PASAR Johar di Semarang, Jawa Tengah, kini berada di titik nadirnya. Ketika pasar sejatinya merupakan tempat berkumpulnya pedagang dan pembeli, aktivitas itu tidak dapat lagi terlaksana akibat terbakarnya Pasar Johar pada 9 Mei 2015. Pasar berusia 80 tahun itu pun kini tidak lagi optimal dalam melayani masyarakat.
Padahal, selama puluhan tahun, jauh sebelum Indonesia merdeka, Pasar Johar telah melayani warga Semarang. Didesain oleh arsitek kelahiran Belanda, Thomas Karsten, Pasar Johar mulai dibangun pada tahun 1937.
Atap pasar didesain dengan banyak lubang ventilasi sehingga udara bebas mengalir masuk ke dalam pasar
Padahal, selama puluhan tahun, jauh sebelum Indonesia merdeka, Pasar Johar telah melayani warga Semarang. Didesain oleh arsitek kelahiran Belanda, Thomas Karsten, Pasar Johar mulai dibangun pada tahun 1937.
Lokasinya tidak jauh dari Kota Tua Semarang, yang saat itu benar-benar di jantung kota. Semarang dulu memang belum mekar ke arah selatan seperti saat ini.
Sebagaimana bangunan publik yang didesain di era kolonial, desain Karsten di Pasar Johar sungguh dahsyat. Langit-langit pasar dibuat tinggi ditopang oleh tiang-tiang kolom berbentuk seperti cendawan. Atap pasar didesain dengan banyak lubang ventilasi sehingga udara bebas mengalir masuk ke dalam pasar.
Karsten juga mendesain lanskap pasar. Dia memastikan pembeli dapat bergerak bebas sejak mulai menjangkau kawasan pasar hingga menyusuri lorong-lorong pasar. Interaksi antarwarga hingga negosiasi harga didorong semaksimal mungkin berlangsung dengan nyaman melalui desainnya.
Gurat desain Karsten ternyata juga mewujud dalam pembangunan Pasar Randusari, Pasar Jatingaleh, Pasar Ilir di Palembang, hingga Pasar Gede di Solo. Karsten ternyata punya cukup pengalaman untuk mendesain pasar tradisional.
Di Semarang, karya Karsten bertebaran tidak hanya berbentuk pasar. Karsten juga mendesain Gedung Kesenian Sobokartti, SMA Ibu Kartini (dulu bernama Van Deventer School), Rumah Sakit Elizabeth, beberapa bangunan kantor kereta api, hingga kawasan Candi.
Thomas Karsten mendesain pasar ini dengan langit-langit tinggi untuk menjamin sirkulasi udara, penerangan alami, dan menghindari burung membuat sarang.
Karsten sempat pula mengajar di Institut Teknologi Bandung setelah terlibat perancangan tata kota di Batavia (Jakarta), Jatinegara (Meester Cornelis) Bandung, Bogor (Buitenzorg), Semarang, Malang, hingga Palembang.
Sebagai arsitek, kerja-kerja Karsten memang tidak hanya berupa bangunan tetapi juga tata ruang permukiman dan wilayah perkotaan. Sebagian wilayah Kota Semarang dan Malang misalnya, jelas telah mendapatkan sentuhan Karsten.
Karsten dengan demikian tidak hanya piawai mendesain pondasi, dinding hingga atap bangunan. Dia juga mendesain saluran, trotoar, lanskap taman hingga jalan-jalan kota. Sebuah kota tidak lagi sama dengan kehadiran Karsten oleh karena dia mendesain begitu banyak bangunan monumental.
Persoalannya, anak negeri ini tidak terbiasa merawat yang sudah dibangun dengan susah payah. Bangunan maupun lanskap yang didesain dengan sangat hati-hati dan mempertimbangkan dinamika masyarakat akhirnya lambat laun mengalami penurunan fungsi.
FAKTA membuktikan, setelah puluhan tahun melayani masyarakat, Pasar Johar sayangnya tidak selalu melayani masyarakat dengan baik.
Dari arsip Kompas, terlihat pula berita-berita yang tidak positif tentang Pasar Johar. Pada Kompas, Selasa, 11 Mei 1971, terdapat surat pembaca dengan judul, ”Ogah2an Menangani Penjahat”.
Seorang pembaca berinisial AS, yang berasal dari Pekalongan, melaporkan dirinya dirampok oleh beberapa orang berusia belasan tahun di Pasar Johar. Akan tetapi, ketika itu, polisi tidak mau melakukan pengejaran dan hanya berkata para pelaku telah melarikan diri.
Ternyata tangan perempuan copet itu pun merogoh ke kantong-kantong sang mangsa.
Tuan AS pun pada akhir surat pembaca menulis, ”bagaimana jika petugas keamanan di sana (Pasar Johar) meniru rekan-rekannya di Jakarta. Kalau ketemu penjahat-penjahat yang sedang beroperasi maka didor saja.”
Harian Kompas, Rabu, 28 Juli 1971 juga menampilkan artikel dengan judul ”Awas Terhadap Wanita Tjantik”. Petugas keamanan Pasar Johar ternyata melaporkan banyaknya perempuan copet berparas cantik.
Perempuan copet itu berani mendesak para pria di tempat ramai. Ketika sang mangsa terpaku pada kecantikan dan bau parfum wangi perempuan tersebut, ternyata tangan perempuan copet itu pun merogoh ke kantong-kantong sang mangsa.
Pasar Johar pernah pula diidentikkan dengan kesan kumuh, tidak teratur, dan kerap menjadi sumber dari kemacetan lalu lintas. Pada 1990, Pasar Johar bahkan pernah dinobatkan sebagai pasar terkotor se-Indonesia oleh tim Adipura.
Tidak sekadar kotor, Kamis, 30 Agustus 1990, Kompas melaporkan, para pedagang kerap bermalam di Pasar Johar dengan alasan menjaga barang dagangan mereka. Padahal, ada Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1990 yang melarang siapa pun untuk bermalam di pasar dengan alasan apa pun.
Sepanjang sejarahnya, Pasar Johar juga kenyang dengan kabar soal pembangunan kembali, revitalisasi, atau apa pun namanya. Eksekutif pun terkadang terlihat terburu-buru dalam menggulirkan isu revitalisasi sehingga justru timbul penolakan.
Harian Kompas, Selasa, 22 Agustus 1989 di halaman 9, misalnya, menampilkan artikel, ”Peningkatan Pasar Johar Belum Dilaporkan ke DPRD Kodya Semarang”. Dalam artikel itu bahkan diungkapkan pula rencana penggusuran pasar tersebut.
Penggurusan dilakukan karena Pasar Johar akan digantikan bangunan modern setinggi tujuh lantai. Alasannya, untuk menyesuaikan diri dengan Semarang yang berkembang makin pesat.
Menurut sumber Kompas, ketika itu bangunan modern pengganti Pasar Johar akan dibangun investor dari Surabaya. Tidak mengherankan jika kembali timbul reaksi negatif dari pedagang dan masyarakat.
KABAR soal revitalisasi Pasar Johar akhirnya terus menghantui pedagang Pasar Johar selama puluhan tahun. Bahkan, sempat dibentuk tim Pengkaji Rencana Kerja Sama Revitalisasi (TPRKR) Kawasan Pasar Johar.
Meski kehadiran tim itu pun tidak otomatis dapat mempermulus revitalisasi Pasar Johar karena sangat bergantung pada Pemkot Semarang.
Suatu hari, TPRKR pun mengancam membubarkan diri karena Pemkot Semarang tiba-tiba punya pemikiran berbeda terkait revitalisasi Pasar Johar.
Sebelum revitalisasi Pasar Johar terlaksana, tiba-tiba pada Sabtu (9/5/2015) malam, si jago merah mengamuk di Pasar Johar. Tentu saja, ini sebuah pukulan terhadap Pasar Johar yang tidak dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran.
Kerugian fisik akibat kerusakan bangunan sekitar Rp 60,3 miliar, sedangkan kerugian pedagang mencapai Rp 316,1 miliar.
Kobaran api makin sulit diatasi karena padatnya kios dan lapak pedagang. Pergerakan mobil pemadam kebakaran dan masyarakat juga dibatasi sempitnya lorong.
Korban akibat kebakaran tidak sedikit. Kebakaran tersebut mengakibatkan 3.760 pedagang kehilangan tempat berjualan. Sebanyak 4.719 kios, los, dan lapak di bangunan utama Pasar Johar dan Pasar Yaik Permai terbakar habis.
Berdasarkan hasil pendataan Pemerintah Kota Semarang, ketika itu, kerugian fisik akibat kerusakan bangunan sekitar Rp 60,3 miliar, sedangkan kerugian pedagang mencapai Rp 316,1 miliar.
Lebih dari 12 jam setelah terbakar, api yang menghanguskan Pasar Johar bagian utara, tengah, dan selatan serta Pasar Yaik Permai dan sebagian ruko di Jalan Pedamaran belum sepenuhnya padam.
Kepada Kompas, Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Dinas Kebakaran Kota Semarang Sumarsono mengatakan, bara di bagian tengah sulit padam karena banyak material yang mudah terbakar, seperti kain dan buku.
Kerugian terbesar dari luluh-lantaknya sebuah pasar adalah hilangnya kesempatan bagi pedagang beroperasi normal pada bulan-bulan berikutnya. Bahkan, ada potensi bagi pedagang untuk kehilangan pelanggan karena perubahan posisi kios atau lapak.
Di sebuah pasar tradisional, ikatan antara pedagang dan pembeli terkadang sangat kuat dan ikatan itu dapat terlepas hanya karena perbedaan lokasi kios. Mengapa? Karena belum tentu pembeli dapat menemukan lokasi baru dari sang pedagang.
TERBAKARNYA sebuah pasar dengan demikian jelas merugikan bagi pedagang. Apalagi, membangun kembali sebuah pasar tidak mudah dan tidak murah.
Dibutuhkan dana Rp 785 miliar, di mana sekitar Rp 400 miliar di antaranya untuk perbaikan bangunan cagar budaya Pasar Johar lama
Jangankan membangun kembali pasar, mengerjakan gambar kerja detail juga membutuhkan waktu dan biaya. Terlebih ketika membicarakan penggunaan dana APBD yang harus melalui proses penganggaran yang ketat.
Jangan heran jika lebih dari setahun setelah terbakar, gambar kerja detail revitalisasi Pasar Johar baru dapat diselesaikan (Kompas Jumat, 25 November 2016). Pedagang pun masih harus menunggu lama oleh karena pasar itu baru ditargetkan dapat berfungsi pada 2020.
Namun, kabar baiknya, desain Karsten dipertahankan dalam revitalisasi Pasar Johar. Tiang berbentuk cendawan dan gedung dua lantai yang menjadi ciri khas pasar tetap akan dipertahankan.
Kepala Konsultan Penyusun Detail Engineering Design (DED) Revitalisasi Pasar Johar Timmy Setiawan mengatakan, konstruksi beton yang terbakar akan ”dikupas” sebelum kemudian dicor ulang.
Struktur bangunan kemudian diperkuat dengan material fiber reinforced polymer. ”Teknik perbaikan tidak akan mengganggu bentuk bangunan cagar budaya,” ujar Timmy.
Selain merevitalisasi Pasar Johar lama, akan dibangun pula dua bangunan baru di lahan Pasar Kanjengan, tepat di belakang Pasar Johar lama. Bangunan berlantai enam tersebut difungsikan untuk pasar (lantai 1-3) dan tempat parkir kendaraan (lantai 4-6). Nantinya, Pasar Johar dapat menampung total 7.939 pedagang.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) wilayah Jawa Tengah Suwanto pun mengingatkan, revitalisasi Pasar Johar harus memperhatikan jumlah pedagang dan jenis barang dagangan.
”Setidaknya ada 17 kelompok pedagang di Pasar Johar lama. Pedagang ikan basah, misalnya, jangan ditempatkan di bangunan berlantai karena licin; pedagang grosir harus ditempatkan dekat parkir mobil untuk bongkar-muat,” kata Suwanto.
Biaya revitalisasi Pasar Johar jelas tidak murah. Pasar Johar jelas pasar besar sehingga dibutuhkan dana Rp 785 miliar, di mana sekitar Rp 400 miliar di antaranya untuk perbaikan bangunan cagar budaya Pasar Johar lama.
KETIKA revitalisasi telah dijamin dengan komitmen pendanaan dan redesain sesuai desain Karsten, kini pekerjaan rumahnya adalah memastikan pedagang lama Pasar Johar dapat menempati Pasar Johar baru seperti sediakala.
Revitalisasi Pasar Johar sekaligus menjadi ujian bagi negeri ini tentang bagaimana menjaga pasar-pasar tradisional
Namun, mencermati harian Kompas, Jumat, 25 November 2016, khususnya terkait pemberitaan Pasar Johar, ternyata masih ada ganjalan, terutama dari kelompok pedagang.
Masukan dari Timmy, misalnya, harus diperhatikan. Penempatan pedagang berdasarkan jenis barang dagangannya memang harus ditetapkan dengan sangat matang. Jangan sampai menyulitkan aktivitas bongkar-muat ataupun aktivitas berdagang sehingga perdagangan menjadi sepi.
Tantangan yang tidak kalah kompleksnya adalah bagaimana mengembalikan fungsi Pasar Johar seideal yang dulu pernah didesain oleh Karsten.
Jangan sampai dua bangunan baru yang didirikan seiring revitalisasi Pasar Johar ternyata didesain tidak sebaik desain Karsten. Apa kata orang ketika desain kita kini tidak sebaik desain dari era 80 tahun silam?
Pekerjaan yang tidak kalah sulitnya adalah menjaga Pasar Johar tetap menjadi pusat perekonomian bagi warga Semarang dan setidaknya dapat mengimbangi peran pasar ritel modern.
Revitalisasi Pasar Johar sekaligus menjadi ujian bagi negeri ini tentang bagaimana menjaga pasar-pasar tradisional. Revitalisasi pasar juga dapat mempertahankan penghidupan mbok-mbok bakul di pasar-pasar tradisional.
Produser: Prasetyo Eko Prihananto | Penulis: Haryo Damardono | Penyelaras Bahasa: Apolonius Lase | Fotografer: Aufrida Wismi, Amanda Putri, Andreas Sarwono, Bahana Patria Gupta, Gregorius Magnus Finesso, Ichwan Susaanto, P Raditya Mahendra Yasa, Tonny D Widiastono | Ilustrator: Pandu Lazuardy Patriari | Infografik: Parlindungan Siregar | Videografer: Toto Sihono | Desainer dan Pengembang: Elga Yuda Pranata, Yosep Wihelmus Nabu |
Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.