Sebagai badan usaha milik negara, PT Pos Indonesia memiliki keunggulan berupa jaringan layanan kantor cabang yang begitu luas, hampir menjangkau seluruh pelosok Nusantara. Karena itu, Anda bisa mengirim surat ke suluruh wilayah Tanah Air dengan menggunakan jasa kurir yang akrab dengan sebutan “tukang pos”. Bayangkan saja, PT Pos Indonesia memiliki kantor hampir di semua kecamatan di seluruh Indonesia. Setidaknya mencakup 72 persen dari 7.094 kecamatan atau memiliki 5.107 kantor cabang.
Masalahnya, kondisi bisnis pengiriman surat-menyurat pada hari ini sudah mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh perilaku konsumen yang tidak lagi berkirim surat. Tetapi lebih banyak memanfaatkan jasa kurir untuk melakukan transaksi perdagangan daring.
Selain itu, permintaan jasa kurir hanya terkonsentrasi di beberapa wilayah, khususnya yang warganya sudah marak melakukan transaksi secara daring.
PT Pos Indonesia memang memasuki “pancaroba” bisnis jasa pengiriman yang luar biasa.
Artinya, jika PT Pos Indonesia ingin bertahan, harus lebih banyak menawarkan jasa pos untuk pengiriman logistik atau barang. PT Pos Indonesia juga harus mengatur sebaran karyawannya untuk mengikuti tingkat kesibukan pengiriman logistik di daerah yang warganya sudah marak bertransaksi secara daring.
Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahju Setijono mengakui beratnya tantangan yang dihadapi perusahaannya pada saat ini. Mulai dari perubahan iklim bisnis jasa pengiriman surat dan logistik, hingga kesiapan sumber daya dari PT Pos Indonesia agar tetap bisa bertahan secara sehat sebagai perusahaan milik negara yang harus memberikan keuntungan tetapi tetap melayani bangsa Indonesia.
Dalam wawancara dengan Kompas, Sabtu (10/6), Gilarsi mengatakan PT Pos Indonesia memang memasuki “pancaroba” bisnis jasa pengiriman yang luar biasa. Dia mengakui, di masa lalu perusahaan banyak menerima keistimewaan dari pemerintah, misalnya sebagai satu-satunya perusahaan yang ditunjuk melayani pengiriman surat-menyurat lembaga pemerintah. Tetapi saat ini, semua kantor pemerintah bebas memilih perusahaan jasa pengiriman yang akan digunakan.
“Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan penjualan prangko karena situasinya sudah shrinking (menciut). Kita harus melakukan penyesuaian investasi dan melakukan inovasi tetapi tanpa mengabaikan tugas utama dari PT Pos Indonesia untuk melayani bangsa Indonesia,” ujar Gilarsi.
Namun menurut Gilarsi, dirinya bersyukur karena perkembangan internet yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara daring ternyata bisa membuka peluang baru bagi PT Pos Indonesia. Warisan “DNA” PT Pos Indonesia yang sangat kuat sebagai kurir pengiriman surat-surat dan dokumen menjadi bisa dimanfaatkan kembali.
Namun tantangannya bagaimana menyesuaikan kondisi yang ada saat ini agar dapat memanfaatkan peluang yang ada dari perkembangan perdagangan daring yang marak saat ini. Sebab ketika PT Pos Indonesia dibangun di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1746, sama sekali tidak disiapkan menghadapi era online seperti hari ini.
PT Pos Indonesia merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang memiliki sejarah panjang, bahkan sudah dibentuk sebelum negara Indonesia merdeka. Kantor pos pertama didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jenderal GW Baron van Imhoff.
Sejak awal pendiriannya, kantor pos memang mengemban tugas untuk melayani publik, khususnya untuk menjamin keamanan dari surat-surat yang dikirim oleh penduduk. Kantor pos pada waktu itu sudah banyak membantu pergerakan ekonomi dengan para pengusaha yang berdagang dari kantor-kantor di luar Jawa. Selain itu, bahkan melayani surat-menyurat penduduk yang datang dari dan pergi ke negeri Belanda.
Setelah kantor pos Batavia berdiri empat tahun, pemerintah kolonial Belanda pada saat itu membuka kantor pos di Semarang untuk membangun jalur distribusi surat-menyurat antar-kedua daerah. Kantor cabang pertama tersebut diharapkan bisa mempercepat pengiriman surat-menyurat antar-kedua daerah, Batavia dan Semarang. Rute perjalanan pos antar-kedua daerah tersebut adalah Karawang-Cirebon-Pekalongan.
Dalam perjalanan sejarahnya, PT Pos Indonesia mengalami beberapa kali perubahan status, mulai dari perubahan menjadi Jawatan PTT (Post, Telegraph dan Telephone) yang merupakan badan usaha yang dipimpin oleh seorang Kepala Jawatan dengan beroperasi untuk melayani publik. Jadi sama sekali tidak bersifat komersial dan fungsinya lebih diarahkan untuk mengadakan pelayanan publik.
Kemudian mengalami perubahan lagi, sesuai perkembangan yang terus terjadi maka PTT kemudian mengalami perubahan status lagi menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Kemudian terus mengalami perkembangan usaha, di mana sektor pos dan telekomunikasi berkembang sangat pesat, maka pada tahun 1965 berganti lagi menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro).
Kemudian pada tahun 1978 pemerintah Indonesia menegaskan badan usaha ini sebagai badan usaha tunggal dalam menyelenggarakan dinas pos dan giropos baik untuk hubungan dalam maupun luar negeri. Namanya pun diubah menjadi Perum Pos dan Giro yang menikmati masa keemasan karena mendapatkan keistimewaan sebagai badan usaha milik pemerintah.
Selama 17 tahun perusahaan ini berstatus Perum melayani rakyat dan kantor-kantor pemerintah. Kemudian pada Juni 1995, Perum Pos dan Giro diubah lagi menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Pos Indonesia (Persero). Sebagai perseroan terbatas, dituntut bisa memberikan keuntungan bagi pemerintah tetapi tetap tak melepas kewajibannya melayani publik.
Seiring perjalanan waktu, PT Pos Indonesia terus melakukan inovasi agar tidak tergerus oleh perubahan zaman, khususnya perubahan iklim investasi. Dengan segala kreativitas dalam menciptakan inovasi, PT Pos Indonesia mampu bertahan dengan mengembangkan usaha pada bidang jasa kurir dan logistik dengan memanfaatkan infrastruktur jejaring yang dimilikinya.
Saat ini, PT Pos Indonesia yang sudah berusia dua abad lebih, memiliki sedikitnya 24.000 titik pelayanan yang menjangkau 100 persen wilayah kota/kabupaten. Bahkan, hampir 100 persen dari semua kecamatan dan 42 persen dari seluruh kelurahan/desa. Bahkan, istimewanya bisa melayani 940 lokasi transmigrasi terpencil yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Kemudian seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi, PT Pos Indonesia juga membangun lebih dari 3.800 kantor pos online, serta dilengkapi electronic mobile post di beberapa kota besar. Semua titik merupakan rantai yang terhubung satu sama lain untuk melayani publik.
Meskipun mengalami guncangan dalam bisnisnya, PT Pos Indonesia sudah mencatatkan performa keuangan yang sudah membaik secara signifikan dengan keuntungan sekitar Rp 200 miliar. Meskipun secara garis besar, perusahaan ini dituntut untuk terus meraih peluang yang lebih besar di era milenial sekarang ini.
Pada saat ini, PT Pos Indonesia sudah memasuki area bisnis yang baru dengan lebih banyak menjual jasa pengiriman parsel dengan adanya perkembangan bisnis perdagangan online. Meskipun perdagangan secara daring baru menyumbang kontribusi penetrasi dua persen kepada ritel ekonomi Indonesia, namun sudah memberikan dampak yang cukup signifikan kepada pendapatan PT Pos Indonesia.
“Bisnis tahun 2016 sangat positif karena masih bisa untung. Sebelumnya kita juga untung tetapi dengan adanya windfall profit dari proyek one off dari pemerintah. Sementara tahun 2016 kemarin kita tidak banyak lagi bergantung dengan proyek seperti itu. Makanya tahun 2017 ini, kita cukup optimistis, meskipun tantangannya tidak mudah,” ujar Gilarsi.
Menyinggung kesiapan sumber daya manusia, Gilarsi mengutarakan, salah satu tantangan yang dihadapi oleh PT Pos Indonesia adalah komposisi karyawan yang berusia di atas 45 tahun mencapai 60 persen dari total seluruh karyawan. Selain itu, penyebaran karyawan tidak seimbang dengan aktivitas PT Pos Indonesia saat ini yang banyak melayani bisnis online di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Sementara kebanyakan karyawan tersebar di seluruh tanah air.
Oleh karena itu, menurut Gilarsi, PT Pos Indonesia mengubah arah investasi. Dari yang sebelumnya bagaimana bisa menjangkau seluruh pelosok tanah air dalam layanan kurir menjadi usaha yang harus siap menghadapi pengiriman logistik di area tertentu.
Namun PT Pos Indonesia tak pernah melupakan pengalaman bisnis mereka di masa lalu, tetap dikombinasikan dengan perkembangan saat ini. Termasuk para pekerja yang berusia di atas 45 tahun tetap dibutuhkan untuk membantu anak-anak muda yang masih memiliki pengalaman yang minim dalam bisnis kurir.
Gilarsi memastikan PT Pos Indonesia sudah berbenah dan menyiapkan diri untuk tetap relevan dengan memahami kelompok generasi yang akan menjadi pemakai jasa kurir di zaman milenial saat ini. Setidaknya untuk memenuhi kebutuhan postal bagi generasi Generasi Y dan milenial yang sangat aktif terhadap digital-lifestyle.
PT Pos Indonesia telah meluncurkan sejumlah aplikasi untuk menarik pelanggan, khususnya anak-anak muda yang memiliki kegemaran berbelanja secara daring.
“Penetrasi smartphone dan internet akan terus berkembang dengan perbaikan infrastruktur digital yang saat ini sedang berjalan. PT Pos Indonesia akan terus mengikuti perkembangan tersebut dengan menyesuaikan teknologi dan SDM yang ada,” ujar Gilarsi.
Jika melihat keahlian yang dimiliki PT Pos Indonesia sebagai kurir, maka bisa dipastikan perusahaan ini akan sulit ditandingi jika berhasil menyesuaikan diri dengan digital-lifestyle yang semakin bergerak cepat. Apalagi jika PT Pos Indonesia bisa memahami pelanggan yang membutuhkan kecepatan karena gaya hidup digital harus instan, praktis, aman, dan murah.
Secara teknologi, PT Pos Indonesia telah meluncurkan sejumlah aplikasi untuk menarik pelanggan, khususnya anak-anak muda yang memiliki kegemaran berbelanja secara daring. Dalam aplikasi yang sudah dirancang PT Pos Indonesia, konsumen dimanjakan untuk membeli barang sekaligus mengirimkan, dan membayar belanjaannya dengan satu layanan pos.
Tidak mengherankan jika perusahaan ini bisa dengan cepat melakukan transformasi usaha karena memang sudah memiliki tiga layanan yang dapat disatukan, yakni bisnis e-commerce dengan jaringan outlet berupa kantor pos yang berjumlah ribuan dan tersebar hampir di semua kecamatan. Kedua, layanan delivery yang masif dan menjangkau hampir ke seluruh belahan dunia mana pun. Ketiga, layanan keuangan yang mampu menjadi payment gateway berbasis online.
Bahkan bagi pelaku bisnis e-commerce, PT Pos Indonesia memberikan satu tambahan layanan yang menjadi servis tambahan, yakni warehousing lengkap dengan supply chain management yang siap memudahkan pendistribusian produk ke mana pun di seluruh pelosok tanah air. Jadi siapa pun di tanah air, di mana pun berada, bisa melakukan transaksi daring dan luring di kantor pos.
PT Pos Indonesia juga sedang bergerak ke marketplace online, dengan membangun situs belanja dengan nama GaleriUKM, namun Pos Indonesia tetap fokus untuk memperkuat para pelaku e-commerce yang masuk ke marketplace online. Ini dilakukan dengan memberikan dukungan total untuk delivery dan payment gateway, termasuk warehousing.
Lalu apakah PT Pos Indonesia berjalan sendiri di era milenial ini? Menurut Gilarsi, setidaknya ada 10 pemain besar dari bisnis e-commerce di Indonesia sudah menjalin kerja sama dengan PT Pos Indonesia. Meskipun baru melakukan kerja sama dalam dua tahun terakhir ini, namun sebenarnya upaya ke arah tersebut sudah dilakukan sejak masuknya internet di Indonesia.
Gilarsi mengutarakan, pihaknya sudah bekerja sama antara lain dengan Zalora Indonesia yang merupakan perusahaan e-commerce pertama yang menjalin kerja sama dengan Pos Indonesia terhitung sejak 1 Desember 2015. Zalora merupakan perusahaan yang memasarkan berbagai produk fashion dan berbasis di Singapura telah memercayakan layanan pengembalian produk dari konsumen dilakukan melalui Pos Indonesia.
Kerja sama dengan Zalora diikuti situs belanja terkemuka MatahariMall yang dikenal memiliki fitur O2O atau online-to-offline yang memungkinkan pelanggan untuk mengambil, mengembalikan, bahkan membayar barang yang sudah dipesan secara online di lokasi offline. Untuk itu, MatahariMall mempertajam sekaligus memperluas jaringan layanan Pick up & Pay COD lewat penandatanganan nota kesepakatan (MOU) dengan Pos Indonesia pada 7 Desember 2015.
Kerja sama dengan MatahariMall menghadirkan terobosan penambahan titik Pick up & Pay COD dimulai dari 199 kota atau kabupaten, terbesar di Indonesia, dan penempatan e-locker MatahariMall dimulai dari 10 kantor pos di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Bandung.
Kemudian kerja sama dengan Bukalapak yang dikenal sebagai perusahaan e-commerce yang sangat agresif menggelar pemasaran daring secara bersama-sama. Beberapa waktu lalu Bukalapak memberikan fitur berupa promo cashback ongkos kirim bagi pelapak (istilah untuk pedagang/penjual yang menjadi member dari www.bukalapak.com) yang mengirimkan barangnya melalui Pos Indonesia. Promo ini merupakan bagian dari tindak lanjut kerja sama yang ditandatangani oleh Bukalapak dan Pos Indonesia.
Pesaing Bukalapak, pemain e-dagang Tokopedia, juga telah bekerja sama dengan Pos Indonesia untuk pengiriman dan pembayaran. Khusus dalam hal pembayaran, Topper (demikian julukan para konsumen Tokopedia) dapat melakukan pembayaran di kantor pos dan agen pos yang ada di dekat tempat tinggalnya. Hebatnya, pembayaran ini tak perlu verifikasi sehingga lebih cepat prosesnya dan praktis.
Mengikuti jejak Zalora, Lazada juga memercayakan pelayanan pengembalian produk secara gratis dari konsumen melalui Pos Indonesia. Hal ini mulai dijalankan terhitung sejak 27 April 2016 dan berlaku di 4.000 kantor pos/titik layanan pos yang ada di seluruh Indonesia. Kerja sama dengan PT Pos Indonesia memberikan kemudahan bagi konsumen dalam melakukan pengembalian barang apabila barang yang mereka terima tidak sesuai atau mengalami kerusakan. Sebab, PT Pos Indonesia memiliki kantor pos cabang yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia, sehingga konsumen dapat mencari lokasi kantor pos terdekat untuk melakukan pengembalian barang.
Melihat apa yang dilakukan manajemen PT Pos Indonesia, terlihat bahwa badan usaha milik negara ini sangat sadar perkembangan teknologi mengubah peta bisnis jasa yang selama ini ditekuni. PT Pos Indonesia secara sadar mengikuti perubahan perilaku konsumen dalam memanfaatkan teknologi dengan sejumlah kebijakan yang mengarahkan bisnis pos berbasis teknologi telematika. Tren teknologi telematika yang sedemikian pesat sehingga menuntut produk maupun layanan Pos Indonesia harus mulai online antartitik layanan, real time jejak lacak, hingga real time respons terhadap komplain konsumen.
Penulis: Buyung Wijaya Kusuma | Fotografer: Ferganata Indra Riatmoko, Heru Sri Kumoro, P Raditya Mahendra Yasa, Priyombodo, Abdullah Fikri Ashr, Rony Ariyanto Nugroho, Totok Wijayanto, Kartono Ryadi, Chrys Kelana, Azkarmin Zaini | Infografik: Luhur Arsiyanto Putra | Foto Adjuster: Toto Sihono | Penyelaras Bahasa: Priskilia Bintang C Sitompul | Desainer dan Pengembang: Elga Yuda Pranata, Yosep Wihelmus Nabu | Produser: Buyung Wijaya Kusuma, Prasetyo Eko Prihananto
Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.