Tanpa regenerasi
Rabu (31/1/2018), Pasar Terapung Kuin, Banjarmasin, sudah sepi meski waktu baru menunjukkan pukul 07.00 Wita. Hanya tersisa beberapa jukung atau perahu yang masih bertahan di muara Sungai Alalak menanti pembeli. Gairah perdagangan, apalagi kehidupan di sungai itu, pun surut.
Lambat laun, jumlah pedagang berperahu yang tersisa hanya sebanyak jari tangan. Ada yang menjajakan buah-buahan, makanan khas seperti soto banjar, serta aneka kue (wadai) dan minuman hangat.
Ketika ada kelotok (perahu bermotor) melaju membelah arus sungai, para pedagang itu menengok. Begitu terlihat rombongan wisatawan, mereka langsung mencoba merapat sedekat mungkin dengan kelotok.
Para pedagang, yang mayoritas ibu yang tidak lagi muda, itu tampak perkasa mengayuh perahu di tengah derasnya arus sungai untuk mencapai kelotok wisatawan. Ini tidak mudah. Terkadang, mereka terbawa arus, dan kembali harus mengayuh. Bila kayuhan terlalu cepat juga meleset saat mendekati kelotok. Maklum saja, jukung tidak mempunyai rem.
Setelah jaraknya cukup dekat, mereka berlomba menawarkan dagangannya. Komoditas yang diletakkan begitu saja di dalam perahu kemudian beralih tangan begitu transaksi dituntaskan.