Menabuh Gendang
di Tanah Batak

GESER

Bangsa ini pernah sangat reaktif ketika Malaysia mengklaim tor-tor dan gondang sembilan sebagai bagian dari budaya mereka. Kala itu, tahun 2012, sontak semua orang berbicara tentang gondang dalam nada menentang Malaysia.

Bukan hanya orang Mandailing, sebagai pemilik tradisi dan kesenian gondang sembilan, yang memprotes keras Malaysia. Para pegiat gondang toba juga demikian.

Berkaca dari kasus tersebut, tersirat jelas bahwa gondang bukan sekadar kesenian. Ia bahkan melebihi dari identitas kultural. Dalam level tertentu, gondang adalah Batak itu sendiri.

Dengan demikian, jika ada klaim dari kelompok lain, itu sama saja dengan menegasikan eksistensi Batak. Terutama, eksistensi Toba dan Mandailing, dua dari lima subetnis Batak yang ada di sekitar Danau Toba.

GESER

Pesta Danau Toba

Kelompok margondang Fransius Ringo Group Ajibata saat tampil dalam Pesta danau Toba, Jumat (22/10/2010).
Kompas/MOHAMMAD HILMI FAIQ
GESER

Iringi Pesta

Alunan musik gondang mengiringi Pesta Bolon Raja Sonang di Huta Rianate, Desa Pardomuan, Kecamatan Onan Rungu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Rabu (8/8/2018). Irama gondang tidak hanya digunakan untuk memeriahkan suasana pesta, tapi juga dipercaya menjadi perantara untuk menyampaikan doa-doa dan harapan kepada penguasa alam
Kompas/WAWAN H PRABOWO

Memainkan Musik Gondang

Lihat contoh notasinya, kemudian gunakan keyboard atau klik pada angka untuk memainkan irama gondang.

MULAI

Masyarakat Mandailing memainkan alat musik pukul gondang sejak ratusan tahun lalu ketika mereka masih memegang erat animisme dan dinamisme. Mereka menyebut diri sebagai si pelebegu, para penyembah roh-roh leluhur.

Dalam setiap ritual, gondang pun dimainkan sebagai pengiring doa dan bahkan sebagai doa itu sendiri. Segenap ritual mereka terbagi dalam dua kelompok, yakni siriaon yang bersifat sukacita seperti perkawinan dan siluluton alias upacara dukacita.

Seiring kedatangan Islam, ritual-ritual tadi dilarang. Namun, permainan gondang tetap lestari sampai sekarang. Dalam acara pernikahan, gondang tetap dimainkan meskipun dalam level dan bentuk spiritual yang berbeda dengan pra-Islam.

GESER

Gondang

Penabuh gondang memainkan alat musik tradisional itu di acara Dies Natalis Universitas Sumatera Utara (USU), Rabu (20/8/2008) di Medan. Alat musik ini biasa dimainkan pada saat acara adat di suku Batak, Karo, Simalungun, Pakpak, dan Mandailing. Pada perkembangannya musik gondang juga dipakai untuk memperingati acara resmi seperti ini.
Kompas/Andy Riza Hidayat
GESER

Pesta Danau Toba

Komunitas Parmalim menggelar ritual Mardebata sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, Porsea, Toba Samosir, Utama Utara, Kamis (21/10/2010). Dalam ritual tersebut, gondang memegang peran penting sebagai sarana konumikasi Parmalim dengan Tuhannya.
Kompas/Mohammad Hilmi Faiq

Gondang juga tetap lestari terutama di pusat-pusat komunitas Parmalim, agama lama subetnis Toba. Gondang di sana tetap membahana berikut ritual yang mengikutinya.

Dalam beragam ritual, seperti Mardebata, Sipahalima, ataupun Sipaha Sada, gondang menjadi bagian pokok. Gondang adalah penghubung manusia dengan debata (Tuhan).

Begitu sentralnya fungsi gondang, pemainnya atau pargonsi dijuluki sebagai bhatara guru yang kira-kira bermakna sebagai orang yang bijak dan paham dalam menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada manusia dan sebaliknya.

Karena itu, dalam strata soaial, pargonsi mempunyai posisi istimewa. Seorang tuang rumah (hasuhuton) yang hendak menggelar pesta adat selalu mengundang pargonsi untuk memainkan gondang.

Prosesi mengundang pargonsi ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Hasuhuton harus secara khusus datang ke rumah pargonsi sambil membawa makanan terbaik.

GESER

”Zaman dulu, kami diantar ikan emas. Ikan emas itu simbol makanan paling enak bagi orang Toba,”

”Zaman dulu, kami diantar ikan emas. Ikan emas itu simbol makanan paling enak bagi orang Toba,” kata Marsius Sitohang (65), seorang pargonsi sekaligus dosen luar biasa di Fakultas Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.

Sebelum main pun, mereka disuguhi makanan paling enak. Konon, selain untuk menghormati pargonsi, ini juga agar mereka bermain dengan sepenuh hati. Jika permainan mereka berangkat dari hati, musiknya enak dinikmati.

GESER

Berlatih Gondang Bolon

Berlatih Gondang Bolon - Seniman yang tergabung dalam Komunitas Senang Seni Batak (Kossba) berlatih Gondang Bolon di Lapo Toba Tabo, Jalan Dr Saharjo, Manggarai, Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Kompas/Wawan H Prabowo
GESER

Berlatih Hasapi

Pemain Hasapi yang tergabung dalam Komunitas Senang Seni Batak (Kossba) berlatih Gondang Bolon di Lapo Toba Tabo, Jalan Dr Saharjo, Manggarai, Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Kompas/Wawan H Prabowo

Dalam konteks masyarakat Toba, gondang bukan lagi melulu merujuk pada alat musik. Dia dapat bermakna ansambel musik, repertoar musik, komposisi lagu, tempo lagu, suatu upacara, suatu segmen dari kelompok kekerabatan yang sedang menari tor-tor (Harahap 2016 dan 2011).

Gondang juga bisa dilihat sebagai sebuah orkestrasi. Di dalamnya terdiri dari sarune (tiup), taganing, gordang, ogung, hesek, ende, dan sulim. Komposisi tadi dapat berubah sesuai peruntukan.

Ekspedisi Alat Musik Nusantara kali ini tidak membatasi konteks gondang. Namun, titik tekannya pada gondang sebagai gejala sosial sekaligus sumber nilai.

Kita akan menilik gondang sebagai the living book, kitab hidup. Bagaimana filosofi permainan gondang dihidupkan dalam perilaku keseharian. Juga melihat gondang menembus zaman.

Gondang selalu digunakan dalam upacara adat. Ini seolah menjadi pengesah. Tanpa gondang, upacara adat di masyarakat Toba dianggap tidak sah.

Pada awal Agustus 2018, kami menghadiri dua upacara adat sekaligus. Pertama adalah acara pernikahan di Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir.

Sehari kemudian, kami meluncur ke Onan Runggu di Pulau Samosir untuk menghadiri acara adat Pesta Bolon Raja Sonang, sebuah pesta yang menghadirkan seluruh marga keturunan Raja Sonang.

Pada acara pernikahan tadi, gondang dimainkan sejak tengah hari sampai menjelang petang. Para hadirin berulang kali memanjatkan doa demi kebaikan kedua mempelai dan keluarga pengantin. Kadang doa-doa tadi disampaikan dengan nada liris, kadang penuh semangat. Gondang harus dimainkan mengikuti irama tadi.

Gondang dalam Adat dan Sakral
GESER

Pada lain kesempatan, ketika hadirin dan penggantin bersuka ria merayakan hari kebahagiaan itu, gondang dimainkan dengan tempo cepat dan nada rancak. Bahkan, salah satu pargonsinya, Aman Nainggolan, manabuh taganing sembari sesekali berjoget atau berteriak-teriak.

Gondang pada acara Pesta Bolon Raja Sonang dimainkan dengan pola yang sama, yakni mengikuti permintaan orang-orang yang ada di atas panggung. Selain doa-doa, mereka banyak manari tor-tor sebagai bentuk sukacita. Kadang diselingi doa-doa.

”Pargonsi harus siap untuk memainkan gondang apa saja sesuai permintaan. Pargonsi dituntut sensitif. Sekali salah memainkan gondang, bisa-bisa besok lagi tidak diundang, he-he-he,” kata Baha Raja Samosir (52), pemain gondang atau pargonsi di Onan Runggu, Kabupaten Samosir.

Gondang dalam konteks repertoar dan lagu-lagu dapat terdiri atas ratusan buah. Apabila dilihat dari gondang yang dimainkan oleh umat Parmalim saja setidaknya terbagi dalam enam repertoar besar. Setiap repertoar tadi terdiri dari 3 sampai 13 lagu.

Seiring perkembangan budaya, gondang bukan hanya dimainkan dalam wilayah adat dan peribadatan. Banyak anak muda Toba yang kemudian mengeluarkan gondang dari beban kulturalnya dan memainkannya sebagaimana alat musik lain.

Jangan heran apabila muncul permainan gondang yang bersanding dengan gitar elektrik ataupun drum.

Dari sini muncul kreasi-kreasi baru musik gondang sebagaimana yang dipopulerkan Viky Sianipar, grup band Equaliz, ataupun D’Bamboo. Mereka bahkan membawa gondang dalam berbagai genre musik, mulai dari ska sampai Nu Metal. Hebat kali.

GESER

Iringi Pesta

Alunan musik gondang mengiringi Pesta Bolon Raja Sonang di Huta Rianate, Desa Pardomuan, Kecamatan Onan Rungu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Rabu (8/8/2018). Irama gondang tidak hanya digunakan untuk memeriahkan suasana pesta, tapi juga dipercaya menjadi perantara untuk menyampaikan doa-doa dan harapan kepada penguasa alam.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
GESER

Berlatih Gondang Bolon

Seniman yang tergabung dalam Komunitas Senang Seni Batak (Kossba) berlatih Gondang Bolon di Lapo Toba Tabo, Jalan Dr Saharjo, Manggarai, Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Kompas/Wawan H Prabowo

Kerabat Kerja

Penulis: Mohammad Hilmi Faiq | Fotografer: Wawan H Prabowo, Mohammad Hilmi Faiq, Andy Riza Hidayat Videografer: Wawan H Prabowo | Video Editor: A Sunardi | Penyelaras Bahasa: Hibar Himawan | Infografik: Arjendro Darpito | Desainer dan Pengembang: Elga Yuda Pranata, Yulius Giann | Produser: Haryo Damardono

Suka dengan tulisan yang Anda baca?

Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.