasikan rangkaian serangan itu dilakukan seekor harimau jantan muda. Harimau diduga menyerang saat bertahan di tengah upaya membangun teritori.
Kompas/Adhitya Ramadhan
Tesa, harimau sumatera yang ditempatkan pada kandang perangkap saat dievakuasi dari Kabupaten Seluma, Bengkulu, Minggu (2/4/2013). Dua kaki belakangnya lumpuh dan pada lehernya terdapat luka bekas jerat. Sebelumnya, ia sempat turun ke permukiman dan memangsa ternak warga.
Jika benar pelakunya adalah harimau yang sama, pihaknya harus segera menangkap hewan tersebut. ”Jangan sampai korbannya bertambah banyak,” katanya.
Sebenarnya, secara alamiah, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) tidak akan menyerang manusia. Ketika mengetahui keberadaan manusia, biasanya mereka akan menghindar. Ia hanya akan menyerang jika merasa terancam. Sifatnya pun kasuistis seperti yang terjadi pada Salma dan harimau jantan di Sumsel.
”Harimau itu pengingat, misalnya melihat orang merusak hutan, orang itu akan diingatnya. Hal ini menjadi latar belakang beberapa konflik di Sumatera Selatan,” ungkap Martialis Puspito, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumsel.
Sebagai pemuncak dari rantai makanan di hutan, harimau memiliki keistimewaan. Soliter menguasai satu wilayah jelajah. Sebagian besar harimau muda, terutama yang jantan, akan keluar dari kelompoknya untuk mencari teritori sendiri.
Kompas/Adhitya Ramadhan
Dokter hewan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Erni Suyanti Musabine bersama dokter hewan dari Perancis, Norin Chai, mengoperasi kaki harimau sumatera korban jerat pemburu di kantor BKSDA Bengkulu, Senin (30/4/2012). Sebagian besar jari harimau betina yang diberi nama Dara itu terpaksa harus diamputasi akibat jerat pemburu.
Konservasionis harimau dari Forum Harimau Kita (FKH), Yoan Dinata, menyebutkan, harimau jantan butuh setidaknya 800 hektar, sedangkan betina 300 hektar sebagai teritorinya. Kebutuhan itu terbentur oleh kepentingan manusia akan lahan garapan. Belum lagi, kulit harimau yang bermotif indah kerap menjadi sasaran perburuan. Begitu pula tulang, kumis, hingga dagingnya yang bernilai ekonomi tinggi.
Harimau sumatera kini termasuk dalam status konservasi kritis. FKH mendata, satwa ini hanya tinggal 400 hingga 500 ekor yang tersebar pada 23 lanskap di Pulau Sumatera. Hanya sebagian kecil lanskap yang kondisi hutannya terjaga, seperti Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang telah dinobatkan UNESCO sebagai The Tropical Rainforest of Sumatra. Sementara kantong-kantong kecil habitat malah jadi target pemburu liar.
Peran penting
Label satwa kunci disematkan pada harimau atas peran pentingnya menyeimbangkan ekosistem. Kepunahan harimau dapat memicu ledakan populasi sejumlah satwa mangsa, seperti babi hutan. Populasi satwa yang berlebih akan merugikan manusia.
Pada pertemuan Global Tiger Summit di Rusia tahun 2011, Indonesia ikut menyatakan keprihatinan akan menyusutnya populasi harimau di Asia, yakni dari 100.000 menjadi 3.500 ekor. Harimau kian terancam punah seiring dengan rusaknya hutan. Tiga subspesies harimau bahkan telah punah, sedangkan enam lainnya, termasuk harimau sumatera, kini dalam ancaman besar.
Komitmen untuk menjaga populasi harimau digaungkan lewat deklarasi ”Akan melakukan berbagai cara untuk menjaga populasi harimau”. Pemerintah Indonesia ikut mengucapkan komitmen tersebut.
Terima kasih
Sentuh dan Tahan
Untuk Menyimpan Gambar
Kuis fakta
Pernyataan dari 5
Benar
Salah
Pernyataan tersebut BENAR, berikut penjelasannya :
Pernyataan tersebut SALAH, berikut penjelasannya :
LANJUT
ARTIKEL LAINNYA

Kerabat Kerja

Penulis: Irma Tambunan, Rhama Purna Jati, Dionisius Reynaldo Triwibowo | Penyelaras Bahasa: Priskilia Bintang Sitompul | Infografik: Ningsiawati | Ilustrator: Supriyanto | Audio: Vincentzo Calviny Joski | Desainer & Pengembang: Elga Yuda Pranata, Yulius Giann | Fotografer: Megandika Wicaksono, Adrian Fajriansyah, Rony Ariyanto Nugroho, Adhitya Ramadhan, Iwan Setiyawan, Zulkarnaini, Lucky Pransiska, J Galuh Bimantara | Produser: Sri Rejeki